1 Sumur Bor Minyak Butuh 2 Hektar, Kadishut PB: Kawasan Hutan Bersifat Pinjam Pakai

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat, Hendrik Runaweri/Albert

MANOKWARI- Aturan untuk Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas (SKK Migas) terbilang sangat ketat, namun kawasan untuk kegiatan eksploirasi dan ekspoitasi hanya bersifat pinjam pakai.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat, Hendrik Runaweri menjelaskan bahwa kawasan pinjam pakai untuk kegiatan Migas tidak merubah hutan.

Bahkan dalam berkontribusi, SKK migas sendiri memiliki dana CSR untuk masyarakat, termasuk perusahaan wajib membayar hak ulayat bagi masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat.

"Saya belum tahu berapa besar dana CSR kepada masyarakat, namun untuk pemerintah daerah ada juga yang sering kita dengar adalah dana bagi hasil (DBH)," sebut Runaweri kepada wartaplus.com, Senin (27/5)  menanggapi pembukaan lahan hutan produksi di Papua Barat.

Dalam pembukaan hutan untuk kegiatan Migas hanya pinjam pakai dan secara langsung tidak merusak hutan, sebab mereka setelah membuka hutan untuk survei lokasi sumur bor wajib hukum mereka tanam kembali.

Apalagi satu sumur bor minyak hanya membutuhkan kurang lebih 2 hektar lahan. Dalam artian, kata Runaweri bahwa dalam pembukaan lahan tidak sama sekali merubah hutan.

"Jadi tanaman atau pohon di sekitar lahan tersebut harus diganti dan apabila kemudian sudah membuka lahan dan mendapat kayu atau HPK, maka perusahan harus membayar kepada masyarakat pemilik hak ulayat juga," jelas Runaweri.

Kemudian hutan yang sudah dibuka perusahaan wajib direklamasi, sehingga diharapkan masyarakat ikut memantau langsung kegiatan SKK Migas agar jangan sampai merusak hutan dan tidak direklamasi.

Tambah Runaweri, daerah penghasil Migas di Papua Barat hanya ada di Teluk Bintuni, Kabupaten Sorong, Raja Ampat dan Fakfak. *