Temu Nasional Perempuan Pejuang Lingkungan Digelar di Jayapura

Temu Nasional Perempuan Pejuang Lingkungan/Istimewa

JAYAPURA - Temu Nasional Perempuan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang adil, setara dan berkelanjutan di Papua dan Papua Barat, digelar di Kota Jayapura, Kamis (14/3) kemarin.

Sebanyak 38 orang perempuan akar rumput yang berasal dari dua provinsi ini turut hadir mengisi jalannya pertemuan. Selama ini mereka dinilai terlibat aktif dalam mewujudkan gerakan untuk mendorong pengelolaan SDA yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Pertemuan ini diinisiasi oleh The Asia Foundation melalui program tata kelola hutan dan lahan dengan 3 programnya yaitu (1) Setapak; dan (2) Finding the Balance (keseimbangan -red); dan (3) PaPeda, dimana sejak 2017 telah mendorong tata kelola hutan dan lahan yang adil melalui gerakan advokasi kebijakan dan pertanian berkelanjutan dengan melibatkan kelompok perempuan di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Director Environmental Program The Asia Foundation, Lili Hasanuddin, dalam sambutannya mengatakan, tujuan pertemuan ini untuk meningkatkan kapasitas para perempuan pegiat lingkungan dalam melaksanakan advokasi maupun mendorong lahirnya regulasi mengenai tata kelola lingkungan yang adil di wilayah Papua dan Papua Barat.

"Kami mengharapkan para peserta menjadi leader yang akan mentransfer ilmunya kepada generasi muda khususnya perempuan lokal dalam memperkuat keterlibatannya dalam gerakan selamatkan alam. Misalnya meningkatkan kapasitasnya memahami regulasi guna mendorong penetapan hutan adat termasuk melakukan pemetaan partisipatif, review perizinan, melakukan permintaan informasi publik serta melakukan penguatan perekonomian lokal hingga membuka pasar,” terang Lili Hasanuddin kepada sejumlah wartawan di Hotel Yasmin, Kamis sore.

Program Officer The Asia Foundation wilayah Papua, Roberth Mandosir mengungkapkan bahwa selama ini telah banyak lahir pejuang lokal dari hasil kerja program ini. Misalnya, Mama Ester di kabupaten Manokwari Selatan, Papua Barat, yang telah bekerja bersama mitra CSO-Paradisea untuk memastikan pengakuan wilayah adat kampungnya melalui skema hutan adat.

"Di Papua ada Mama Rosita Tecuari bersama lembaga Pt.PPMA telah mendorong kaum perempuan di Kabupaten Jayapura untuk bisa lebih waspada atas kekerasan domestik yang menimpa mereka. Di Kabupaten Fak-Fak, ada sejumlah perempuan yang terlibat dalam penyusunan draft Peraturan Bupati (Perbup) pengelolaan lingkungan dan SDA yang lebih partisipatif dan memastikan bahwa regulasi tersebut memberikan mandat keterlibatan perempuan dalam pengelolaan SDA," jelasnya.

Margaretha Tri Wahyuningsih selaku Gender Focal Point The Asia Foundation, menganjurkan agar pemerintah daerah provinsi dan kabupaten di Papua dan Papua Barat, local champion, dan perwakilan organisasi masyarakat sipil dapat saling berbagi pengalaman dalam mewujudkan tata kelola yang berkeadilan gender.

Direktur Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat Adat, Naomi Marasian menambahkan, pertemuan ini dapat memperkuat jejaring penggerak, baik laki-laki maupun perempuan pejuang keadilan dan kesetaraan yang selama ini terlibat dalam mengelola sumber daya alam.

"Forum ini diharapakan dapat menciptakan ruang konsultasi antara pemimpin perempuan dan para stakeholders, termasuk menjadi wadah konsolidasi antarperempuan pemimpin lokal untuk meningkatkan rasa solidaritas dalam mendorong tata kelola hutan dan lahan, sehingga terus terbangun sinergitas yang kuat antar-kabupaten di dua provinsi dengan potensi sumber daya alam yang besar ini,” ujar Marasian.

“Perempuan-perempuan lokal yang terlibat dalam gerakan mendorong perubahan ini dinamakan local champion/ pemimpin lokal, sebuah penamaan yang tidak merujuk pada peran-peran heroik, namun lebih pada bentuk penghargaan atas komitmen dan integritas penuh dari perempuan lokal yang terus mengupayakan perubahan untuk terciptanya pengelolaan hutan dan lahan yang adil dan setara di Tanah Papua," jelasnya. *