Inilah Penjelasan dan Tanggapan Fraksi Otsus DPR-PB Atas Pernyataan MRP PB

Anggota Fraksi Otsus DPR Papua Barat Sahaji Refideso/Albert

MANOKWARI- Ini penjelasan anggota Fraksi Otsus DPR Papua Barat Sahaji Refideso tentang pernyataan Majelis Rakyat Papua Barat (MRP PB) yang menolak Raperdasus kedudukan Fraksi Otsus dari jalur pengangkatan DPR Papua Barat.

Bahkan 1 dari 7 Rancangan peraturan daerah khusus (Raperdasus) yang dihasilkan DPR Papua Barat dan Pemprov Papua Barat ditolak, padahal Paripurna DPR Desember 2018 lalu, MRP menyerahkan 7 Raperdasus tersebut.

Padahal saat itu DPR PB serahkan 7 Raperdasus kepada MRP untuk mendapat pertimbangan dan persetujuan. Namun satu dari Raperdasus ditolak MRP hal ini sesuai sikap MRP saat pleno kerja MRP PB, Jumat (11/1), yakni Raperdasus pengangkatan anggota DPR PB melalui jalur otsus.

Refideso menjelaskan kalau dari sisi hukum sama sekali tidak ada landasan hukum untuk MRP PB menolak keberadaan Fraksi Otsus di DPR. Sebab kedudukan fraksi otsus dijamin di dalam Undang-Undang Otsus.

Menurutnya, DPR tidak menanggapinya, namun ada baiknya informasi tentang fraksi otsus harus berimbang ke publik agar pemahaman masyarakat berimbang dan jangan ada keraguan masyarakat tentang kedudukan fraksi otsus.

Dijelaskan Refideso bahwa secara kelembagaan DPR mereka belum menerima surat penolakan fraksi otsus dari MRP PB. Dengan demikian mereka anggap pernyataan MRP PB hanyalah bersifat keliru.

"Tugas MRP hanya memberikan pertimbangan dan persetujuan. Bahkan mereka tidak boleh merubah isi dari Raperdasus atau menambah isi dari Raperdasi yang sudah dihasilkan DPR dan Gubernur," katanya.

Refideso berpandangan bahwa Raperdasus yang ditolak oleh MRP tidak sangat elegan, sebab jangan sampai persoalan kata menolak ini menyebabkan dua lembaga ini saling menuding dan menyalahkan satu sama lain.

Pembentukan peraturan perundang-undangan bukan dari lembaga manapun, terkecuali legislatif dan eksekutif yang secara hukum termuat didalam UU Nomor: 12 Tahun 2011 dan Pasal 5 sudah sangat jelas.

Termasuk yang dimuat UU Otsus dan UU Pemerintah daerah tentang pembentukan perdasus atau perdasi. Lain hal kalau ada masukan dari lembaga lainnya untuk perbaikan sebuah produk hukum bisa diterima.

"MRP tidak berhak membentuk perdasi maupun perdasi artinya lembaga MRP hanya memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Raperdasus dan Perdasi yang diajukan DPR dan Gubernur," ucap Refideso, Sabtu (12/1/2019).

Sebab menurut dia, pertimbangan menurut pandangan fraksi otsus DPR Papua Barat bahwa pertimbangan tentang perdasus itu sudah mencerminkan lima pilar atau tidak, yakni pilar pengakuan, penghormatan, perlindungan, pemberdayaan dan keberpihakan kepada orang asli Papua sesuai amanat UU Otsus.

"Sesungguhnya MRP hanya melihat dimana pasal yang tidak mencerminkan kelima pilar dimaksud, maka MRP memberikan pertimbangan dan tidak boleh mereka langsung merubah Raperdasus atau menolak sekalipun," jelas Refideso.

Tidak sampai di situ, kata Refideso lagi, Raperdasus yang dihasilkan disertakan naskah akademik. Sebab kalau ada perubahan, maka harus ada kajian ilmiah, sebab yang memiliki kewenangan merubah produk hukum harus melalui 6 tahapan dan itu semua melalui legislatif dan eksekutif.

Statemen Politik

Ketua Fraksi Otsus DPR Papua Barat Yan Anthon Yoteni mengemukan bahwa penyerahan 7 Raperdasus lewat Paripurna DPR demikian pada saat pengembalian Raperdasus lewat Paripurna, juga sudah dilaksanakan.

"Sekarang kalau ada pleno yang dibilang bahwa ada penolakan 1 Raperdasus, maka saya bilang telat kapal. Artinya kapal sudah keluar dan Anda terlambat dan pelabuhan terakhir penetapan Raperdasus," tegas Yoteni.

Dikatakan Yoteni bahwa apa yang ditolak MRP diabaikan DPR. Artinya kalau melihat ke belakang, DPR dan fraksi otsus memperjuangkan Perdasus agar MRP PB tetap berkedudukan di Papua Barat, maka hadirlah 42 anggota MRP PB saat ini.

Dikatakan kedudukan Fraksi Otsus, MRP PB semuanya merupakan kepentingan daerah, namun jangan masalah ini dilontarkan karena titipan sponsor dan bikin kabur air di daerah Papua Barat.

Keberhasilan lain yang dicapai fraksi otsus adalah memperjuangkan agar gubernur dan wagub Papua Barat harus orang asli Papua. Artinya kepentingan keberpihakan OAP sangat nyata sekali bagi daerah Papua Barat sesuai amanat UU Otsus.

"Artinya tugas MRP PB sudah selesai memberikan pertimbangan dan persetujuan atas 7 Raperdasus tersebut, selanjutnya DPR siap menetapkan ketujuh Raperdasus tersebut," tegas Yoteni.

Kembali ditekankan oleh Yoteni bahwa apapun bahasa dan tekanan dari luar, maka 7 Raperdasus tetap diabaikan. Artinya pembangunan Papua Barat berjalan terus sesuai 3 pilar daerah khusus, yakni fraksi otsus DPR, Gubernur dan Wagub OAP dan lembaga kultur MRP.

Tanggapan Ketua MRP PB

Sikapi pernyataan itu, Ketua MRP PB Maxsi Nelson Ahoren mengutarakan bahwa sikap MRP bukan menolak kedudukan fraksi otsus DPR PB lewat jalur pengangkatan, namun mekanisme perekrutan yang harus diperhatikan.

"Kalau UU memerintahkan MRP PB membuat reperdasus pasti sudah dibuat cuman UU hanya menegaskan MRP PB hanya bisa memberikan pertimbangan dan persetujuan saja, sebab yang bisa membuat Raperdasus adalah teman-teman dari DPR PB dan Fraksi Otsus," tulis Ahoren. *