Fraksi Otsus Akan Datangi MK Pertanyakan Amar Putusan 116/PUU-VII/2009

Ketua Fraksi Otsus DPR Papua Barat Yan Anton Yoteni/Alberth

MANOKWARI,-Mahkamah Konstutisi (MK) sebagai lembaga hukum tertinggi yang menetapkan dan memutuskan sengketa hukum final dan hincra. Dimana putusan MK Nomor; 116/PUU-VII/2009 tentang fraksi otsus melalui jalur pengangkatan wilayah adat di DPR Papua dan Papua Barat.

Untuk memperjelas kedudukan dan keberlanjutan jalur pengangkatan melalui wilayah adat untuk Fraksi Otsus di DPR khususnya di Papua Barat kedepannya, maka status dari fraksi otsus akan dipertanyakan langsung kepada MK.

Demikian diutarakan Ketua Fraksi Otsus DPR Papua Barat Yan Anton Yoteni. Tidak hanya datangi MK, pihaknya juga akan datang ke Menkopolhukam, Mendagri, termasuk koordinasi lintas kementerian terkait di Jakarta.

Untuk diketahui bahwa putusan MK 116/PUU-VII/2009 dimenangkan oleh pemohon I dan II masing-masing Ramses Ohee (Ketua pejuang Barisan Merah Putih) dan Yonas Alfons Nusi(Sekretaris BMP) yang berkedudukan di Jayapura Papua.

Untuk mendapat keadilan, para pemohon ini memberikan kuasa atau kepercayaan kepada 4 penasehat hukum/advokad dari Lembaga Konstitusi dan Bantuan Hukum (LKBH) Trisula-Soksi di Jakarta.

Pemohon I dan II mulai menggugat UU Otsus ke MK pada tanggal 26 Agustus 2009, lalu MK kabulkan pemohon dengan amar putusan yakni 6 hal pokok penting yang dikabulkan.

Berkaitan dengan amar putusan MK ini, maka kini keberlanjutan dari jalur pengangkatan fraksi otsus DPR Papua Barat menjadi sorotan publik. Akan tetapi ditanggapi oleh Yoteni bahwa sedang dibahas peraturan daerah khusus (Perdasus) oleh DPR pada sidang Non APBD 2018.

Terkait pro dan kontra tentang bagaimana kedudukan fraksi otsus kedepannya, fraksi Otsus DPR Papua Barat akan koordinasi dengan petinggi di Pusat, sebab kata Yoteni, kalau berdampak pada hukum maka pihaknya tidak perlu cape-cape membahas raperdasus.

Akan tetapi kedudukan fraksi otsus amat penting kedepan di legislatif untuk bersinergi bersama DPR yang dipilih melalui partai politik, maka mau tidak mau fraksi Otsus harus dipertahankan.

Lanjutnya, bukan saja kedudukan masyarakat adat melalui jalur pengangkatan di wilayah masyarakat adat di Papua Barat untuk kepentingan sesaat, namun bagaimana hak politik masyarakat adat harus dipertahankan di lembaga DPR.

Menanggapi kata 'sekali saja' atau istilah lain adalah (einmalig) bunyi dari amar putusan MK, namun tidak menyebutkan partai politik lokal (Parlok). Oleh sebab itu agar lebih jelasnya tentang masalah ini perlu di koordinasi kepada para pihak yang berwenang, salah satunya adalah MK.

"Ini bukan kepentingan kami atau kepentingan kelompok untuk mendapat keutungan, namun bagaimana berjuang untuk masyarakat adat di DPR dan mempertahankan hak politik adat Papua di Papua Barat" sebut Yoteni kepada wartawan, Senin (10/9).

Tak sampe disitu, kata Yoteni, publik bakal mengetahui pada saat hadirnya fraksi otsus lebih banyak hadir di kantor. Termasuk sepak terjang merek, sebab fraksi otsus lebih banyak menerima aspirasi tentang masalah hak-hak dasar masyarakat adat.

"Salah satunya tentang aspirasi HAM yang selama ini diperjuangkan di Papua Barat, bahkan fraksi otsus ikut berjuang bersama-sama para pembela HAM," tambah Yoteni.

Kemudian kalau ada pihak yang menyatakan fraksi otsus dibubarkan, maka buktikan dengan hukum agar tidak membingungkan publik.*