Surat Uskup Jayapura: Semarak Kasih Dalam Keluarga

Uskup Jayapura Leo Laba Ladjar, OFM /Istimewa

JAYAPURA-Saudara-saudari yang terkasih dalam Kritus, mulai dengan hari Rabu Abu yang jatuh pada tanggal 6 Maret, kita telah memasuki masa puasa menjelang Paskah. Seperti Yesus yang berpuasa empat puluh hari empat puluh malam sebelum berkeliling memaklumkan kasih dan kebaikan Allah, kita juga mau menjalankan puasa pertobatan sebelum merasakan dan merayakan sukacita Paskah.

Bagaimana kita menjalankan puasa dan pertobatan tahun 2019 ini? Kami telah menetapkan bahwa dalam tahun ini, yang mau kita jadikan pusat kegiatan pastoral kita adalah keluarga dan perkawinan katolik. Para pastor kita minta untuk menempatkan pokok itu dalam seluruh agenda hidup dan pastoralnya: berdoa untuk keluarga-keluarga dalam liturgi dan dalam doa pribadi, mengadakan kunjungan keluarga untuk merasakan suka-duka mereka dan berdoa dengan mereka, melaksanakan persiapan perkawinan dengan sebaik-baiknya, dan membantu memulihkan keluarga-keluarga yang retak.

Paroki dan Dekanat juga sudah merencanakan program-program khusus untuk pembinaan keluarga-keluarga. Diharapkan berbagai aspek dalam perkawinan dan keluarga akan didalami bersama-sama dan diambil manfaatnya untuk meningkatkan kehidupan sebagai keluarga katolik. Aspek- aspek yang mau didalami bersama adalah pengetahuan mengenai ajaran dan iman Gereja serta hal-hal yang menunjang kerukunan dan kasih dalam keluarga seperti ekonomi rumah tangga, kesehatan, pendidikan anak, kemandirian keluarga dalam hubungan dengan keluarga besar, harmoni antara acara keluarga dan kegiatan bapak-ibu di luar rumah dan banyak aspek lain yang pasti akan diangkat dalam aktivitas pendalaman bersama. Ini terungkap dalam surat Uskup Jayapura Leo Laba Ladjar, OFM  yang diterima wartaplus.com Jumat pagi.

Dalam masa puasa ini, kata Uskup, setiap keluarga hendaknya mewujudkan pertobatan dan membangun kembali semangat keluarga katolik, dengan bersama-sama sebagai satu keluarga, menjalankan tiga pokok pertobatan dan puasa yang diserukan Tuhan, yaitu: memberi sedekah, berdoa dan berpuasa.

Memberi sedekah (Matius 6:1-4). Kita biasanya amat egois. Kita pertama-tama memperhatikan kepentingan diri kita sendiri dan keluarga kita. Hal itu tidak salah. Tetapi semangat ingat diri sering membuat kita egois dan kikir.

“Dengan berpuasa kita melawan kekikiran dan berani menolong orang lain dengan mengurangi keperluan kita sendiri. Keluarga hendaknya berunding mengenai siapa yang saat ini amat perlu ditolong, apa yang mau kita berikan dan bagaimana diberikan. Yesus mengingatkan agar kita memberi dengan tulus, bukan untuk dipuji orang dan bukan untuk mendapat balasan. Keluarga yang tahu memberi secara itu, pasti akan semakin rukun, karena kasih kepada yang lain, membuat keluarga kita semakin kompak,”kata Uskup.

Berdoa (Matius 6:5-15). Salah satu ciri keluarga katolik ialah bahwa ada doa bersama dalam keluarga. Ada banyak keluarga yang tidak berdoa bersama entah karena tidak ada waktu dan suasana yang cocok, atau karena memang tidak tahu bagaimana berdoa. Yesus menegaskan lagi bahwa kita tidak perlu berdoa dengan banyak kata, dengan suara keras dan di depan umum seakan- akan mau pamer bahwa kita orang beragama.

