Begini Tanggapan PTFI Terkait Aksi Tidur Eks Pekerjanya di Depan Istana Merdeka

Juru Bicara PT.Freeport Indonesia, Riza Pratama/Istimewa

JAYAPURA - PT Freeport Indonesia (FI) melalui juru bicaranya, Riza Pratama menanggapi dingin aksi yang digelar oleh eks pekerjanya dengan menggelar tenda dan tidur di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat.

Eks pekerja tersebut adalah merupakan bagian dari sekitar 3.500 pekerja PT FI yang hubungan kerjanya telah berakhir karena dianggap telah melakukan mangkir berkepanjangan. Berdasarkan aturan ketenagakerjaan mereka dikualifikasikan telah mengundurkan diri. 

Riza menuturkan, bahwa kejadian bermula ketika PT FI tidak dapat memasarkan konsentrat produksi tambangnya akibat larangan ekspor dan tidak beroperasinya smelter dalam negeri PT FI pada Januari 2017. Akibat situasi ini, PT FI pun mengambil langkah-langkah efisiensi untuk mengurangi belanja modal dan biaya operasi perusahaan

Berkenaan dengan langkah efisiensi terkait ketenagakerjaan, PT FI antara lain melakukan pengakhiran penggunaan beberapa tenaga asing, tidak melanjutkan penggunaan beberapa kontraktor, dan membebastugaskan beberapa pekerja langsung PT FI yang diikuti dengan penawaran program pensiun dini. 

Pada bagian lain sejak 12 April 2017, tengah berlangsung proses sidang Ketua PUK SPSI saat itu, dimana secara gradual pekerja PTFI dan kontraktor bersama-sama tidak masuk kerja dengan alasan menghadiri persidangan tersebut. Karena para pekerja tersebut tidak masuk kerja atau mangkir melebihi 5 hari berturut-turut, maka sesuai aturan ketenagakerjaan dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), PT FI melakukan imbauan masuk kerja hingga panggilan resmi.  

Panggilan Tidak Digubris

PT FI telah secara patut memanggil para pekerja untuk kembali bekerja. Bahkan PT FI menggunakan berbagai media masa untuk mengimbau mereka kembali bekerja. Namun panggilan dan imbauan perusahaan tersebut tidak digubris oleh sebagian besar mereka, hanya kurang dari 300 pekerja yang hadir kembali bekerja. 

“Perusahaan telah melakukan berbagai upaya dalam menghimbau para pekerja tersebut untuk kembali bekerja, termasuk melalui surat kabar dan radio, iklan, poster, surat melalui pemimpin komunitas, dan surat langsung kepada para pekerja agar mereka kembali bekerja. Namun hanya sebagian kecil yang memenuhi panggilan bekerja kembali,” ujar Riza Pratama juru bicara PT FI, dalam rilis yang diterima, Rabu (13/02) malam.

Riza mengungkapkan, jika pihaknya memahami langkah ini dilakukan guna menjustifikasi langkah mangkir berkepanjangan tersebut.  Namun mengingat situasi perusahaan dan para perkerja tersebut terus menerus melakukan pelanggaran berat serupa, PT FI mengakhiri hubungan kerja dengan diskualifikasi pengunduran diri.

"UU Tenaga Keja mengatur bahwa perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja karena dikualifikasikan mengundurkan diri terhadap pekerja yang mangkir (5) hari kerja atau lebih berturut-turut yang tidak memenuhi panggilan kerja yang disampaikan perusahaan," jelasnya.

Tak mau berlarut-larut, Riza pun menyarankan agar perselisihan tersebut harus diselesaikan melalui jalur hukum sebagai alternatif terakhir. Sebab berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi. 

Dan atas masukan dari Pemerintah dan melalui kesepakatan dengan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja, pada 21 Desember 2017 perusahaan sepakat untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada para eks pekerja. Bantuan kemanusiaan yang ditawarkan ini pun tidak ditanggapi secara signifikan oleh para eks pekerja tersebut.

Produktivitas Membaik

Namun hal menarik yang terjadi setelah sekitar 3.500 eks pekerja tersebut tidak lagi bekerja, angka produksi PTFI berbanding dengan jumlah pekerja yang ada justru memperlihatkan tingkat produktivitas yang membaik. Demikian pula hubungan industrial antar para pekerja menjadi lebih harmonis hingga saat ini.  

“Kami melihat bahwa terjadi perubahan yang signifikan. Dengan jumlah pekerja yang lebih sedikit ternyata kita mampu memproduksi lebih banyak. Peningkatan produktivitas seperti itu tentunya sangat mendorong kami. Dan harapannya kita bisa berkontribusi lebih besar lagi bagi bangsa dan negara,“ kata Riza. 

Sementara itu, Pakar Hukum Perburuhan, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Melania Kiswandari menyampaikan bahwa surat pemberitahuan mogok kerja tsb tidak mengacu pada UU Tenaga kerja yang mengatur prasyarat mekanisme mogok kerja dan baru disampaikan setelah mangkir terjadi terlebih dahulu. 

“Mogok kerja yang dilakukan oleh karyawan PTFI pada tanggal 1 sampai 30 Mei 2017 dapat dikategorikan sebagai mogok kerja yang tidak sah.  Akibat hukum dari mogok kerja yang tidak sah adalah dikualifikasikan sebagai mangkir, yang jika sudah dipanggil sesuai ketentuan tidak juga kembali bekerja, maka dapat diproses dengan kualifikasi pengunduran diri,” tegas Melania.*