Gubernur Berikan Kami Waktu Bertemu

Korban PHK Freeport Tuntut Kejelasan Nasib

Mantan pekerja PT Freeport Indonesia/Cholid

JAYAPURA-Sekitar 8.300 karyawan PT Freeport Indonesia dan berbagai perusahaan subkontraktor menuntut pemerintah mengambil tindakan tegas. Pasalnya, para pekerja mendapat perlakuan sepihak dari PT Freeport. Itu setelah aksi mogok kerja (moker) berbuah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada 2017 lalu.

Koordinator mogok kerja (Moker) Papua Aris Wakum mengatakan selama dua tahun 8.300 karyawan permanen Freeport dan perusahaan subkontraktor terus berjuang. Mengadukan nasib ke sejumlah pemangku kepentingan baik Kabupaten Mimika, Provinsi Papua hingga pemerintah pusat di Jakarta. 

"Sejak Mei 2017, kami karyawan permanen PT Freeport Indonesia dan perusahaan subkontraktor menuntut keadilan atas tindakan sepihak perusahaan. Tindakan kami berdasar aturan. Namun tidak ada hasil yang didapat,"ungkapnya ketika di temui di Jayapura, Kamis (26/7) malam.

Ia menjelaskan saat ini para moker yang berada di Timika, Biak, dan  Jayapura telah berkumpul di pasar mama Papua untuk ditempati sementara, sampai ada tanggapan pemerintah terkait nasib para moker.

Kata Aris, saat ini pihaknya berharap difasilitasi  agar bertemu dengan gubernur Papua Lukas Enembe guna menyampaikan secara langsung apa yang dirasakan dan di hadapi para Moker PTFI selama dua tahun belakangan ini.

"Kami saat ini hanya minta bisa bertemu dengan Gubernur Papua Lukas Enembe walau hanya sebentar saja, kemana lagi kami mengadukan nasi kami," ungkapnya

Sementara itu Koordinator Moker perwakilan Mimika, Julius Mairihu menerangkan menyusul rekomendasi pengawas ketenagakerjaan Disnaker Papua, Manajemen PT Freeport telah diberi kesempatan selama tujuh hari untuk melakukan klarifikasi. Namun, hingga kini data-data terkait permasalahan ketenagakerjaan itu tidak kunjung diserahkan Freeport.

Berdasar itu, Gubernur Lukas Enembe telah mengeluarkan surat keputusan (SK) berisi tiga poin yaitu memerintahkan manajemen PT Freeport dan perusahaan subkontraktor segera membayar upah dan hak-hak seluruh karyawan pelaku moker sebagaimana termuat dalam buku Perjanjian Kerja Bersama/PKB 2015-2017 dan Pedoman Hubungan Industrial (PHI).

Freeport juga diminta segera mempekerjakan kembali seluruh karyawan pelaku moker dan dilarang melakukan rekrutmen karyawan baru sebelum permasalahan ketenagakerjaan itu tuntas. Tidak ada lagi negosiasi dengan manajemen Freeport terkait permasalahan karyawan tersebut.

”Korban sudah terlalu banyak. Sudah ada 41 orang karyawan pelaku moker meninggal dan akses karyawan untuk mendapatkan fasilitas BPJS Kesehatan sudah diblokir perusahaan,” tegasnya.

Ia menambahkan, sikap tegas Gubernur Lukas Enembe terhadap permasalahan karyawan moker Freeport lantaran terdorong rasa kepedulian kemanusiaan.

Maklum, selama lebih dua tahun, 8.300 karyawan moker tidak menemukan solusi terbaik atas permasalahan yang mereka hadapi.

”Gubernur tidak menginginkan ada pengangguran di Papua, apalagi kalau yang menganggur itu anak-anak asli Papua. Jumlah 8.300 itu tidak sedikit, belum terhitung isteri, anak-anak, dan keluarga. Keputusan manajemen Freeport memberhentikan pekerja sama saja dengan membunuh secara tidak langsung,"seru Markus.

Senada pun juga disampaikan Koordinator koalisi buruh mahasiswa dan rakyat Papua, Markus, menerangkan pihaknya berharap semua aspirasi yang disampaikan dapat direspon oleh para pemangku kepentingan, baik itu pemerintah.

"Kami telah melakukan aksi demonstrasi sebanyak dua kali, tapi jawab hanya begitu saya. Kami harap dapat bertemu dengan Gubernur, selain itu kamu juga harap para legislator dapat menyuarakan apa yang kami sampaikan," harapnya.

Markus menghimbau kepada seluruh Moker yang ada di Papua untuk rapatkan barisan guna menggelar aksi demonstrasi besar-besaran yang nantinya akan di laksanakan dalam waktu dekat.

"Kami akan lakukan aksi Minggu depan terkait balasan PTFI terkait surat edaran Gubernur Papua," ucapnya

Di tempat yang sama, Panji agung Mangkunegoro aktifis Papua berharap, apa yang disampaikan dan dirasakan oleh para karyawan PTFI yang di PHK dapat di perhatikan, pasalnya selama dua tahun setelah pemutusan kontrak kerja, nasib mereka cukup memprihatinkan.

"Masalah ini sudah harus menjadi perhatian serius semua pihak, ini bukan hanya  masalah nasib mereka sendiri melainkan keluarga dan anak-anak mereka bahkan harkat martabat kami di Papua, ini bukan keadilan yang harus didapatkan bagi mereka. Saya harap kita semua harus bergandengan tangan bantu 8300 para moker yang ada, apalagi saat ini mereka berkumpul di pasar mama Papua," tegasnya. *