Menurutnya, doa adalah sapa-menyapa yang akrab dengan Bapa surgawi, baik dari hati kita masing-masing maupun dari keheningan keluarga kita. Yesus mengajarkan doa sebagai sapaan akrab dengan Bapa surgawi dalam doa “Bapa Kami”. Yesus mengajarkan doa itu untuk murid-murid-Nya, untuk kita dan keluarga kita. Karena itu doa “Bapa Kami” harus menjadi doa utama dalam keluarga. Dalam doa itu, kita menyapa Allah dengan sapaan akrab “Bapa”, kita memuliakan Dia karena Dia mahakudus, kita ingin agar apa yang dikehendaki-Nya terlaksana, agar hati semua orang dipenuhi dengan kasih-Nya dan semua mengakui bahwa

“Allah adalah kasih. Kita juga mohon agar Bapa menopang keperluan kita sehari-hari yaitu makanan-minuman, perlindungan terhadap yang jahat dan kemampuan untuk saling mengampuni. Kalau kita bersama sebagai satu keluarga menyapa Bapa surgawi, maka keluarga kita akan semakin rukun dan bersatu dalam kasih. Bisa ditambahkan doa “Salam Maria” sesuai dengan tradisi Gereja,”pesannya.

Dengan doa “Salam Maria” kita memuji Bapa yang mencurahkan kasih-Nya kepada Bunda Maria dan menaunginya dengan Roh Kudus untuk mejadi Bunda Putera Allah. Kita juga memuji Bunda Maria yang dengan rendah hati menerima kasih Allah dan kita minta dibantu agar kita juga bisa menjadi sarana Allah untuk membawa yang baik bagi orang lain.

Berdoa Dalam Keluarga

Hendaknya doa “Bapa Kami” dan “Salam Maria” didoakan dalam keluarga, maka keluarga akan makin bersatu sebagai satu keluarga Allah, dan Bunda Maria membantu keluarga untuk semakin penuh mengenal dan mengikuti Yesus yang kasih-Nya menguatkan cinta kasih suami-isteri. Dengan doa “Malaekat Tuhan” (Angelus) yang didoakan tiga kali sehari kita juga dibantu Bunda Maria untuk bersama dia mengikuti dan merenungkan peristiwa-peristiwa hidup Yesus. Berpuasa (Matius 6:6-18).

Yesus sekali lagi minta agar juga puasa jangan dijadikan alat untuk menonjolkan diri sendiri sebagai orang saleh. Juga agar puasa jangan dijalankan untuk mendesak Allah agar Ia melaksanakan apa yang kita maui, seperti memenangkan pemilu, menjaga keamanan dan sebagainya. Yesus menyatakan bahwa puasa harus dijalankan dengan suasana cerah dan bukan dengan muka yang muram. Maka dalam puasa yang dijalankan oleh keluarga, setiap orang lebih-lebih bapak dan ibu, suami dan isteri, harus meninggalkan segala sesuatu yang menciptakan kemurungan, kejengkelan, gerutu dan keluh kesah. Dan sebaliknya melakukan segalanya dengan kasih maka kemurungan akan lenyap dan kecerahan akan memancar di seluruh rumah tangga.

Diceritaknnya, ada seorang isteri yang selalu mengeluh dan mengomel karena dia sendiri yang mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga, tetapi suami serta anak-anaknya tidak menghargainya. Bahkan hanya kata terima kasih pun tidak pernah mereka ucapkan. Ketika keluh kesah ibu itu disampaikan kepada pastornya dan  pastor berkata. “Ibu yang harus mulai bertobat dan berubah, maka suami dan anak-anakmu akan berubah”.

Caranya begini: ibu melakukan segalanya dengan bersenandung satu lagu kegemaran dari waktu dulu, ketika lagi berbulan madu. Kalau masak sayur dan sup, setelah bumbu lain-lain, sebarkanlah ke dalamnya bumbu kasih dari senandung lagu itu. Kalau setrika pakaian anak dan suami, recikilah pakaian yang sudah rapi itu dengan recikan kasih dari bulan madu itu.

Setelah ibu itu mempraktekkan hal itu beberapa kali, akhirnya pada suatu saat suami bersuara: Masakan Ibu enak betul, terima kasih. Dan anak berkata: Nyaman  baju ini, terasa hangat. Mereka tidak tahu bahwa rasa enak dan hangat itu bukan karena bumbu dapur atau panas besi setrika, tetapi karena wajah ibu tampil cerah. Dia menghidangkan semuanya bukan dengan wajah cemberut, tetapi dengan senandung kasih. Ia tidak lagi menuntut balasan kasih dan penghargaan, tetapi kasihnya dengan sendirinya menghasilkan kasih dan terima kasih. Itulah buah pertobatan.

“Kepada keluarga-keluarga, bapak-ibu dan anak-anak, kepada orang-orang muda dan dan seluruh umat, saya menyampaikan Selamat Paskah. Mari kita melakukan puasa dan pertobatan sambil menyebarkan kasih, agar Paskah Kebangkitan Tuhan membawa semarak kasih dalam keluarga-keluarga kita.Amin. Haleluya,“ujar Uskup Jayapura. *