Bonepai: Wibawa Lembaga MRP Papua Barat Dipertanyakan

Marinus Bonepai, salah satu tokoh politik Papua Barat/Albert

MANOKWARI- Anggota Panitia seleksi (Pansel) untuk tahapan seleksi calon anggota DPR Papua Barat melalui mekanisme pengangkatan jalur otonomi khusus resmi dilantik oleh Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan pada 1 November 2019, di Manokwari.

Selanjutnya Pansel ini harus bekerja keras untuk melakukan seleksi terhadap 11 calon anggota DPR Papua Barat melalui mekanisme pengangkatan. 

Satu anggota dari utusan Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat, kini menjadi polemik publik. Pasalnya didalam Perdasus Nomor 4 Tahun 2019 tidak menyebutkan lembaga MRP-PB menjadi anggota Pansel, melainkan harus mengutus masyarakat adat atau tokoh adat asli Papua.

Menurut informasi dari lembaga DPR Papua Barat selaku pembuat dan penyusun undang-undang daerah Papua Barat tidak ada Pasal di dalam perdasus yang memberikan ruang kepada MRP-PB sebagai anggota Pansel.

Salah satu tokoh muda dari pimpinan partai Perindo Papua Barat, Marinus Bonepai menegaskan bahwa Pansel bukan dari lembaga pemerintah, sebab harus murni dari utusan masyarakat adat.

Lalu ketika MRP menjadi anggota Pansel, maka perlu dipertanyakan dimana sisi aturannya. Padahal MRP diangkat melalui adat, lalu sekarang MRP masuk sebagai bagian dari pansel.

"Ketika anggota atau pimpinan MRP mengambil bagian sebagai Pansel, maka sangat salah karena wibawa pemerintah Provinsi Papua Barat sudah mengintervensi independensi dari anggota Pansel" kata Marinus Bonepai dibalik telepon, Minggu (3/11).

Untuk itu, Bonepai minta agar segera evaluasi anggota Pansel yang sudah terbentuk dan dilantik oleh gubernur saat ini, sehingga anggota DPR Papua Barat melalui Otsus harus maksimal

"Jangan karena adanya dendam khusus sehingga mengorbankan kepentingan rakyat nantinya di lembaga legislatif," ucapnya

Menurutnya bahwa MRP harusnya menjadi bagian yang mengawasi jalannya seleksi itu, namun ketika pimpinan MRP masuk sebagai Pansel, maka ini keliru sekali.

Dia berpendapat bahwa ini tidak tepat, padahal MRP bisa menunjuk tokoh adat lainnya seperti Anike TH Sabami mantan pimpinan MRP sebelumnya, kalaupun utusan tokoh adat yang sebelumnya menunjuk bapak Obeth Ayok, namun karena kesehatan terganggu.

Nama tokoh lainnya adalah Vitalis Yumte, kenapa harus sampai MRP bisa terlibat secara langsung, artinya ini sangat keliru. Oleh sebab itu, jauhkan dendam terselubung dalam tahapan ini. 

Salah satu calon anggota DPR Papua Barat melalui mekanisme jalur pengangkatan otsus, Yan Anthon Yoteni yang juga adalah ketua Komisi A DPR PB saat menggodok Perdasus selama 4 tahun berjalan, mengaku sangat heran dan terkejut atas sistem yang terjadi saat ini.

"Saya tidak bermaksud mengintervensi pelantikan anggota Pansel oleh Gubernur, namun mempertanyakan pasal dan ayat didalam Perdasus itu yang sudah lari dari koridor yang sudah ditetapkan oleh legislatif dan eksekutif yang kini sudah menjadi perundang undangan daerah khusus Papua Barat saat ini," herannya

Sebelumnya Ketua MRP-PB Maxsi Nelson Ahoren menyatakan bahwa MRP telah melakukan pleno lembaga dan menetapkan satu anggota Pansel dari MRP-PB dan kesepakatan lembaga menunjuk dirinya sebagai anggota Pansel. Menurutnya, tidak ada didalam undang-undang otsus yang melarang hal tersebut. 

"Padahal sesuai fakta bahwa didalam UU Otsus bukan mengatur tentang perekrutan anggota DPR melalui mekanisme pengangkatan, melainkan dirujuk pada Perdasus yang sudah dibuat eksekutif dan legislatif berdasarkan perintah UU Nomor 21 tahun 2001 dan perintah putusan MK tentang adanya anggota DPR jalur Otsus," ungkapnya.**