KPK: Mulai 2019 OPD Kabupaten Kota di Papua Harus Lelang Lewat ULP

Koordinator Supervisi Pencegahan KPK Wilayah Papua, Maruli Tua bersama Sekda Papua, Hery Dosinaen berfoto bersama para perwakilan kabupaten kota dalam sebuah kegiatan beberapa waktu lalu/Andi Riri

JAYAPURA, - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan, seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) di kabupaten/kota di Papua bahwa mulai 2019 dilarang melakukan lelang kegiatan sendiri, melainkan harus melalui unit layanan pengadaan (ULP) yang ada di masing-masing daerah. 

Koordinator Supervisi Pencegahan KPK Wilayah Papua Maruli Tua kepada pers di Jayapura, Kamis (30/8) menyatakan, perlu ada komitmen dan kesungguhan dari kepala daerah terkait hal ini. Sebab berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan pihaknya terkait perencanaan penganggaran sampai dengan pengadaan barang dan jasa (PBJ), masih banyak daerah yang masih jauh dari target. Hal ini karena terkendala listrik dan internet seperti di Kabupaten Yahukimo dan Pegunungan Bintang. 

Menyoal Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), Maruli menuturkan, setelah digali memang masalah teknis tentang bagaimana pembentukan ULP dan LPSE yang efektif dan terlaksana. Sehingga diperlukan kemauan, apalagi ini tahun terakhir untuk PBJ yang melalui lelang diselenggarakan oleh OPD.

"Memang banyak tantangan dan kekhawatiran pengusaha lokal tidak akan mendapat pekerjaan atau yang dari luar mendapat pekerjaan akan gagal ataupun juga banyak masalah. Tapi kalau di dalami lagi kenapa ia bermasalah, kami kuatir dari berbagai kasus yang kami tangani di berbagai tempat karena ada pemberian komisi yang sudah dikomitmenkan di awal sehingga seharusnya dengan biaya 100 dia bisa bekerja akhirnya bisa terbengkalai atau gagal," beber Maruli

Disamping itu, lanjutnya, dalam proses lelang sangat dibutuhkan kecermatan dari panitia pengadaan guna memastikan apakah betul semua penawaran atau nilai pekerjaan yang ditawarkan mampu menyelesaikan pekerjaan atau tidak.

"Makanya penting klarifikasi di awal dan juga surat jaminan pelaksanaannya ada," terangnya.

Maruli menjelaskan, sebenarnya regulasi yang ada sudah lengkap guna meminimalisir potensi gagal. Hanya saja kendalanya banyak beberapa pekerjaan ditunggangi oleh beberapa oknum politisi yang punya proyek atau memaksa dapat proyek atau oknum OPD yang sudah miliki rekanan masing-masing.

"Inilah yang mengrogoti akhirnya pekerjaan kualitasnya rendah, gagal atau juga pemanfaatannya rendah," imbuhnya.

Terkait hal itu, ungkap Maruli, pihaknya bagaimana pengadaan langsung tanpa tender tidak menjadi modus untuk mencari rente proyek karena banyak didapat dan juga data pengadaan langsung dimanfaatkan oknum-oknum untuk mendapatkan komisi.

"Jadi atas nama pengusaha lokal ternyata pekerjannya diteruskan ke pengusaha yang lebih besar. Dia hanya mengambil rentenya saja sebesar 10-20 persen. Akhirnya pengusaha lokal tidak akan berkembang maju karena hanya menjadi rente dan rente," sebutnya.

Untuk itu, dirinya berharap pemerintah daerah bisa melakukan kelembagaan pembinaan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah (GEL) supaya moral perburuan rente bisa diminimalisir. "Ini khusus untuk PBJ," serunya

Sementara rencana penganggaran, APBD 2019 diwajibkan sudah menggunakan e-planning. "Kalau Yahukimo sudah mempersiapkan sementara Pegunungan Bintang masih ada kendala, namun pihaknya sudah memberikan solusi untuk konsultasikan apakah ke BPKP atau instansi lain," katanya.

"Kedepan konsen kami bagaimana meminimalisir penyimpangan terkait dana kampung di Yahukimo dan Pegunungan Bintang serta manjemen SDM atau pegawai di dua kabupaten ini,"pungkasnya.*