Surat Natal Uskup Jayapura: Dia Menjadi Saudara Kita Agar Kita Menjadi Saura Yang Lain

Uskup Jayapura Leo Laba Ladjar, OFM /Istimewa

JAYAPURA-Saudara-saudari yang terkasih. Kita memasuki masa Adven dengan nyanyian rindu: Datanglah, datanglah, Emanuel. Dan kemudian kita masuk dalam sukacita Natal dengan nyanyian malaikat-malaikat: Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi, dan damai- sejahtera di bumi di antara manusia yang padanya Allah berkenan.

Bersama para malaikat kita menengadahkan muka ke atas dan memuliakan Allah dan bersama mereka pula kita mengarahkan pandangan kepada sesama dan merayakan damai-sejahtera yang dianugerahkan-Nya bagi kita.

“Damai sejahtera dan Hari Natal tidak terpisahkan. Kelahiran Putera Allah yang mahatinggi adalah peristiwa terpasangnya jembatan emas yang menghubungkan Allah dan manusia, dan merubuhkan tembok perseteruan antar-manusia, Antara suku dan bangsa. Karena itu kita merayakan Natal dengan berbagai ungkapan sukacita. Sukacita sejati yang harus diiringi dengan usaha kita untuk membangun damai dan persaudaraan dengan sesama manusia dan dengan semua makhluk Tuhan, “ujar Uskup Jayapura Uskup Leo Laba Ladjar OFM dalam rilisnya yang diterima Wartaplus.com, Rabu pagi

Rapuh

Dikatakannya, dalam tahun 2019 ini kita mengalami berbagai peristiwa tingkat daerah maupun nasional yang tidak membawa-serta sukacita tetapi menggoyahkan damai-sejahtera. Kita menyaksikan dalam berbagai kejadian betapa damai begitu rapuh.

“Dalam peristiwa politik pemilihan umum, kita menyaksikan bagaimana orang mengejar kekuasaan dengan cara menyebarkan kebohongan dan ujaran kebencian yang merusakkan suasana yang damai dan aman dalam masyarakat. Kekerasan fisik terhadap manusia dan harta miliknya menciptakan ketakutan, kecemasan dan saling curiga dalam masyarakat. Sikap serta perlakuan diskriminatif dan ujaran yang merendahkan martabat seseorang mencederai damai dan melahirkan berbagai aksi konflik dan permusuhan. Dalam suasana itu kita menyambut dan merayakan Natal. Bagaimana kita mempersiapkan hati agar dapat memuliakan Allah yang mahatinggi dengan hati yang riang, dan merayakan damai-sejahtera dengan sukacita? Pandanglah ke kandang Betlehem. Renungkanlah Bayi mungil itu yang dibaringkan di palungan, tempat makan hewan ternak. Dia Anak Allah yang Mahatinggi meskipun lemah dan rapuh dalam segalanya. Dia menanggalkan segala kekuatan dan kemuliaan-Nya sebagai Anak Allah dan menjadi anak manusia yang biasa seperti kita. Kerendahan-Nya yang mulai di kandang Betlehem itu berlanjut terus sampai wafat, ya sampai wafat di salib bagaikan penjahat yang tidak bisa membela diri, “kata Uskup.

Diungkapkannya, karena kerendahan-Nya itulah Dia ditinggikan oleh Allah dan dijadikan pembawa damai-sejahtera. Ia menjadi jembatan yang kembali menghubungkan Allah dan manusia dan Ia menghimpun orang-orang dari semua suku etnis dan ras manapun untuk membangun satu keluarga baru, keluarga Allah sendiri yang hidup dalam kasih persaudaraan satu terhadap yang lain.

Kandang Betlehem dan Bayi ilahi di palungan memberikan pesan ini untuk kita: sukacita Natal dan damai-sejahtera yang sejati hanya bisa lahir dari hati yang rendah. Sebaliknya, hati yang tinggi akan melahirkan tegangan, persaingan dan konflik.

Hati yang rendah mampu melihat yang baik dalam diri orang lain dan menghargai orang lain biarpun berbeda dalam budaya dan dalam tampilan fisiknya. Sebaliknya, hati yang tinggi memandang rendah yang lain, malah dengan perilaku dan ujaran yang kasar ia mendiskriminasikan yang lain.

Kerendahan membuat kita bisa bersahabat dengan orang beragama lain karena kita mampu melihat unsur-unsur yang benar dan baik di dalam agama yang lain. Sebaliknya, arogansi keagamaan melahirkan fanatisme yang menganggap diri sendiri yang benar dan yang lain salah maka harus diperangi. Dari hati yang rendah, terbersitlah senyum ramah dan terulurlah tangan untuk menyampaikan salam persaudaraan bagi siapapun. Sebaliknya, hati yang congkak menebar kebenciandan membenturkan kelompok yang satu dengan yang lain, agar dari kerusuhan dan kehancuran orang lain, dia meraih untung bagi dirinya sendiri.

Dari kandang Betlehem kita bisa belajar menjadi kecil dan rendah dengan merayakan perendahan diri Putera Allah. Ia menjadi manusia seperti kita dan saudara bagi setiap manusia. Hendaknya kita merayakan kehadiran-Nya di tengah kita dalam ibadat liturgis dan dalam keluarga. Juga dalam pertemuan KBG, hendaknya keluarga-keluarga kita merayakan Natal bersama dan bersama-sama memuliakan Allah dan saling memberi salam sebagai saudara. Anak-anak harus yang pertama mendapat perhatian kasih sayang.

“Keluarga-keluarga hendaknya berbagi kekayaan rohani dan jasmani dengan hati yang tulus, tidak berebut posisi dan gengsi dalam pertemuan KBG, melainkan saling mendahului dalam menyampaikan damai-sejahtera dan salam persaudaraan. Dalam semangat itu kita semua bisa bernyanyi bersama para malaekat: Kemuliaan bagi Allah yang mahatinggi dan damai-sejahtera bagi orang yang padanya Allah berkenan,”kata Uskup Leo. *

Kepada semuanya, anak-anak dan keluarga-keluarga, saya menyampaikan selamat Natal dan Tahun Baru. Sukacita Natal dan Damai sejahtera dari Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus menyertai kamu semuanya. “Marilah kita memasuki tahun yang baru dengan terus berjalan bersama dalam kasih dan kerendahan Allah.8