Tokoh Adat Teluk Tanah Merah: Kasus Nduga Jangan Dipolitisasi

Para tokoh adat dan tokoh masyarakat dari teluk tanah merah kabupaten Jayapura menyanyikan lagu pujian diiringi pukulan tifa sebelum memberikan keterangan pers, Senin (17/12)/Andi Riri

JAYAPURA, - Sejumlah tokoh adat dan tokoh masyarakat dari Teluk Tanah Merah, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Papua menyampaikan keprihatinannya atas kasus penembakan Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) terhadap pekerja jalan Trans Papua di Distrik Yigi, kabupaten Nduga, 2 Desember 2018 lalu. Penembakan ini terjadi sehari setelah perayaan HUT Kemerdekaan Papua Barat (HUT OPM) yang diperingati setiap 1 Desember.

Salah satu perwakilan Tokoh Adat, Amos Nerokepouw dalam pernyataan sikapnya dihadapan pers, Senin, (17/12)  menyatakan, kasus penembakan oleh kelompok pimpinan Egianus Kogoya adalah dosa besar di hadapan Tuhan. Sehingga dikhawatirkan akibat perbuatan tersebut membuat Tuhan murka sehingga mendatangkan bencana. Tentunya kerugian tidak hanya bagi mereka, tetapi juga seluruh  bangsa Papua dan juga Negara Republik Indonesia.

"Kami mengharapkan kasus Nduga tidak terjadi lagi ke depan, terutama di daerah kami (daerah pesisir). Kepada seluruh warga masyarakat Jayapura dan Papua umummnya, agar tidak (ikut ikutan) mempolitisasi (kasus Nduga), jangan mau ditunggangi oleh kepentingan yang tidak sehat. Lalu mengajak semua elemen masyarakat Papua untuk melakukan tindakan yang tidak berkenan kepada Tuhan dan bahkan (jika itu terjadi) orang Papua sendiri yang akan mendatangkan bencana, kerugian pada diri kita sendiri bahkan negara," kata Amos

Pria yang pernah menjadi bagian dari kelompok Organisasi Papua Merdeka ini, mengajak seluruh masyarakat Papua untuk bersama sama menjaga Papua sebagai Zona damai di Republik ini. " Sebab ini adalah bagian tugas kita untuk membangun negeri lewat pembangunan, yang bisa menjamin ke depan anak cucu kita bisa bersekolah. Sehingga kita bisa menunjukkan kepada daerah lain bahwa Papua tidak tertinggal, karena kami ada disitu," ujar Amos yang mengaku karena panggilan alam dan sumpah leluhurnya membuatnya menetapkan hati untuk kembali bergabung ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Di kesempatan itu mewakili tokoh adat dan tokoh masyarakat lainnya, Amos menyampaikan ucapan belasungkawa kepada para korban yang telah gugur sebagai pahlawan pembangunan di Papua. Dia juga berharap agar para pelaku bisa segera tertangkap agar dapat diproses hukum guna mempertanggungjawabkan perbuatannya dihadapan manusia dan juga Tuhan.

Sejarah Lahirnya OPM

Sementara itu, menilik sejarah lahirnya organisasi perjuangan menuju kemerdekaan papua barat yang menjadi cikal bakal terbentuknya kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) pada 1961, salah satu tokoh penting dibelakangnya adalah Nicolas Jouwe yang notabene berasal dari Teluk Tanah Merah. Bahkan kabarnya, perjuangan Nicolas dan kawan kawan dimulai dari teluk tersebut, termasuk bendera Bintang Kejora yang dibuat oleh Nicolas pertamakali dikibarkan di kawasan teluk tanah merah. Puluhan tahun tinggal di Belanda dan tetap berjuang untuk kemerdekaan Papua. Pada 2009, Nicolas akhirnya kembali ke tanah air dan menyatakan sikap untuk kembali bergabung dengan NKRI di usia 85 tahun. Nicolas akhirnya tutup usia pada 16 september 2017 di usia ke 93 tahun.

"Ini sejarah ideologi Papua merdeka. Peristiwa politik (perjuangan kemerdekaan Papua barat) tersebut bermula dari teluk tanah merah, dan hal itu tidak bisa disembunyikan. Sehingga kasus itu harus kembali ke orang teluk tanah merah untuk membedahnya," tegas Amos

"Peristiwa itu harus dipertanggung jawabkan kepada leluhur nenek moyang diatas tanah ini (teluk tanah merah). Apalagi dalam perjuangan itu telah banyak memakan korban jiwa seperti kasus di Nduga," tegasnya lagi.

Amos membeberkan, munculnya ide kemerdekaan Papua Barat berawal ketika pada jaman pemerintahan Belanda terjadi dualisme pemerintahan antara belanda dan indonesia. Pada masa transisi pemerintahan itulah tercetus ide politik dari tokoh tokoh teluk tanah merah yang dipercayakan kepada Nicolas Youwe, sehingga akhirnya terciptalah ide politik papua merdeka dengan bendera bintang kejora.

"Berangkat dari situasi itulah (keinginan papua merdeka) kemudian diangkat menjadi satu wacana hingga kini di papua oleh mereka yang demam politik dan seolah olah keinginan itu menjadi milik semua orang Papua," bebernya.

Alberto Yarisetou, tokoh adat lainnya menilai, sebaiknya peran tungku tungku adat dimaksimalkan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di Papua termasuk dalam menyelesaikan persolan kelompok separatis. 

"Tungku adat harus dilibatkan, sebab mereka menjadi salah satu kunci untuk menjaga stabilitas keamanan di suatu wilayah," kata Alberto yang juga pernah berjuang bersama kelompok OPM bahkan pernah dipenjara selama 10 tahun atas dakwaan makar.

Seperti diketahui, penembakan terhadap 25 karyawan PT Istaka Karya yang tengah mengerjakan proyek jembatan kali yall dan aurak ini terjadi Minggu, 2 desember 2018 lalu. Dari penembakan tersebut 17 orang ditemukan tewas di kawasan puncak Kabo, empat orang selamat, dan empat lainnya masih dalam pencarian. Tidak hanya itu seorang anggota TNI, Sertu Handoko juga tewas tertembak saat posnya diserang KKSB.