Pemerintah Indonesia dan Selandia Baru Tidak Mampu Bebaskan Pilot Philip, Jubir OPM: Pilot Tetap Dengan Kami

Panglima Tinggi Kepala Staf Umum Mayor Jenderal Terianus Satto didampingi Juru Bicara Komnas TPNPB OPM Sebby Sambom/Istimewa

JAYAPURA,wartaplus.com -  Tepat hari ini, 7 Februari 2024 genap satu tahun penyanderaan pilot Susi Air asal negara Selandia Baru, Kapten Philip Max Mehrtens oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB)-Organisasi Papua Merdeka (OPM). Kapten Philip ditahan oleh pasukan Komando Daerah Pertahanan III Ndugama Darakma, pimpinan Panglima Daerah Brigadir Jendral Egianus Kogeya pada tanggal 7 Februari 2023, saat melakukan perang pembebasan nasional “War of National Liberation” melawan Pemerintahan Indonesia di Wilayah Papua Barat.

"Kami menegaskan bahwa perjuangan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat- Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) adalah tindakan penegakan hukum internasional, yang menjamin Hak Bangsa Papua untuk menentukan nasib sendiri berdasarkan persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Nederland di Markas Besar Perseriktan Bangsa-Bangsa pada tanggal 15 Agustus 1962. Ini dicatat dibawah Resolusi Majelis Umum Nomor 1752 (XVII) 1962 Perseriktan Bangsa-Bangsa, tanggal 21 September 1962," ujar Panglima Tinggi Kepala Staf Umum Mayor Jenderal Terianus Satto didampingi Juru Bicara Komnas TPNPB OPM Sebby Sambom dalam rilisnya yang diterima, Rabu (07/02) sore.

Dikatakan, TPNPB menggunakan “War of National Liberation” didasari oleh sejarah manipulasi hak hukum atas penentuan nasib sendiri rakyat Papua Barat dan sejarah pelanggaran hukum internasional terkait status wilayah Papua Barat. 

Fakta sejarah membuktikan bahwa status hukum wilayah Papua Barat di bawah Hukum Internasional adalah wilayah yang telah berdaulat sendiri dan Merdeka pada tahun 1961, oleh karena itu TPNPB berhak mempertahankan kedaulatan dalam rangka menegakkan hukum Internasional yang dijamin sesuai Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa “Self-defence”.

Maka dengan demikian dalam rangka satu tahun penahanan pilot Susi Air Asal Negara Selandia Baru, Philip Max Mehrtens, Komando Daerah Pertahanan III Ndugama Darakma dibawah Panglima Daerah Brigadir Jendral Egianus Kogeya, maka kami dari Markas Pusat Komando Nasional, TPNPB - OPM sebagai pengendali organisasi militer di Papua Barat mengeluarkan pernyataan resmi bahwa :

1. Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka menyandera pilot asal Selandia Baru sesungguhnya bukan merupakan target utama, melainkan jaminan atas Pelanggaran Pemerintah Indonesia mengijinkan penerbangan civil memasuki di wilayah perang antara Pasukan TPNPB-OPM dan Militer Indonesia

2. Penyanderaaan terjadi sesuai standard hukum perang. Pilot Philip Max Mehrtens mendaratkan pesawatnya di wilayah perang dengan menggunakan perusahaan penerbangan Susi Air yang disubsidi oleh Pemerintah Indonesia dengan program operasi perintis. TPNPB-OPM Ndugama Darakma mencurigai pilot asal Selandia Baru ini menjalankan tugas operasi perintis, yang merupakan operasi Intelijen Indonesia untuk menghancurkan perjuangan bangsa Papua serta memata-matai pergerakan Pasukan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).

3. Kami mengumumkan bahwa dalam satu tahun Pemerintah Negara Indonesia dan Pemerintah Negara Selandia Baru tidak mampu untuk membuka diri melakukan negosisasi damai dengan bangsa Papua dalam rangka Pembebasan Pilot Philip Max Marthens berwarga Negara Slandia Baru yang ditahan oleh TPNPB-OPM;

4. Kami mengutuk Presiden Jokowi dan Pemerintahan Indonesia di Papua Barat yang tidak mampu menjawab tuntutan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Komando Daerah Pertahanan III Nudgama Darakma dan juga tidak mampu menerima tawaran negosiasi damai dengan Manajemen Markas Pusat Komando Nasional Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (KOMNAS TPNPB) untuk pelepasan pilot selama satu tahun. Dan juga kepada Pemerntah Negara Selandia Baru yang masih tidak mau menerima tawaran baik dari Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) dalam pelepasan Pilot. Kedua negara telah gagal dalam upaya mencari pelepasan melalui jalur damai, masih menggangap remeh upaya goodwill dari TPNPB-OPM.

5.Kami kecewa dengan negara-negara Melanesia yang tidak pernah memberi perhatian atas krisis kemanusiaan termasuk pembebasan Pilot Asal Selandia Baru dan perang bersenjata yang dikaterigorikan sebagai bagian dari konflik bersenjata internasional, yang sudah terlalu lama terjadi di wilayah regional pasifik. Ini adalah kegagalan pemerintahan regional pasifik seperti MSG dan PIF yang tidak sesuai dengan norma kemanusiaan kehidupan orang-orang asli kepulauan di pasifik, dan bangsa Papua Barat mengundang negara-negara dikawasan pasifik menjadi solusi keselamatan dan pembebasan Pilot dari niat busuk Indonesia yang sedang berusaha mengorbankan warga pasifik asal Selandia Baru ini.

6. Manajemen Markas Pusat Komnas TPNPB memberikan apresiasi yang setingginya kepada Panglima TPNPB Komando Daerah Pertahanan III Ndugama Darakma dan Pasukan karena mampu melakukan tugas mulia menjamin hukum humaniter Internasional dalam perang sesuai “ Konvensi Jenewa 1949 Ke III terkait perlindungan terhadap tawanan perang dan Konvensi Jenewa Ke IV perlindungan terhadap warga sipil”. Ini adalah pembuktian dan reputasi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) karena terbukti diperlakukan baik, menjamin kesehatan dan menyelamatkan Pilot Philip Max Martherns dari serangan militer Indonesia. Oleh karena itu melalui Manajemen Markas Pusat Komnas TPNPB OPM akan memberikan penghargaan atas dedikasi, pengorbanan dan pekerjaan luar biasa yang dilakukan oleh seluruh pasukan TPNPB Kodap III Ndugama Darakma.

7. Demi melindungi kemanusiaan dan menjamin hak asasi manusia, maka Manajemen Markas Pusat Komando Nasional, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) akan mengembalikan pilot Philip Max Martherns kepada keluarganya melalui Yuridiksi Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

"Jadi pilot Susi Air asal negara Selandia Baru, Philip Max Mehrtens masih tetap bersama kami,"ujar Sebby Sambom,"ujarnya.*