Komda HAKI Papua Gelar Seminar Perencanaan Bangunan Tahan Gempa

Wakil Ketua HAKI, Stefie Tumilar didampingi Komda HAKI Papua, Yan Ukago saat memberikan keterangan pers di Jayapura, Jumat (30/11)/Andi Riri

JAYAPURA, - Komda Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) Papua menggelar seminar dan short course (kursus singkat) terkait perencanaan bangunan tahan gempa yang sesuai SNI 1726, di salah satu hotel Jayapura, Jumat (30/11)

Ketua Komda HAKI Papua, Yan Ukago kepada pers mengatakan, kegiatan seminar ini bertujuan untuk memberikan pembekalan ilmu bagi para ahli kontruksi (tergabung dalam HAKI) di Papua terkait bagaimana perencanaan bangunan tahan gempa.

"Antara bangunan dan gempa merupakan dua hal yang berbeda. Kalau terjadi gempa, bangunannya tidak baik pasti akan hancur. Kita lhat di Nabire  2004 lalu. Ada kota lama yang dibangun Belanda dan kota baru yang dibangun pemerintah. Nah justru bangunan di kota baru yang hancur parah. Jadi kerusakan bangunan terjadi, itu karena struktur bangunannya yang tidak kuat menahan gempa," kata Kepala Dinas Kabupaten Yalimo ini.

Oleh karenanya lanjut Yan, para ahli kontruksi diharapkan dapat mendesain bangunan yang tahan gempa. Sebab gempa tidak bisa dicegah karena merupakan fenomena alam.

"Makanya bangunan yang dibangun harus berkualitas. Sehingga terjadi gempa dapat meminimalisir jatuhnya korban,"katanya lagi.

Dalam kegiatan seminar ini, nantinya juga akan dilakukan kajian terkait gempa yang terjadi Padang, Lombok dan Palu serta ringkasan garis besar perubahan pada SNI 2847 - 201x berbasis ACI318M-14.

"Peran HAKI adalah melakukan kajian untuk kemudian hasil kajian tersebut nantinya dipergunakan pemerintah untuk mengeluarkan SNI yang dipakai Kementerian PUPR . Sehinga pemerintah dalam melaksanakan aturan harus diawali dengan melakukan kajian oleh para ahli seperti ini,"jelasnya seraya menambahkan pada 2019 mendatang HAKI akan membuat seminar untuk masyarakat bekerjasama dengan perguruan tinggi.

Wakil ketua HAKI Pusat, Stefie Tumilar menuturkan, Papua mempunyai potensi gempa yang sangat tinggi. Apalagi dibagian utara lempengnya pergerakan cukup besar dan ini salah satu pergerakan gempa yang tertinggi di dunia. Sehingga dengan keadaan demikian, maka Indonesia tidak terlepas dari hal demikin tersebut.

"Kita lihat gempa aceh, padang, palu dan lombok semuanya menimbulkan bekas bekas (reruntuhan bangunan) yang jelas. Oleh karenanya kita mencoba mensosialisasikan berbagai macam temuan yang kita lihat (dari gempa yang terjadi sebelumnya). Sebab biasanya, gempa sudah terjadi baru pada ngmong padahal itu sudah telat. Dari berbagai gempa yang terjadi itu, kita menarik satu kesimpulan bahwa bangunan yang sesuai aturan menggunakn kode SNI lebih survive. Sedangkan bangunanyang tidak menggunakan kode jutsru cepat ambruk,"jelasnya.

Dosen pasca sarjana di Universitas Indonesia dan Taruma Negara ini, berharap Papua mulai sekarang harus mulai sadar dan melakukan tindakan preventif sebelum gempat terjadi.

"Mulai dari perencanaan pembangunan semuanya harus sesuai kode (SNI) memang pertama berat, namun pelan tapi pasti akan bisa,"terangnya.

Dari segi anggaran untuk bangunan tahan gempa, menurut Stefie, memang tidak seperti bangunan biasa pada umumnya.

"Tentunya untuk kualitas bagus membutuhkan biaya tinggi. Namun harus diingat public safety. Jangan karena alasan anggaran kita kesampingkan hal ini,"  ungkap Stefi yang juga merupakan anggota dari Tim penyusun aturan SNI untuk beton dan gempa.

Ditempat yang sama Staf Khusus Dinas Perumahan Papua, Adelison Sinaga mengaku, sebagai seorang arsitek yang membangun sejumlah fasilitas pemerintahan di Papua hampir seluruhnya menggunakan konsep bangunan tahan gempa.

"Jadi sampai sekarang sejak tahun 1992 saya di Papua, semua bangunan yang saya tangani berstruktur tahan gempa sampai sekarang. Termasuk gedung serbaguna di balai penerbangan yang akan dipakai sebagai venue PON 2020,"akunya.