Papua Maju di Antara Generasi Pasifikasi dan Kompetisi

Generasi Perubahan Papua Menjadi Momok Bagi Negara?

Foto Ilustrasi/twitter

JAYAPURA- Papua maju, beberapa kalangan menuding ada beberapa pihak agar-agar Papua tidak maju. Presiden Jokowi membantah "ada penumpang gelap di Kisruh Papua". Kepala Staf Presiden, Muldoko, mengatakan ada pihak yang tidak ingin "Papua Maju". Kisruh Papua akhir-akhir ini, akibat dari umpatan rasis yang dilontarkan oleh oknum aparat TNI dan ormas, kepada penghuni asrama Papua di Surabaya Jawa Timur.

“Peristiwa tersebut berdampak pada amarah orang Papua. Seluruh wilayah administrasi, secara spontan, mereka turun ke jalan. Bahkan, ada beberapa daerah yang mengundang ricuh dan ada yang melaporkan pengibaran bendera Papua merdeka. Demo di Papua Timur dan Barat itu, juga dilakukan di luar Papua. Selain mengecam tindakan rasis, tangkap melanggar dan adili, juga menuntut agar disetujui Papua sepenuhnya, dari aspek politik, ekonomi juga budayanya, ”ujar Pengamat Papua, Arkilaos Baho kepada wartaplus.com. Minggu (25/8) pagi

Situasi kemudian tak terkendali. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah berusaha mengendalikan agar tetap kondusif. Melalui persetujuan militer Tentu tidak menyelesaikan masalah, masalah tambah masalah baru. Lalu, lanjutkan dialog. Jokowi membahas pertemuan tokoh Papua di Jakarta, untuk membahas masalah di Provinsi paling timur Indonesia.

“Pertemuan melalui tokoh agama, adat, ormas dan lainnya oleh Presiden di Jakarta ini, apakah menjadi solusi untuk memulihkan hubungan di Papua, ataukah sebaliknya, pertemuan tersebut tidak memerlukan efek yang sama untuk menyelesaikan masalah Papua. Paling tidak, mampu meredam amarah dan sakit hati kami orang Papua yang telah dilecehkan oleh oknum di Surabaya, ”tandas Arkilaos yang juga mendukung.

Era Pasifikasi dan Pola Geraknya

Ungkapnya, Belanda berhasil mendamaikan sebagian besar orang di Papua, yang saat itu hidup dalam pertikaian, peperangan, dan mistikasi, dengan dua cara. Mendatangkan guru-guru dari kei untuk mengajar dan mengajar pekabaran injil di Tanah Papua. Dengan cara yang diharapkan, Belanda di Papua, berhasil memetakan sekitar 200 ribu penduduk saat itu.

Arkilaos Baho / Istimewa

Selama perkembanganya, periode Pasifikasi ini menjadi jalan kolonialisme Belanda, yang pada akhirnya menancapkan birokrasinya di tujuh wilayah atau yang disebut tujuh wilayah adat di Papua.

Pasifikasi adalah cara Belanda meluncurkan feodalisme di masyarakat Papua, di mana saat itu, orang Papua yang melanjutkan masih menjalankan pola ekonomi subsisten dan hidup bebas melewati tanah leluhur mereka. Berbeda dengan politik yang diterapkan oleh Belanda di wilayah Jawa, Sumatera, Maluku dan lainnya.

Dikatakan, Generasi Pasifikasi, kemudian tumbuh dan berkembang dengan kepemimpinan kargo yang telah ada. Selain itu, memilih jalan damai sebagai cara menyelesaikan masalah politik maupun ekonomi. Mereka kemudian menyuarakan zona damai, Tanah Damai Papua, disaat era penetrasi kapitalisme dan liberalisme global bergulir. Praktiknya, jalan berdoa, wajib sekolah dan seruan damai, menjadi solusi penyelesaian masalah. Hal mengundang sesama menjadi cara baru di era serba pasar global.

