Pertemuan Governors Climate and Forest, Gubernur Waterpauw: Masyarakat Adat Punya Hutan Harus Jadi tuan di Tanahnya Sendiri.

Penjabat Gubernur Papua Barat, Komjen.Pol (Purn.) Drs. Paulus Waterpauw, M.Si., saat jadi pembicara dalam Pertemuan Tahunan Governors Climate and Forest (GCF) Task Force yang ke-13, di Yucatan, Meksiko/Istimewa


MEKSIKO,wartaplus.com - Penjabat Gubernur Papua Barat, Komjen.Pol (Purn.) Drs. Paulus Waterpauw, M.Si., mengikuti Pertemuan Tahunan Governors Climate and Forest (GCF) Task Force yang ke-13, di Yucatan, Meksiko, yang dimulai Rabu (9/2/2023), waktu setempat.

Gugus Tugas GCF merupakan forum kolaborasi global yang terdiri dari gubernur di 38 provinsi atau negara bagian dari negara-negara di kawasan Amerika Utara, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Asia, Afrika, dan Eropa yang peduli pada iklim dan konservasi hutan tropis dunia.

Salah satu isu utama yang mengemuka dari Pertemuan Tahunan GCF Task Force adalah implementasi Manaus Action Plan (MAP) yang dicanangkan di Amazonas, Brazil, pada Maret 2022. MAP merupakan kesepakatan yang terdiri dari empat pilar aksi untuk melindungi hutan tropis dan promosi pembangunan berkelanjutan yang rendah emisi. Empat pilar aksi tersebut meliputi:
1. Manusia dan Komunitas.
2. Pengetahuan dan Teknologi.
3. Pendanaan dan Investasi.
4. Tata Kelola dan Kebijakan Publik.

Terkait implementasi dan sikap Pemprov Papua Barat terhadap Manaus Action Plan, Gubernur Waterpauw mengatakan,“Semangat Manaus Action Plan sebenarnya telah dilaksanakan dan sesuai dengan Deklarasi Manokwari 2018 yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Khusus atau Prdasus Nomor 10 Tahun 2019.”

Dikatakan Gubernur Waterpauw, fakta bahwa hutan Papua Barat memberi kontribusi besar pada keseimbangan iklim dunia, membuat posisi Papua Barat menjadi cukup sentral karena -di satu sisi, harus mempertimbangkan tropis hutan konservasi, di sisi lain menyesuaikan dengan pengembangan potensi sumber daya alam lokal sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan.

“Karena itu, Perdasus menitikberatkan pada peningkatan kapasitas dan kesejahteraan orang dan komunitas atau masyarakat hukum adat Orang Asli Papua,” tegas Gubernur Waterpauw.

“Masyarakat adat Papua Barat yang punya hutan harus menjadi tuan di tanahnya sendiri,” lanjutnya.

Saat ini tutupan hutan di Provinsi Papua Barat tercatat 5.557.560 Ha, turun dari sebelumnya 9.951.

“Hutan Papua Barat menjadi salah satu hutan yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, selain memiliki potensi besar pada tambang mineral dan migas,” kata Gubernur Waterpauw.

Agar tata kelola berjalan baik, maka lahirlah regulasi/aturan hukum yang mengatur pemanfaatan sumber daya alam, perlindungan masyarakat hukum adat, pembangunan berkelanjutan, pelestarian ekosistem esensial dan konservasi, penelitian dan inovasi, hingga ekonomi berbasis komoditas lokal. Gubernur Waterpauw mengatakan,"Tidak kurang dari enam regulasi daerah telah kami terbitkan terkait tata kelola dan kebijakan publik."

Tentu saja, apa yang dilakukan Pemprov Papua Barat membutuhkan dukungan pemerintah pusat dan masyarakat internasional. Hal ini terutama pada dukungan dana abadi yang mendukung pergerakan ekonomi lokal dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia maupun kelembagaan pengelola.

“Pengembangan ekonomi lokal yang berbasis potensi komoditi di masyarakat adalah kuncinya. Tanpa kesejahteraan masyarakat adat, mustahil dapat menahan laju deforestasi,” pungkas Gubernur Waterpauw. *