Bantah Pernyataan Komnas HAM Papua, Warinussy: Kasus Nduga Tunggu Penyelidikan Polisi

Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua, Yan Christian Warinussy/Istimewa

MANOKWARI,- Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua, Yan Christian Warinussy tidak sependapat dengan pernyataan Frits Ramandey, Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Provinsi Papua.

Kata Warinussy bahwa tindakan pembantaian puluhan pekerja proyek pemerintah oleh Kelompok Sipil Bersenjata (KSB) belum bisa dikategorikan sebagai tindakan kejahatan dan atau masuk kategori pelanggaran HAM.

"Jadi, ketidaksetujuan saya atas pernyataan Ramandey adalah atas penggunaan istilah dikategorikan sebagai tindakan kejahatan kemanusiaan dan atau pelanggaran HAM. Pernyataan tersebut juga sangat tidak proporsional dan tidak berlandaskan fakta dari sebuah penyelidikan hukum yang memenuhi standar dan prinsip dari Undang Undang RI No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM maupun Undang RI No.39 Tahun 1999 tentang HAM," bantah Warinussy sesuai rilis yang diterima wartaplus.com, Rabu (5/12).

Pendapat Warinussy bahwa definisi perbuatan dan atau peristiwa yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM yang berat sudah diatur jelas di dalam amanat pasal 7 UU RI No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yaitu terdiri dari 2 (dua) bentuk kejahatan. Pertama kejahatan genosida (crime of gemocida), dan kedua, kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity).

Malahan, sebut Warinussy pelakunya jelas adalah negara yang diipersonifikasikan sebagai tindakan aparat keamanan. Pernyataan Frits sangat tendensius dan tidak faktual, karena sampai saat ini berdasarkan pernyataan Kadiv. Humas Mabes Polri Brigjen Pol M.Iqbal yang menyatakan bahwa pihaknya belum sampai ke Tempat Kejadian Perkara (TKP).

Sebab, lanjut dia, polisi sebagai penyelidik dan penyidik menurut UU RI No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru bisa mengungkap dugaan tindak pidana dan modusnya hanya berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dari hasil olah TKP.

"Saya ingin mengingatkan pihak Komnas HAM melalui Perwakilan Papua agar lebih berhati-hati dalam melontarkan pernyataan-pernyataan sebagai sebuah lembaga negara yang memiliki tugas khusus dalam memantau situasi dan perkembangan kondisi HAM di Tanah Papua kini dan masa depan," jelas Warinussy.

Ia mengutarakan lagi bahwa tindakan KSB atau siapapun yang melakukan kekerasan termasuk menembak warga sipil di Tanah Papua jelas tidak dibenarkan menurut hukum dimanapun di bawah kolong langit ini.

Oleh karena itu bijak bagi semua pihak, termasuk pemerintah untuk memandang bahwa kasus tersebut dari sisi hukum pidana (criminal law) merupakan kejahatan pidana yang perlu diungkap dengan metode penyelidikan kriminal yang diatur dalam KUHAP. Karena ini kategori insiden penembakan lebih dari 30 warga sipil di Distrik Yigi-Kabupaten Nduga-Provinsi Papua tetsebut merupakan peristiwa hukum yang diduga keras mengandung peristiwa pidana.

Karena itu, penting untuk mengedepankan langkah-langkah penegakan hukum yang komandonya tetap harus dipegang kendalinya oleh polisi. Tugas memastikan wilayah tersebut aman pasca insiden berdarah tersebut adalah tugas Polri dibantu oleh TNI. Sehingga pembangunan infrastruktur jalan trans Papua disana tetap dipastikan berjalan sesuai target pemerintah.

Namun proses penegakan hukum oleh Polri terhadap peristiwa hukum di Distrik Yigi-Kabupaten Nduga tersebut harus tetap berjalan hingga para pelakunya bisa diseret ke pengadilan.

"Sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, saya mendesak pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera mendorong agenda pendekatan damai melalui dialog dengan semua pihak yang berpotensi sebagai "pemicu" kekerasan dan konflik bersenjata selama ini di Tanah Papua," ucap Warinussy.

Tambah dia, pendekatan damai seharusnya juga diawali dengan keputusan politik pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Presiden Jokowi dengan untuk melakukan demiliterisasi di Tanah Papua. Ini syarat penting untuk memulai dialog damai di Tanah Papua. Aspek keamanan domestik hendaknya dikoordinasikan penuh oleh Polri dan pemerintah provinsi serta kabupaten/kota setempat. *