Tuntut Hak, Warga Pulau Mansinam Palang Bangunan Situs Sejarah

Puluhan masyarakat di Pulau Mansinam, Distrik Manokwari Timur, Kabupaten Manokwari, memalang situs bersejarah/Albert

MANOKWARI,- Puluhan masyarakat di Pulau Mansinam, Distrik Manokwari Timur, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat, yang bekerja dengan setia membersihkan dan merawat situs bangunan bersejarah di Pulau Mansinam, Kamis (11/10), terpaksa melakukan aksi demo damai.

Tidak hanya demo, puluhan warga itu juga memalang beberapa bangunan situs bersejarah religius tersebut. Di samping berorasi menuntut hak selama 13 bulan yang tidak dibayarkan oleh Badan Pengelola Situs Pemprov Papua Barat, mereka juga memegang spanduk dan pamflet dengan goresan aspirasi.

Warga terlihat di bibir Pantai Mansinam berorasi menunggu kedatangan awak media sejak Kamis pukul 08.00 WIT. Setelah mengetahui kedatangan awak media warga itu pun berorasi sampaikan aspirasi.

Koordinator lapangan, Albert Rumbarar dalam orasinya mengatakan, pihaknya menuntut hak atau upah gaji yang tidak terbayarkan sesuai kesepakatan masyarakat dan penundaan pembayaran selama 13 bulan.

Padahal badan pengelola situs Mansinam melalui bendahara Marthen Erari telah membayar hak mereka pada tahun 2017 secara rutin. Hanya saja belakangan ini pembayaran hak selama sebulan dan berlanjut tiga bulan tidak lagi rutin.

Kondisi itu membuat masyarakat mulai resah dan gelisah, padahal dalam seminggu 3 kali masyarakat rutin membersihkan sekitar luar dan di dalam situs bangunan pulau Mansinam. Aksi mogok pun tidak terhindak sejak Juni-Oktober 2018 saat ini. Hal itu terpaksa dilakukan masyarakat setempat karena janji badan pengelola situs tidak transparan kepada masyarakat.

Mama Nelly Rumsayor-Samber dalam orasinya mengutarakan bahwa mereka selalu bersihkan situs bangunan, sementara hak mereka yang dijanjikan tidak ditepati. Padahal mereka yang dipercayakan oleh pemerintah dan memiliki SK langsung dari pemrpov.

Sekretaris II Badan Pengelola Situs Mansinam Festus Rumadas mengaku bahwa sebelum aksi ini dilakukan mereka sudah berkoordinasi dengan bendahara, namun setiap kali komunikasi melalui telepon dan pesan elektronik, tetapi Marthen Erari (bendahara) tidak merespon mereka.

"Sebenarnya kami (warga) Pulau Mansinam tidak bisa lakukan aksi ini, namun kenapa hak yang sudah diberikan pemprov untuk membayar kami tidak transparan, sehingga kami harus lakukan aksi ini," ungkap Yustus kepada wartawan.

Menurutnya, selama ini semua orang di Panah Papua banggakan Pulau Mansinam sebagai peradaban injil di Tanah Papua, bahkan semua berbicara tentang pulau Mansinam ini.

Oleh sebab itu apa yang menjadi aspirasi masyarakat segera ditanggapai. Sebab kalau tidak ada resin oleh badan pengelola situs Mansinam, maka solusi melapor ke polisi segera dilakukan, apabila sampai selama seminggu hak mereka tidak direspon.

Apalagi masyarakat yang bekerja telah di SK-kan. Artinya tegas dia, masyarakat bekerja dengan dasar hukum, maka sepantasnya mereka suarakan hal ini ke publik.

Aksi mereka hanya dikawal seorang Babinsa Kodim 1703 Manokwari di Pulau Mansinam Sertu S.K Kamodi.  Menurutnya pengawalan dilakukan kepada masyarakat agar aspirasi mereka dijawab, sebab ia memastikan masyarakat hanya memalang dan tidak merusak bangunan situs bersejarah tersebut.

"Selama 4 tahun saya dipercayakan pimpinan bertugas di Pulau Mansinam, maka aspirasi selama ini saya pun merasakan, susah dan senang masyarakat saya harus bertanggung jawab," sebut Sertu Kamodi.

Kata warga setempat lagi bahwa uang untuk pembayaran hak warga telah dicairkan sebesar Rp 5 miliar oleh pemprov, lalu pertanyaannya, alasan apa yang menyebabkan sampai hak  mereka tidak dibayarkan.

Agar diketahui bahwa warga memalang gedung sekertariat badan pengelola situs, tuguh di depan pulau Mansinam, dan jalan naik ke patung Salib serta gereja baru di puncak Mansinam.

Pantauan wartaplus.com aksi itu tidak hanya dilakukan pekerja yang dewasa, namun anak-anak mereka libatkan pada aksi tersebut. *