Generasi Optimis

“Mereka ini adalah kaum muda mudi Papua, yang lahir diulangi kapitalisme. Wataknya pun mendukung semua bentuk penjajahan, baik ekonomi, politik dan budaya. Saat arus modal menguat dan bergerak sendi-sendi hidup yang selama ini dianut (subsistem), mereka dengan lantang berhadapan, tanpa melihat bulu. Cara damai bukan pilihan mereka, Tapi harus diubah, ketidakadilan harus dilawan

“Hari ini, generasi yang optimis ini, yang menjadi sentral api perubahan di Papua Timur maupun Barat. Ditambah dengan pengetahuan akan sejarah politik masa lalu dan ketidakadilan yang memenangkan oleh kapitalisme melalui birorakrasi Indonesia, benih perlawanan seakan tiada henti. Padahal, mereka adalah orang Indonesia yang kolonial di Papua, ”tandasnya.

Diungkapkannya, generasi perubahan Papua ini juga menjadi momok bagi negara dalam hal pembelian lapangan kerja yang terbatas, kompetisi hidup di kompetisi dan kompetisi, era serba liberal dan pertempuran globalisasi yang menggianita persaingan. Seakan, tak ada pilihan lain, selain melawan titik darah

Otsus

Lanjutkan, Papua tanpa generasi Pasifikasi atau generasi optimal, Papua tetap kena imbas dari kemajuan dunia ini. Sebab, negri itu bukan di lubang goa atau terpisah dari planet bumi. Kemajuan terus maju sepanjang perkembangan masyarakat di seluruh dunia. Terima atau tidak terima, tetap kena imbas dari peradaban yang maju dan modern

"Menjadi masalah hari ini adalah, generasi Pasifikasi yang mengedepankan agama dan pendidikan sebagai cara melawan sekaligus mendamaikan orang Papua saat itu, berhasil dalam bentuk produk Otsus Papua. Dimana desain dan konsep Otsus merupakan produk akademisi, mereka yang lahir dan diera besar pasifikasi tersebut, setuju dan memperjuangkan Otsus sebagai solusi mengatasi masalah Papua. Sampai sekarang, Meskipun Otsus telah memutar selama dua puluh tahun, pemekaran wilayah hingga mencapai wilayah pemerintahan, lebih dari Belanda dulu hanya terbatas di tujuh wilayah, toh, masih ada darah dan air mata di bumi Cenderawasih, ”katanya.

Elit baru yang lahir di generasi, yang sekarang tersebar di mana, tapi ruang-ruang kepemilikan publik, masih dikembangkan oleh generasi pasifikasi. Masalah kebijakan Papua masih berkutat pada generasi sisa-sisa didikan Belanda, jadi kaum muda mudi ini lebih banyak terlibat dalam kompetisi terbuka. Bersaing dengan apa pun yang sesuai dengan mereka sesuai kenyataan. Mereka menjadi corong dari memoria passionis, sekaligus motor penggerak kesadaran masyarakat, disaat ketidakadilan makin tak terelakan.

“Untuk mewujudkan, kedepan, membahas dalam memajukan Papua, ada di pundak kaum muda mudi. Mereka yang memiliki disaat Indonesia telah dikenalkan sebagai negaranya. Cinta tanah air, berbudi pekerti, tenggang rasa, tolong menolong, gotong royong, berperikemanusiaan yang tinggi. Itulah yang menghiasi kepala mereka. Disaat yang sama, memori masa lalu, dampak kekejaman militer Orde Baru dan operasi militer yang mengesampingkan kesejahteraan dan mengutamakan keutuhan wilayah, menanamkan ingatan yang dibangkitkan generasi optimis saat ini, ”tutupnya.

Papua maju dibarengi dengan mentalitas dan kebijakan yang mampu bertarung, agar mampu berkompetisi diera serba global. Memajukan Papua juga tidak harus memulai pola subsidi Otsus saat ini. Sebab, subsidi sama dengan memanjakan orang yang sakit, lemah, dan tak berdaya. Dapatkan subsidi diberikan tanpa upaya memajukan Papua, silakan dapatkan PAD daerah bisa dikelola mandiri, sama sekali tidak ada di kamus subsidi atau Otsus saat ini.

Ditegaskannya, memajukan Papua dengan mengubur benih-benih yang masih menganggap orang Papua masih lemah, sakit dan tak berdaya. Agar kita mampu bersaing di era mana dunia kian terhubung dengan baik di laut, di darat dan di udara, semakin diangkut di dalam memajukan dan martabat di sektor ekonomi, politik dan budaya. *