Empat Hal yang Mempengaruhi Terjadinya Kemiskinan Ekstrem di Puncak Jaya

Bupati Puncak Jaya Dr. Yuni Wonda, S.Sos, S.IP, MM/dok.Humas Puncak Jaya

JAYAPURAwartaplus.com - Kabupaten Puncak Jaya menjadi salah satu dari lima Kabupaten di Papua yang masuk dalam prioritas penanggulangan kemiskinan ekstrem tahun 2021 oleh Pemerintah Pusat.

Empat kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Jayawijaya, Lanny Jaya, Mamberamo Tengah dan Deyai.

Penanggulangan kemiskinan ekstrem di Papua pada tahun 2021 tersebut, didasarkan bukan hanya pada kriteria persentase tingkat kemiskinan ekstrem, tetapi juga dikombinasikan dengan jumlah masyarakat miskin ekstrem di wilayah tersebut.  

Ukuran tingkat kemiskinan ekstrem yang digunakan mengacu pada definisi Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa Bangsa, yaitu sebesar 1,9 dolar AS PPP (purchasing power parity) per kapita per hari, di bawah ukuran tingkat kemiskinan umum yang digunakan BPS yaitu sebesar 2,5 US dolar PPP per kapita per hari.

BPS mencatat khusus untuk Puncak Jaya, tingkat kemiskinan 34,74 persen dengan jumlah penduduk miskin 46.070 jiwa. Sedangkan tingkat kemiskinan ekstrem 26,53 persen atau dengan jumlah penduduk miskin ekstrem 35.180 jiwa.

Bupati Puncak Jaya, Dr Yuni Wonda, S.Sos, SIP, MM membeberkan empat hal yang mempengaruhi terjadinya kemiskinan ekstrem di wilayahnya yaitu masalah Infrastruktur, Budaya, Hukum Adat dan gangguan KKB. 

"Gambaran umum kenapa Puncak Jaya bisa dikategorikan kemiskinan ekstrem, pertama, karena hampir seluruh Distrik belum tersambung infrastruktur ke kota Mulia (ibukota kabupaten Puncak Jaya). Ini yang membuat sehingga hasil pertanian masyarakat tidak bisa disalurkan untuk dijual keluar, sehingga pendapatan mereka pun sangat rendah dan ini masuk dalam kategori kemiskinan ekstrem," ungkap Bupati Yuni kepada wartawan di Jayapura, Senin (18/10). 

Kedua, lanjut Bupati, masih kentalnya budaya kasih masyarakat pegunungan. Dimana mereka hidup saling mengasihi, tolong menolong, selalu berkumpul menikmati jamuan makan bersama.

"Mereka itu tidak berpikir hasil pendapatan setiap hari berapa dari hasil kebun, tidak bisa punya perhitungan harus punya target penghasilan berapa. Hasil kebun mereka yang tidak bisa dijual ke kota, mereka saling berbagi kepada keluarga, teman, atau dimakan bersama," jelas Bupati yang didampingi Sekda Tumiran S.Sos, M.AP.

Lalu ketiga, karena masih berlakunya hukum adat seperti bayar denda adat sebagai solusi penyelesaian masalah yang terjadi di masyarakat. Ini pula yang menyebabkan pendapatan masyarakat habis untuk membayar denda yang jumlahnya cukup besar.

"Bahkan pemerintah harus turun tangan menyelesaikan persoalan adat baik itu masalah perkawinan ataupun pertikaian antar dua kelompok suku dengan membantu membayar denda adat," ungkapnya.

Keempat yaitu masalah gangguan keamanan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), ungkap Bupati Yuni, ini masih menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat. Meski selama masa kepemimpinannya gangguan keamanan cenderung menurun.

"Masyarakat bagaimana memirkan pendapatan, sementara keselamatan diri mereka sendiri terancam," terang Yuni.

Ia berpendapat untuk mengurangi tingkat kemiskinan di wilayah pegunungan Papua, salah satu caranya adalah pemerintah pusat harus memberikan penerbangan subsidi untuk menekan tingkat kemahalan harga barang, yang mana berimbas pada harga beli masyarakat.

"Nah dengan adanya penerbangan subsidi, kita bisa menurunkan (kemiskinan ekstrem) ini secara perlahan lahan. Sebenarnya ini menjadi tantangan buat kami pemerintah daerah untuk ke depan melakukan perubahan kebijakan, bagaimana kita keluar dari kemiskinan ektrem itu," tutup Bupati.**