KPK Zaman Now. Banyak Bicara, Banyak Nangkap

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah - Istimewa

Wartaplus. KPK di bawah kepemimpinan Agus Rahardjo cs dinilai sangat berbeda dengan era sebelumnya. KPK zaman now banyak bicara, banyak nangkap. Operasi tangkap tangan alias OTT yang dilakukan hanya sebuah drama.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Dia mengkritik seringnya KPK melakukan OTT. “Saya menilai sudah salah jalan. KPK zaman now banyak bicara, banyak nangkap,” ujarnya.

Fahri menilai, OTT yang dilakukan KPK hanya drama. Dia mengibaratkan seperti berburu di kebun binatang. “Nah, KPK menikmati seolah-olah dia nangkapnya bener, padahal dia berburu di kebun binatang. Jelas aja dia dapet orang binatangnya banyak,” sindirnya. “(KPK) mau puji terus dirinya, tepuk tangan gara-gara nangkep bupati,” imbuhnya.

Menurutnya, OTT tidak ada manfaatnya. Karena itu, dia menganggap KPK sudah mengalami kematian fungsi dan eksistensi. “Seolah-olah OTT menimbulkan efek jera. Itu bohong,” tegasnya.

Fahri juga menilai KPK sudah salah mendefinisikan korupsi. Komisi itu dinilai melakukan ekstensi makna dari korupsi. Fahri mencontohkan ekstensi makna zina. Menurut dia, bisa saja orang yang tengah ngobrol di sebuah kafe hotel ditangkap lantaran disebut merencanakan perzinahan. Nah, begitu pun dengan korupsi. “Bupati (Ngada) NTT kasian tuh. Itu orang belum jadi gubernur, dia bilang ‘saya minta sumbangan dong mau Pilkada nih nanti kalau saya jadi gubernur saya kasih proyek itu’, ditangkap. Ini kan sakit bangsa ini, semua orang kena tangkep. KPK tidak nangkap koruptor, KPK nangkap orang sial,” kritik Fahri.

KPK disebutnya melakukan operasi intelijen dengan mengintip orang, seperti yang dilakukan kepada Setya Novanto. Cara itu tak cocok diterapkan di negara demokrasi macam Indonesia. Fahri mengatakan, perlu dilakukan rekondisi terhadap KPK seperti di luar negeri. Di Hong Kong, lembaga seperti KPK hanya untuk melakukan investigasi, tidak memiliki kewenangan penyadapan ‎dan penuntutan. Kuba, negara komunis yang tertutup, sudah meniru Hong Kong. “Tinggal Korea Utara saja (yang belum berubah). Jadi KPK cocoknya pindah ke Korea Utara, suruh jadi aparatnya Kim Jong-un. Itu cocok dia,” selorohnya.

Fahri meminta Presiden Jokowi membubarkan KPK jika memang sudah tidak lagi diperlukan.“ Ini menurut saya kekeliruan. Sudahlah tutup saja, Jokowi harus berani. Ini kan Pansus sudah ada rekomendasi temuannya lengkap, sebentar lagi ada audit BPK, ngeri-ngeri hasilnya. Cuma kita kan penakut semua, cobalah berani sedikit jadi presiden,” tandasnya.

Untuk diketahui, sepanjang dipimpin Agus Rahardjo, komisi antirasuah ini memecahkan rekor OTT. Pada 2016, terjadi 15 OTT. Kemudian, pada 2017, KPK melakukan 19 OTT. OTT pada 2017 merupakan yang terbanyak sepanjang sejarah KPK berdiri. Sementara di tahun ini, sudah 4 OTT dilakukan. Keempatnya adalah bupati.

Pertama, Bupati Hulu Sungai Tengah Selatan, Abdul Latief. Abdul Latief dijerat oleh KPK lantaran diduga menerima hadiah atau janji terkait pembangunan RSUD Damanhuri tahun 2017. Kemudian, Bupati Jombang, Nyono Suharli Wihandoko. Nyono diringkus KPK pada 3 Februari lalu. Nyono menerima suap dari Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Jombang, Inna Sulistyowati. Inna menyuap Nyono agar diangkat menjadi Kadis Kesehatan definitif. Ketiga, Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), Marianus Sae. KPK menjerat menangkap Marianus, Minggu (11/2). Cagub NTT yang diusung PDIP dan PKB diduga menerima fee dari proyek-proyek di Kabupaten Ngada untuk maju dalam Pilgub NTT tahun ini. Dua hari kemudian, Selasa (13/2), giliran Bupati Subang, Imas Aryumningsih yang dicokok KPK. Kemarin malam, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dan Alexander Marwata mengumumkan penetapan tersangka Imas yang hendak maju lagi menjadi Bupati Subang.

Selain Fahri Hamzah, kritikan juga datang dari Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Politikus Gerindra ini meminta pimpinan KPK tak banyak bicara soal Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang baru saja disahkan. “Karena KPK aparat penegak hukum dalam hal ini, alangkah baiknya itu domain pengamat atau dari masyarakat lain,” ujar Fadli di Gedung DPR, Selasa (13/2). “Memang sah-sah saja dari pimpinan atau KPK untuk mengomentari tapi alangkah bijaknya kalau terkait dengan yang bukan tupoksinya, ya tidak terlalu misalnya banyak berbicara,” jelasnya.

Menurut Fadli, jika pimpinan KPK berkomentar di luar tupoksinya, komentar itu bisa dianggap politis. “Ini kan produk dari sebuah lembaga dan sudah ada salurannya, termasuk yang mau melakukan judicial review atau yang lain,” tandasnya.

Menanggapi kritikan itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang tak mau banyak berkomentar. Dia malah berterimakasih karena sudah diingatkan oleh Fadli Zon.

“Om Fadli Zon, terimakasih sudah mengingatkan KPK untuk terus melaju di jalur law enforcement (penegakan hukum),” ujarnya.

Menanggapi soal OTT, Saut menyebut, sah-sah saja jika Fahri mengeluarkan pendapat. Tapi, dia menyentil pernyataan Fahri yang menyebut OTT tak memberikan efek jera. “Ada (OTT) KPK aja nggak jera, apalagi nggak ada KPK. Ya inilah negeri yang kita cintai, butuh waktu,” ujarnya.

Sementara, soal permintaan Fahri Hamzah agar Presiden Jokowi membubarkan KPK, ditanggapi santai oleh Saut. “Nutup KPK kan bukan kayak mau nutup warung. Lagian Undang-Undang KPK-nya dibuat lewat parlemen juga, jadi parle-parle dululah biar kita-kita siap-siap kalau tutupnya warung kapan,” seloroh Saut seraya menitipkan salam Valentine (kasih sayang) kepada Fahri. “Salam kasih sayang,” tandasnya.