Kisah-Kisah Mereka Yang Terjebak Corona

Bandara DEO Sorong mulai pekan depan membuka kembali Rute Jakarta - Sorong/Ola

SORONG,wartaplus.com - Dampak virus Corona atau yang lebih dikenal dengan sebutan Covid-19 atau C 19 dirasakan oleh semua pihak termasuk mereka yang terpaksa terjebak dengan sejumlah kebijakan selama pengendalian C19 di daerah yang melakukan karantina wilayah.

Seperti yang dialami lulusan Mesa Community College Arizona - Amerika Serikat, Nur Hayyu Supriatin yang terjebak hampir sebulan di Jakarta akibat kebijakan penutupan terminal kedatangan di Bandara Domine Eduard Osok (DEO) Kota Sorong.

Kepada wartaplus.com, Rabu (17/6) berikut Ayu sapaan akrabnya menceritakan kisahnya."Saya berangkat dari Phoenix, Arizona, USA tanggal 31 Mei dan tiba di Bandara Soekarno Hatta pada tanggal 3 Juni. Saat itu prosesnya cukup panjang yakni pemeriksaan berkas beserta hasil tes Negative Covid dari negara asal.

Alhamdulillah Saya sudah tes dari Arizona sehingga Saya bisa melakukan karantina mandiri di Jakarta atau melanjutkan perjalanan daerah untuk kemudian karantina mandiri di Rumah, di Sorong.

Saat itu Saya pikir Sorong sudah membuka akses penerbangan komersil per tanggal 6 Juni ternyata belum. Sehingga Saya harus stay di Jakarta sambil menunggu jadwal penerbangan. Sampai akhirnya Saya mendapatkan tiket dari program penyelenggara beasiswa, Fulbright Indonesia/AMINEF bahwa penerbangan saya dijadwalkan pada tanggal 17 Juni.

Wah, saat itu Saya sedih auto nangis karena otomatis saya harus stay lama di Hotel, sendiri, dan kembali melakukan tes covid.

Selama di hotel Saya mencoba untuk dealing (berurusan red.) dengan perasaan Saya. Struggling (berjuang red.) karena harus menghadapi reverse culture shock (adaptasi kembali budaya Indonesia red.)

Pertama soal waktu, di Arizona -16 jam dari Waktu Indonesia Timur, ditambah kami sudah terbiasa dengan USA yang bersih, tidak berdebu, diutamakannya pejalan kaki, saling sapa dan senyum saat bertemu, iklim, dan juga makanan. Jadi Saya seperti orang linglung karena ini benar-benar berbeda dan Saya harus dealing dengan semua ini, sendiri. Sebab teman-teman dari daerah lain seperti Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku dan Sumatera bisa langsung balik ke daerah mereka.

Makin hari Saya mencoba untuk lebih kuat menjauhkan elektronik karena tidak sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bertanya Kapan pulang? dan pernyataan seperti Jangan lupa karantina! Kamu dari US berarti harus karantina Dengan Benar. Yang mana kita sudah tahu itu.

Dari sini Saya jadi lebih parno habis sentuh apapun saya langsung cuci tangan, ada yang bersin, batuk di sekitar Saya langsung mandi dan ganti Baju. Pas teggorokan sakit Saya jadi panic padahal gara-gara tidak cocok air minum.

Dan sekarang Saya harus stay di Jakarta hingga tanggal 24 Juni. Wow!  “Jujur sangat sedih dan kecewa. Kami study, diluar negeri selalu mengenalkan budaya Papua Barat. Kami bangga jadi anak Papua, Indonesia. Eh Sekarang seperti ini, kami mau balik ke rumah sendiri saja susah sekali, padahal kami sudah punya surat lengkap dari program beasiswa, dokter, dan KJRI di USA," tutur Ayu panjang lebar.

Ia pun berharap agar kedepannya, pemerintah harus membuat peraturan yang  lebih berpihak pada rakyat, tidak terkesan menyulitkan, dan jelas. "Saya masih beruntung karena program penyelenggara beasiswa Saya memberi akomodasi dan mengganti biaya tes covid di Jakarta. Bagaimana dengan pelajar regular. Pasti mereka sangat kesulitan dalam kondisi saat ini. Karena jujur harga makanan dan transportasi semua naik," sesalnya.

Ia pun berpesan, dimasa new normal agar warga masyarakat senantiasa belajar dari negara-negara Eropa yang angka kasusnya semakin tinggi akibat acuhnya warga.

"Dan untuk teman- semua dengan diterapkannya new normal mari kita tetap jaga dan lindungi diri kita untuk kebaikan bersama. Karena pegalaman di Arizona pemerintah menerapkan new normal pada 15 Mei dan diakhir Mei jumlah kasus melonjak sampai 50% dikarenakan sebagian besar warga tidak menerapkan social distancing dan enggan menggunakan masker dikeramaian. Jadi mari sama-sama kita jaga diri, biasakan pola hidup sehat, untuk diri kita, untuk keluarga, teman, dan orang sekitar,"pesannya.

Foto: Syarat pengurusan Surat Ijin Keluar Masuk Kota Sorong/Ola

Pernikahan Penuh Tangisan

Terjebak Corona juga dialami Nur Melisa, Ibu tiga orang anak ini terpaksa menyimpan rasa kebahagiaan dan kesedihan sekaligus. Ia harus menerima kenyataan tidak dapat menghadiri pernikahan putri sulungnya akibat terjebak di Kota Surabaya.

