JAKARTA,wartaplus.com - "Sebagai anak Papua yang juga adalah bagian dari Pengurus Ikatan Alumni Universitas Cenderawasih (Uncen) Papua Se-Jawa Bali, saya sangat menyayangkan dan menyatakan sikap dan kecaman keras atas insiden penyerangan dan penganiayaan terhadap Sekjen Ikatan Alumni Uncen, Dr. Pieter Ell, S.H., M.H., yang adalah advokat dan kuasa hukum ahli waris lahan adat Djun Bin Balok terkait sengketa lahan yang dibangun Apartemen Sakura Garden City di Cipayung, Jakarta Timur pada hari Kamis, 2 Oktober 2025,"ujar Petrodes Mega Keliduan S.Sos, yang merupakan Pengurus Ikatan Alumni Universitas Cenderawasih (Uncen) Papua Se-Jawa Bali, Senin (6/10/2025) siang.
Penyerangan dan penganiayaan oleh sekelompok preman yang diduga kuat atas perintah pimpinan PT. SAYANA INTEGRA PROPERTY, adalah tindakan biadab, pengecut, dan merupakan perusakan terhadap supremasi hukum.
Kata dia, kami mengenal betul sosok Pieter Ell yang merupakan pengacara kondang dan prefesional baik di tingkat nasional di regional Papua.
Panutan
Beliau adalah sosok senior panutan kami, yang merupakan asset bangsa lulusan Universitas Cenderwasih Papua yang sangat kami hormati dan banggakan. apalagi posisi beliau saat ini sebagai sekjen IKA UNCEN (Ikatan Alumni Uncen). Beliau juga tercatat sebagai sosok advokat/pengacara yang peduli dan sering membela rakyat kecil.
"Kami mengutuk dan mengecam segala bentuk intimidasi dan kekerasan terhadap senior kami yang berstatus sbgai penegak hukum, yang sedang menjalankan tugas profesionalnya untuk membela hak-hak klien, dalam hal ini hak atas tanah adat yang sah secara hukum, yang mana kasus sengketa lahan antara ahli waris Djun Bin Balok dan PT. SAYANA INTEGRA PROPERTY bukanlah persoalan baru, melainkan sengketa kepemilikan lahan seluas 13 hektar yang telah melalui proses litigasi panjang. Lalu melibatkan lebih dari 13 kali persidangan di Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung. dan Hasil dari proses hukum tersebut telah mencapai status hukum tetap (inkracht van gewijsde) yang secara sah mengakui kepemilikan lahan tersebut adalah milik ahli waris Djun Bin Balok,"tandasnya.
Ditegaskannya, kami mendesak Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk segera mengusut tuntas insiden penganiayaan ini, tidak hanya menangkap para pelaku di lapangan, tetapi juga mengungkap dan memproses hukum otak di balik penyerangan, yang di duga kuat adalah pimpinan PT. SAYANA INTEGRA PROPERTY sebagai aktor intelektualnya.
"Dan yang perlu juga diingat bahwa Advokat wajib dilindungi dalam menjalankan profesinya sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Tindakan kekerasan ini merupakan bentuk penghinaan terhadap lembaga peradilan (contempt of court) karena secara terang-terangan menghalangi upaya pelaksanaan keadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Dan Advokat wajib dilindungi dalam menjalankan profesinya sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. oleh sebab itu kami juga menuntut perlindungan penuh bagi Dr. Pieter Ell dan ahli waris Djun Bin Balok,"ujarnya.
PT. SAYANA INTEGRA PROPERTY harus menghormati proses hukum dan putusan pengadilan yang telah menyatakan ahli waris sebagai pemilik sah lahan. Kami menyerukan agar perusahaan mengedepankan dialog dan penyelesaian sengketa secara beradab dan bermartabat, bukan dengan pengerahan premanisme.
Diungkapkan, secara hukum, tindakan pemukulan dan penganiayaan yang dialami oleh Dr. Pieter Ell merupakan tindak pidana murni. Perbuatan tersebut dapat dijerat dengan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penganiayaan dan pasal 170 KUHP tentang pengeoyokan.
Selain itu, jika terbukti bahwa penganiayaan dilakukan karena atau saat advokat sedang menjalankan tugasnya, pelaku dapat dikenakan sanksi tambahan sesuai Pasal 21 Undang-Undang Advokat, yang menjamin advokat tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, saat menjalankan profesinya dengan iktikad baik. Tindakan kekerasan ini jelas merupakan bentuk perlawanan terhadap proses hukum.
"Kami menyatakan solidaritas penuh kepada Dr. Pieter Ell dan siap mengambil langkah hukum yang ditempuh untuk menuntut keadilan. Kekerasan tidak boleh menjadi solusi dalam sengketa tanah di negara hukum,"tegasnya.*