Tokoh Papua Ulas Masalah Papua Dalam Sejarah Pendidikan

Arius Mofu/Alberth

MANOKWARI - Tokoh Papua bidang tradisional pemuda Byak di Manokwari Provinsi Papua Barat, Arius Mofu mengulas masalah Papua. Tentang bagaimana berbicara tentang Papua dalam konteks pendidikan, tentu saja memiliki sejarahnya.

Menurut Arius Mofu tentang sejarah tentang pemerintahan Belanda terhadap Indonesia masih membekas di tanah Papua pada saat Indonesia masih dijajah oleh kolonial Belanda.

Kemudian dalam sejarahnya itu, Papua diklaim oleh Indonesia bagian dari penjajahan Belanda saat itu. Hanya dalam sejarahnya saja yang dianggap hal yang wajar dan sah-sah saja. Sementara diwajah tataran pemerintahan Belanda sejak itu berjalan dengan baik, aman dan cepat.

Kemudian sejarah dicatat masuklah Indonesia dan mempengaruhi tokoh pejuang Papua sejak kala itu, seperti Silas Papare, Inden, dan tokoh pejuang Papua lainnya, maka muncullah konflik yang masih dianggap biasa-biasa saja pada saat itu.

Namun, sejarah kemudian berlanjut hingga tahun 1950-an kemudian muncullah lagi tokoh Papua yang berjuang agar Papua harus bangkit kembali menjadi satu negara. 

Satu lagi masalah muncul muncul menciptakan bendera bercorak bintang kejora yang belum memahami sejarahnya. Pasti orang banyak akan bertanya siapa yang membuat bendera bercorak bintang kejora itu?

Untuk itu, sejarah buat bendera bercorak bintang kejora harus dibuka untuk masyarakat Papua agar bisa dibuka untuk sejarah di tanah Papua. 

Menurut dia, pada saat itu negara Indonesia tidak duduk diam tetapi terus membangun komunikasi antar negara dengan pihak terkait di luar Negeri.

Salah satu negara di Amerika yang ada di Inggris Yang mendukung masyarakat Papua, maka pada tahun 1969 waktu yang akan dibukalah dalam sidang Pepera, namun bukan solusi selesaikan Papua, akan tetapi menimbulkan masalah baru.

"Kondisi itu terletak perpecahan dan ada yang terletak di antara referendum atau tetap di NKRI. Kemudian diputuskan suara terbanyak dari beberapa elemen orang Papua yang mengatas-namakan orang Papua untuk bergabung dengan Indonesia dalam sejarah Pepera" ucap Mofu kepada wartaplus.com, Senin (9/9) ).

Dengan menghadapi Pepera saat itu, sulit muncullah kondisi Papua di NKRI sampe sekarang ini. Berkaitan dengan Papua bergabung dengan NKRI seperti saat ini tidak diterima orang Papua, tetapi dalam kesekian tahun ini pembangunan di tanah Papua terus berjalan dengan baik.

Akan tetapi, menurut Mofu, muncul berbagai aspek baru terhadap orang Papua sendiri, misalnya saja masalah keadilan, pemerataan, dan pemberdayaan masih jauh dari harapan orang Papua. 

Dengan demikian, muncullah stikma yang membuat sampe orang Papua menerima penduduk dari sekian warga Indonesia yang terabaikan oleh negara dan dikategorikan sebagai rakyat miskin. 

Resisme

Kaitan dengan masalah baru pada rasisme beberapa waktu yang lalu di Surabaya dan Malang, Jawa Timur melawan menambah konflik di Papua pada 19 Agustus lalu.

Akan tetapi, sebagai mantan ketua pemuda pelajar dan pelajar Papua di Malang pada tahun 1980-an, Mofu mengerti terus masalah di Malang. Sementara waktu itu orang Papua masih diremehkan di tanah Jawa pada umumnya. 

Padahal, kata rasisme ini sudah diucap sejak lama. "Jadi kata ocehan rasisme itu muncul juga kompilasi tim Persipura, Perseman dan tim sepak bola di tanah Papua bertanding jauh. Diharapkan jika bertanding di tanah Jawa pasti muncul kata-kata laut dari suporter di sana" ungkap Mofu saat masa lalunya di Malang pada tahun 1980-an .

Dia mengatakan, muncul masalah besar terhadap orang Papua pada tahun 2000-an, sebagian besar untuk pelajar di pulau Jawa, sebagian besar anak-anak Papua diintimidasi, namun tidak pernah dilakukan hukum dan dibiarkan dibiarkan.

Akan tetapi sebaliknya ini muncul kata-kata rasisme untuk orang Papua pada umumnya, sehingga negara baru kaget dan mulai melakukan penegakan hukum.

Terkait masalah samudera dan fitnahan di tanah Jawa sudah lama dan sengaja untuk perbaikan, namun saat ini masalah itu terbebas dan menjadi perbincangan negara saat ini. 

Demo dengan masalah pada 19 Agustus lalu di tanah Papua, khususnya di Manokwari tentu saja itu adalah luapan, orang Papua yang terpendam sejak lama.

Dengan demikian, negara harus memperbolehkan hubungan Papua dengan yang baik dan tidak disetujui Kesatuan Bangsa ini, maka bisa saja ada yang gagal pecah.

Kekerasan Bukan Solusi 

Untuk itu ia minta kontribusi kepada gubernur Papua, gubernur Papua Barat, para bupati, dan wali kota se tanah Papua memberikan peluang besar kepada orang Papua untuk mendapat pekerjaan di birokrat.

Kehadiran otsus di Papua mengatasi masalah baru di tanah Papua pada tahun 2021 bagi orang asli Papua. Oleh sebab itu, saran Mofu, harus negara jujur ​​dalam mengelola dana otsus dimata Tuhan dan masyarakat yang telah menjadi korban karena konflik Papua.

Menurutnya, dana otsus ini dinikmati oleh orang-orang yang bukan pejuang Papua. Sementara orang Papua yang disiksa dan menjadi korban menjadi penonton.

"Jadi selaku Ketua Umum Komite Pemuda Intelektual Suku Besar Biak, saya minta kepada pemerintah agar jangan sampe gagal Paham dengan masalah yang saat ini masyarakat hadapi" kata Mofu. Lebih lanjut,  ia minta pemerintah Pusat agar dan diskusi langsung ke rakyat Papua paling bawah.*