Korupsi Senjata Strategis Dalam Era Globalisasi

Freddy Numberi /Istimewa

KORUPSI bukan hal baru. Korupsi mungkin salah satu profesi yang sudah membudaya lama dan dalam skala kecil. Dimasa Perang Dingin, untuk kepentingan nasional Uni Soviet adalah bagaimana Kuba dan negara-negara dunia ketiga secara strategis menjadi negara sosialis, sehingga Uni Soviet membagi-bagikan uang dalam bentuk hibah (baca : sebagai senjata strategi) maupun peralatan militer yang jumlah dolar miliar.

Di Era Globalisasi dewasa ini korupsi dilakukan dalam skala sangat besar dan dapat digunakan sebagai senjata strategi yang dimanfaatkan untuk bernegosiasi. Pengalaman empiris menunjukan bahwa negara-negara adidaya (AS, Rusia, China) di masa lampau dalam perang dingin banyak bermain pada “korupsi pegawai lebih” pada skala kecil.

Namun akhir-akhir ini korupsi sudah merajalela menjadi senjata strategis untuk bernegosiasi dalam rangka kepentingan nasional masing-masing negara. Beberapa tahun sebelumnya khususnya China dan Rusia telah memformulasikan dan mengubah korupsi yang semula hanya menjadi ciri sistem politik menjadi senjata dipanggung global.

Negara-negara didunia telah melakukan hal ini pada waktu lampau, tetapi tidak pernah dalam skala besar atau disebut sebagai senjata strategis. Hasilnya adalah perubahan yang halus namun signifikan dalam kancah perpolitikan internasional.

Contoh kekinian adalah pandemi virus corona covid-19 yang melanda dunia merupakan korupsi skala besar dalam permainan bisnis antara negara Amerika Serikat dengan negara China dengan menjual obat dalam bentuk vaksin dengan tujuan memperkaya farmasi-farmasi mereka dan mengorbankan masyarakat dunia. (Lionel Refson, The Covid Conspiracies, 2020)
Awalnya segala senjata yang bisa dijual sebagai “bargaining” dalam kaitan senjata strategis (baca:korupsi) ternyata merebak menjadi pandemi di seluruh dunia. (Judith Mikovits etal, Plague of Corruption, 2020)

Persaingan antar negara umumnya adalah ideologi, lingkup pengaruh dan kepentingan nasional gagal menyogok dimana dari satu jenis kebutuhan atau lainnya hanyalah suatu taktik.

Diantara sekian banyak taktik yang digunakan sogok menyogok  atau dalam bahasa Inggrisnya disebut “bribe” tersebut telah menjadi instrumen inti dari strategi nasional suatu negara kemudian dimanfaatkan untuk hasil negosiasi kebijakan tertentu dan untuk mengkondisikan  lingkungan politik yang lebih dinegara-negara sasaran.

Contohnya negara China dikawasan Pasifik untuk mendapatkan “ownership’ dari Laut China Selatan dengan dukungan dari negara-negara kawasan. Bantuan uang dalam bentuk apapun harus dibaca sebagai suatu senjata strategis karena ada kepentingan nasional.

Jadi, korupsi yang sebelumnya hanya berupa “korupsi birokrasi” telah bergeser dan berubah menjadi “korupsi strategis” sebagai instrumen dalam mencapai kepeningan-kepentingan nasional suatu bangsa.

Dengan demikian Indonesia perlu mewaspadai hal ini, terutama yang berkaitan dengan negara asing. Diharapkan bahwa rakyat sebagai pemilik negeri tercinta, melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), media cetak, atau media elektronik harus menyuarakan kepentingan nasional manakala korupsi strategi mulai menggurita di Indonesia.

Suatu kenyataan yang pasti adalah, para ”predator-predator” yang menjual obat-obatan dan alat kesehatan ke seluruh dunia menjadi kaya raya dimana COVID-19 adalah senjata strategi bagi mereka.

Oleh : Dubes Freddy Numberi
           Founder Numberi Center