Kasus Pemukulan Kepada IRT Berujung di PN Sorong

Sidang kasus pemukulan terhadap IRT di Pengadilan Negeri (PN) Sorong, Papua Barat/Alberth

SORONG,-Kasus pemukulan alias tempeleng tanpa sebab berujung di meja hijau Pengadilan Negeri (PN) Sorong, Papua Barat. Dimana seorang ibu rumah tangga (IRT) bernama Hartati adalah korban kekerasan oleh terdakwa berinisial NS.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sorong, Zainal Rico, SH menghadirkan tiga saksi pada sidang perdana tindak pidana umum (Pidum) di PN Sorong, Senin (20/8).

Salah satunya adalah saksi korban Hartati. Dalam persidangan itu, dipimpin oleh ketua majelis hakim Hanifizar, SH dibantu anggota hakim Ismail Wael, SH.

Dalam perkara ini, NS didampingi dua penasehat hukum. Pantauan wartaplus.com pada persidangan itu, majelis hakim mempersilhakan korban menceritakan kronologis kejadian yang menimpahnya hingga masalah ini sampe ke pengadilan.

Pengakuan saksi korban bahwa, ia sama sekali tidak mengetahui masalah yang membuat sampe dirinya harus dipukul hingga pingsan dan tidak sadarkan diri pada 12 April 2018 lalu.

Lantaran itulah, korban harus membuat laporan polisi hingga masalah ini bisa sampe ke pengadilan. Bahkan untuk memperjelas kasus ini, hakim Hanifiza terus bertanya kepada saksi korban tentang asal muasal masalah tersebut.

Akan tetapi korban mengaku tidak mengetahui penyebabnya. Hal serupa ditanyakan lagi oleh hakim Ismail Wael, SH, namun saksi mengaku tidak tahu.

Dengan kesaksian korban, maka hakim pun tidak lanjut bertanya. Hanya saja, penasehat hukum terdakwa NS mempertanyakan ada penyebab sehingga terdakwa bisa melakukan kekerasan kepada korban.

Sementara terdakwa NS yang dihadirkan sebagai saksi juga menuturkan bahwa ada penyebab, maka kekerasan fisik dilakukan.

Kehadapan majelis hakim, NS mengatakan ia mendatangi korban ke tempat yoga, lalu melakukan kekerasan kepada korban.

Ditanya hakim tentang masalah awal, kata NS, bermula dari adanya ucapan ancaman keluar dari komunikasi melalui vidio call korban kepada terdakwa dengan kata-kata tak pantas, seperti membunuh dan penginaan.

Mendengar ungkapan terdakwa, korban pun membanta perkataan dimaksud. Bahkan saksi korban menegaskan bahwa tak sedikitpun ia mengeluarkan kata ancama ataupun membunuh korban.

Sebab menurut korban masa harus ia keluarkan kata ancama kepada orang yang ia tidak kenal, termasuk tidak mengetahui masalah yang menyebabkan ia harus dicari terdakwa.

Menyimpulkan keterangan saksi korban dan terdakwa, majelis hakim pun mengatakan bahwa, masalah ini hanya salah komunikasi dan masalah ini tidak ada kaitan dengan masalah lain, sebab ini kasus pemukulan hingga korban mengalami memar di bagian mata sesuai hasil visum dokter rumah sakit per April 2018 lalu.

Kemudian masalah ini sudah jelas bahwa terdakwa salah, sebab sudah melakukan kekerasan dan telah melanggar hukum kepada saksi korban tanpa sebab.

Dengan demikian hakim meminta kepada terdakwa agar meminta maaf kepada saksi korban karena masalah yang ia tidak tahu justru menjadi korban kekerasan.

Lalu terdakwa meminta maaf kepada korban di hadapan hakim, korban pun dengan besar hati terbuka maafkan terdakwa. Hanya saja, korban mengaku dan sempat menangis kehadapan hakim.

"Sebagai seorang perempuan saya kesal kenapa saya tidak tahu masalah dan dipukul begitu saja, maka masalah ini harus jelas didalam sidang ini, apakah ada masalah lain yang sebabkan harus begini" tanya korban akhirnya kesaksiannya.

Sementara terdakwa juga sebelumnya mengatakan kehadapan majelis hakim kalau ia emosi sehingga melakukan kontak fisik berupa tempelen korban.

Alasanya, tegas terdakwa bahwa, sebelumnya terdakwa mengundang korban untuk meyelesaikan masalah ucapan melalui vidio call di Kantor Lurah, namun undangan yang diberikan tidak dihargai korban sehingga terdakwa emosi dan tanpa terkontrol melakukan kontak fisik.

Lagi-lagi korban membanta perkataan terdakwa dan berpendapat bahwa, ia sendiri sudah melaporkan masalah yang dialaminya ke polisi sehingga diselesaikan melalui hukum agar bisa sampai ke pengadilan seperti ini dan korban inginkan keadilan.

Hakim pun mempertanyakan beberapa saksi lainnya yang dihadirkan penasehat hukum maupun JPU. Akan tetapi semua keterangan saksi salah paham, maka hakim Hanafizar menyimpulkan bahwa kasus ini hanyalah salah paham melalui komunikasi, maka bisa diambil melalui tindak pindana ringan, sebut hakim kepada JPU.

Usai sidang JPU Zainal Rico, SH menjelaskan bahwa masalah ini sebenaranya tidak rumit.

Bahkan jawaban sidang tadi sudah dibuka oleh saksi korban, terdakwa dan para saksi yang memberikan keterangan tadi.

Kata dia, ini kasus hanya salah komunikasi melalui medsos, namun kedua pihak sudah salin memaafkan, lalu sidang berikut pada tanggal 28 Agustus 2018 dengan agenda sidang tuntutan.*