"Saya waktu itu sekitar bulan Januari pergi ke Surabaya buat berobat. Sekitar awal April, Saya mau balik ke Sorong karena pengobatan sudah selesai, tapi ada kebijakan penutupan Bandara DEO Sorong, jadinya Saya membatalkan dan memiminta jadwal ulang penerbangan. Saya ke travel yang Saya pesan. Hampir 1 bulan Saya mencari jadwal kapan Bandara DEO dibuka, karena rencananya habis Lebaran, putri pertama Saya akan menikah. Berharap penutupan Bandara tidak terlalu lama dan optimis akan segera dibuka, pihak keluarga Saya dan pihak keluarga laki-laki sepakat menjadwalkan pernikahan anak kami awal Juni. Meski ditengah corona, pernikahan adalah ibadah yang tidak bisa ditunda. Meski sederhana, pernikahan itu sangat perlu dan penting. Sayangnya mendekati hari H, Saya belum juga dapat tiket dan belum ada kabarnya bandara dibuka untuk kedatangan. Hingga akhirnya pernikahan anak Saya, dilangsungkan tanpa kehadiran Saya, dan hanya menyaksikan  melalui video call. Saya bisa menyaksikan pernikahan putri pertama Saya sambil berlinang air mata. Ada rasa bahagia dan sedih sekaligus. Mau memeluk dan mencium anak Saya terakhir kalinya, sebelum menjadi istri pun tidak bisa. Tapi semuanya harus ikhlas, ini sudah ditakdirkan Allah. Kami hanya bisa menerimanya. Saya tidak tahu sampai kapan bisa bertemu keluarga Saya lagi di Sorong. Karena penerbangan dari Surabaya ke Sorong belum dibuka. Saya harap, pemerintah bisa segera membuka akses penerbangan dari Surabaya ke Sorong," urai Melisa.

Rapat dan Bertemu Secara Online

Pengalaman terjebak Corona juga dialami Branch Manager Telkomsel Sorong, Rully Biantoro. Melalui pesan WhatsApp ia mengisahkan saat terjebak pandemic C19 ini.

"Tepatnya tanggal 17 maret 2020 Saya berangkat keluar dari Kota Sorong mengunjungi keluarga di Makassar dan bertepatan dengan itu beberapa hari kemudian kantor Saya menerapkan Work Form Home dan setelahnya Kota Sorong memberlakukan penutupan bandara sehingga maskapai penerbangan tidak bisa masuk dan keluar dari bandara Deo Sorong. Hampir sekitar 2.5 bulan Saya di Makassar dan tidak bisa balik ke Sorong, ada perasaan senang bisa berkumpul bersama keluarga dan bisa melakukan hal-hal positif, antara lain banyak waktu buat belajar hal-hal baru melalui internet dan bisa membantu anak untuk belajar melalui media online,”ujranya.

Diungkapkannya, dampak kurang baiknya dari sisi pekerjaan yang harus dipantau melalui media online setiap pagi dan sore hari, selain itu intens dan banyak waktu digunakan untuk video conference dan koordinasi menggunakan WhatApp group seharian.

“Namun dengan kondisi ini ada beberapa hal yang banyak merubah pekerjaan yaitu bersama dengan teman-teman mitra outlet rutin berjumpa melalui media online yang biasanya kami kunjungi rutin di lapangan. Selain itu berdampak juga pada pembangunan Tower BTS karena terhambatnya material dan team yg datang untuk melakukan pembangunan Tower tersebut," urai pria berkacamata ini.

Ia berharap kepada kepala daerah untuk membuka akses penerbangan dari berbagai kota bisa diakomodir tidak hanya dari Jakarta saja, namun tetap dengan protokol kesehatan yang ketat, sehingga perekonomian Sorong bisa berjalan lebih baik lagi.

Melayani Negeri

Menanggapi tantangan terkait kebijakan selama masa pandemic Covid-19 dan menuju new normal, Direktur Utama Telkomsel Setyanto Hantoro dalam rilisnya beberapa waktu lalu mengatakan, Selama 25 tahun, Telkomsel selalu hadir membantu masyarakat untuk mengubah tantangan menjadi peluang, serta beradaptasi dengan berbagai cara baru dalam menjalani setiap fase perkembangan kehidupan.

Dalam setiap fase kehidupan yang dilalui Telkomsel bersama masyarakat selama 25 tahun ini, berbagai tantangan telah dihadapi untuk membuka peluang baru yang berpengaruh pada perkembangan hidup bangsa. Perubahan ini mendorong Telkomsel untuk terus bergerak maju tak hanya dalam mengembangkan kemampuan sebagai penyedia konektivitas, namun juga penyedia layanan yang dapat menguatkan socio-culture masyarakat dalam beradaptasi dan mengadopsi “the new way of doing things” sehingga menjadi tatanan “the new normal” di setiap fase kehidupan bangsa Indonesia.

 Berbekal infrastruktur jaringan terdepan tersebut, Telkomsel sebagai leading digital telco company terus melangkah dengan mengembangkan berbagai Layanan Digital untuk mengakselerasi ekosistem digital yang dapat memberdayakan masyarakat. Keseriusan upaya Telkomsel ini tercermin dari performa Layanan Digital yang meningkat tajam sebesar 31,2% (Year of the Year).

Ditambah semakin beragamnya pilihan produk dan layanan berbasis broadband yang disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan, yang akan menunjang aktivitas digital masyarakat dalam keseharian.*