Penembakan di Papua, Yan Mandenas Pertanyakan Perlindungan Negara dan TNI untuk Rakyat

Anggota Komisi I DPR RI, Yan Mandenas S.Sos, M,Si/dok.jpnn.com

JAKARTAwartaplus.com - Kasus penembakan terhadap warga sipil terus saja berulang di bumi cenderawasih Papua. Terbaru, penembakan terhadap seorang mama Papua, di Kampung Mamba, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Selasa (09/11). 

Dilansir dari suarapapua.com, korban mengalami luka tembak di bagian pelipis dan di pinggang hingga tembus ke perut. Berdasarkan salah seorang saksi, ada dugaan bahwa penembakan ini dilakukan oknum Tentara Nasional Indonesia (TNI). 

Menanggapi terus berulangnya kasus penembakan terhadap warga sipil khsusunya di Intan Jaya, Yan P. Mandenas, anggota Komisi 1 DPR-RI, turut mengecam hal tersebut. 

“Jika benar penembakan itu dilakukan oknum TNI, maka ini menjadi bukti dari belum profesionalnya TNI dalam menangani persoalan keamanan di Papua," kata Yan dalam keterangan persnya, Rabu (10/11).

Anggota Fraksi Gerindra ini menyebut, begitu banyak warga sipil Papua menjadi korban. Masih tersimpan dalam ingatan kasus Pendeta Yeremia, Janius Bagau, dan anak-anak remaja Papua yang juga meninggal karena ditembak oknum TNI.

Sambungnya, bahkan dalam catatan Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia (PAHAM) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) (dalam jubi.co.id, 01/04/2021), sepanjang Januari hingga Desember 2020 terjadi 63 peristiwa kekerasan militer (TNI/Polri) yang mengakibatkan 304 warga sipil di Provinsi Papua maupun Papua Barat menjadi korban. 

Aparat Polri terlibat dalam kasus kekerasan paling banyak dengan 33 kasus, sedangkan aparat TNI terlibat dalam kasus kekerasan sebanyak 22 kasus. Aparat gabungan TNI-Polri terlibat dalam 8 kasus. 

Berkaca pada hal tersebut, anggota DPR-RI Dapil Papua ini mempertanyakan di mana perlindungan negara dan TNI terhadap rakyat. Kejadian penembakan ini tentu menggambarkan luputnya hal tersebut. Semboyan “Ksatria Pelindung Rakyat” yang menjadi nilai dalam tubuh TNI tampaknya kontradiktif dengan praktik-praktik yang terjadi di lapangan.

"Seharusnya dari konflik Papua yang sudah berlangsung lama ini, banyak hal yang sebenarnya bisa kita petik. Salah satunya adalah mengenai pendekatan dan respons negara terhadap penanganan konflik di Papua. Pendekatan militeristik yang dipilih sepertinya masih jauh dari kata berhasil, karena perlawanan pun nyatanya tetap ada bahkan terus berkembang," ungkap Yan

Ia menyayangkan konflik terus terjadi dan warga sipil selalu menjadi korban.

Atas itu, ia menekankan bahwa pemerintah dan TNI harus segera melakukan evaluasi kinerja dan pendekatan keamanan yang selama ini dilakukan di Papua. Mandenas mendorong pemerintah dan pihak terkait mengubah pendekatan menjadi lebih humanis, yang lebih mengedepankan aspek-aspek berlandaskan kemanusiaan dan kemartabatan. 

“Mendesak untuk pihak-pihak terkait segera mengambil langkah dan mengubah pendekatan untuk menghentikan kasus serupa terjadi, supaya tidak ada lagi warga sipil Papua yang menjadi korban dan meninggal secara sia-sia,” tegasnya.

Selain itu, internal TNI juga harus menindak dan memberi sanksi tegas oknum pelaku penembakan tersebut. Negara harus memastikan penegakan hukum berjalan adil dan transparan. “Indonesia ini adalah negara hukum. Maka itu, siapa pun yang melanggar hukum tentu harus ditindak, tidak bisa pandang bulu karena semua sama di depan hukum. Dan dalam kasus konflik Papua ini, penegakan hukum tidak hanya berlaku bagi mereka yang dianggap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), melainkan juga aparat TNI-Polri yang terbukti bersalah,” ucapnya.

Sebagai penutup, ia juga mendorong dilakukannya salah satu pendekatan humanis, yakni dialog antarpihak yang berkonflik. Ini bisa menjadi alternatif penyelesaian konflik Papua. Dialog damai, baginya, merupakan pintu masuk atau strategi penyelesaian dari siklus konflik yang terjadi Papua.**