Begini Upaya WWF Indonesia Mencari Potensi Pendanaan Pembangunan Hijau

Ilustrasi/google

JAYAPURA - WWF Indonesia bersama Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan memfasilitasi pelatihan Penandaan Anggaran Hijau (Green Budget Planning Tagging) menuju perwujudan Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE), sebagai kondisi pemungkin dalam mencari potensi pendanaan pembangunan hijau melalui skema Green Climate Fund (GCF).

Pelatihan yang digelar di Hotel Horison Jayapura mulai tanggal 18-20 Maret 2019 ini diikuti oleh perwakilan dari dinas terkait di lingkungan pemerintah provinsi Papua sebanyak 36 orang, serta perwakilan dari Bappeda di beberapa kabupaten dan beberapa Civil Society Organization (CSO) di Jayapura.

Ade Sangadji, Conservation Learning Center Manager WWF-Indonesia Program Papua mengatakan, target  penurunan emisi gas rumah kaca seperti disebutkan dalam Indonesia’s Intended Nationally Determined Contribution (INDC) menyebutkan komitmen pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi sebanyak 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan bantuan internasional di tahun 2030. Ini merupakan target baru yang berakar dari Rencana Aksi Nasional penurunan Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) sebagaimana diatur dalam Perpres 26/2011.

"Dalam upaya pemenuhan target INDC untuk mengurangi emisi, pemerintah pusat telah mengalokasikan anggaran untuk pembiayaan proyek/program perubahan iklim namun masih belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan pendanaan iklim," ujarnya dalam rilis yang diterima, Senin (18/3).

Lanjutnya, walaupun berdasarkan data BKF, sejak tahun 2016 anggaran pemerintah pusat untuk proyek/program perubahan iklim meningkat mulai dari 3,5% terhadap APBN 2016 menjadi 3,9 % untuk APBN 2017 dan terakhir 5,4% terhadap APBN 2018, namun jumlah tersebut belumlah cukup.

Oleh karena itu, pendanaan alternatif dibutuhkan terutama yang bersumber dari pendanaan global dan sektor swasta. Green Climate Fund (GCF) merupakan entitas pelaksana dari mekanisme keuangan Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), dan secara khusus dibentuk untuk memberikan dukungan keuangan sehingga negara-negara berkembang seperti Indonesia dapat mencapai target pengurangan emisinya.

"Di setiap negara berkembang anggota GCF, terdapat National Designated Authority (NDA) sebagai saluran komunikasi utama antara negara dan GCF," terangnya.

Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan adalah NDA di Indonesia. Untuk dapat mengoptimalkan pendanaan dari GCF untuk Indonesia, Indonesia perlu memiliki daftar proyek iklim (project pipeline) yang cukup yang sesuai dengan prioritas nasional dan telah melalui studi pemetaan pendanaan iklim di Indonesia.

Karena sebagian besar proyek dirancang dan/atau dilaksanakan di tingkat lokal/sub nasional, maka NDA perlu menyebarluaskan informasi mengenai GCF kepada para pemangku kepentingan di daerah melalui serangkaian lokakarya agar daerah dapat mengakses sumber pendanaan alternatif untuk membiayai proyek/program pembangunan rendah emisinya.

Tingkatkan Kapasitas Pemerintah Daerah

Menurut Joko Triharyanto dari BKF menyatakan melalui pelatihan ini bertujuan meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam melaksanakan Penandaan Anggaran Hijau secara mandiri serta memberikan penjelasan yang komprehensif tentang TAPE, baik dari pusat ke provinsi maupun dari provinsi ke kabupaten.

Termasuk di dalamnya skema dana alokasi yang akan digunakan. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa proses Penandaan Anggaran Hijau dilakukan dengan menganalisisa dokumen perencanaan seperti Rencana Pembangunan Jangka menengah Daerah (RPJMD), dokumen Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas Rumah kaca (RAN-GRK) dan dokumen lainnya yang mendukung dan membedah mata anggaran pemerintah pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) 2.2.1.

Hasil dari penandaan Anggaran Hijau dapat digunakan sebagai alat monitoring maupun evaluasi bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan performa anggaran berbasis kinerja dan memastikan akuntabilitas perencanaan pembangunan yang berkelanjutan.

Sementara itu, Direktur WWF-Indonesia Program Papua, Benja V. Mambai mengatakan bahwa anggaran hijau tidak serta merta menjadi “hijau” hanya dengan mengalokasikan anggaran kepada penanaman hutan kembali namun bagaimana mengintegrasikan kebijakan yang mendukung dan penentuan indikator capaian yang tepat.

Untuk itu Benja berharap dari pelatihan ini dapat disusun rencana tindak lanjut yang merupakan kesepakatan bersama para pihak untuk menggunakan hasil penandaan Anggaran Hijau sebagai acuan untuk meningkatlan alokasi anggaran pada enam kluster yakni perlindungan sumber daya alam, pertanian, energi dan industri, transportasi dan tata kota, kesehatan dan pendidikan serta penanggulangan bencana dan kebijakan pendukung lainnya yang yang bermuara pada upaya peningkatan perlindungan kawasan /konservasi dan peningkatan taraf hidup masyarakat. *