Memperkuat Bahasa Ibu Melalui Sekolah di Papua

Plt. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jayapura saat itu Eqbert Kopeuw bersama tokoh masyarakat, adat, tokoh pendidikan pada peluncuran kurikulum muatan lokal bahasa ibu untuk jenjang SD, SMP, SMA/SMK dan sederajat di wilayah adat Tabi. ANTARA/Yudhi Efendi

SENTANI,wartaplus.com - Keberadaan bahasa ibu atau bahasa pertama yang biasa digunakan untuk berkomunikasi antarwarga di daerah tertentu telah tertuang dalam Pasal 32 ayat 2 UUD 1945. Pasal itu menegaskan bahwa "negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional". Namun, selama ini jumlah sekolah formal di Papua yang telah memasukkan bahasa ibu dalam muatan lokal tempat pendidikan itu relatif masih terbatas. Untuk lebih memperluas jangkauan sekolah-sekolah formal mengajarkan bahasa ibu dalam pembelajaran di kelas, hal itu membutuhkan dukungan sistem pembelajaran.

Kebijakan Kurikulum Merdeka yang diluncurkan sejak tahun 2022, kemudian menjadi angin segar penerapan bahasa ibu dalam muatan lokal di masing-masing satuan pendidikan. Jadi, setelah ada Kurikulum Merdeka maka kesempatan terbuka untuk menerapkan bahasa ibu dengan menyisipkan materi itu di sekolah-sekolah formal melalui mata pelajaran muatan lokal.

Mekanisme pembelajaran dan penilaiannya dilakukan oleh Sekolah Adat Negeri Papua yang telah menetapkan keberlangsungan penggunaan bahasa ibu di daerah setempat. Dukungan penggunaan bahasa ibu di wilayah adat Tabi juga datang dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi RI.

Dukungan itu semakin melembaga ketika perwakilan Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek RI datang ke Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, meluncurkan kurikulum muatan lokal bahasa ibu untuk jenjang SD, SMP, SMA/SMK dan sederajat di wilayah adat Tabi pada September 2023. Wilayah adat Tabi meliputi Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Keerom, Sarmi, dan Mamberamo Raya di Provinsi Papua.

Pengembang Ahli Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek RI Taufiq Damarjati mengatakan langkah pemerintah daerah setempat bersama komunitas masyarakat adat melalui Sekolah Adat Negeri Papua sejalan dengan visi Kemendikbudristek RI. Oleh karena itu, memasukkan bahasa ibu dalam muatan lokal di Papua tersebut selaras dengan pembangunan kebudayaan serta bagaimana program Merdeka Belajar Episode 17 bisa diimplementasikan.

Pemerintah menjamin dan mendukung pelestarian budaya dan bahasa di daerah-daerah karena kebijakan itu memperkaya khasanah kebudayaan Bangsa Indonesia. Bahasa ibu saat ini menjadi bagian program pelestarian dan revitalisasi dari Pemerintah agar terpelihara sepanjang masa sehingga menjadi warisan berharga bagi anak cucu. Apa yang telah dilakukan di Sentani dengan program Kemendikbudristek RI untuk dapat mengangkat kembali bahasa-bahasa daerah atau bahasa ibu di seluruh Indonesia tetapi khususnya di Kabupaten Jayapura, telah memberi kepastian keberlangsungan bahasa-bahasa daerah di Papua.


Penutur asli

Bukan saja di Papua, di daerah lain di Indonesia pun mengalami gejala sama bahwa penutur asli bahasa daerah mulai hilang satu persatu. Kondisi ini menjadi perhatian serius Pemerintah dan komunitas budaya dan bahasa lokal. Anak-anak zaman sekarang atau disebut Generasi Milenial dinilai kurang peduli dengan penggunaan bahasa daerah. Di sisi lain ada nilai plusnya ketika mereka lebih suka menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa ketimbang bahasa daerah mereka.

Oleh karena itu, lembaga pendidikan negeri yaitu Sekolah Adat Negeri Papua mendorong supaya penggunaan bahasa daerah bisa terus lestari di Bumi Kenambai Umbai atau Kabupaten Jayapura. “Bahasa ibu ini sudah jarang digunakan anak-anak muda sekarang. Banyak anak muda khususnya di Sentani yang tidak lancar berbicara dalam bahasa daerah Sentani. Ini saya katakan kemunduran ilmu pengetahuan dan budaya,” kata Direktur Sekolah Adat Negeri Papua Origenes Monim.

Dorongan untuk bahasa ibu masuk dalam kurikulum muatan lokal di semua jenjang sekolah di Kabupaten Jayapura terus digalakkan. Hasilnya, beberapa sekolah mulai menerapkan bahasa ibu sebagai muatan lokal. Sekolah Dasar Inpres Abeale I di Sentani, Kabupaten Jayapura, misalnya, merupakan contoh kesungguhan dalam penerapan bahasa daerah Sentani, Kabupaten Jayapura.

Bahkan pada tahun ini SD Inpres Abeale I Sentani telah menyerahkan ijazah berisi nilai muatan lokal bahasa Sentani dari Sekolah Adat Negeri Papua kepada 74 siswa.

Kesungguhan itu tidak sampai di situ. Sebanyak 190 guru dari target 140 guru semua jenjang SD-SMA/SMK dan sederajat di Sentani, Kabupaten Jayapura, telah mengikuti bimbingan teknis penggunaan modul bahan ajar bahasa ibu pada semua satuan pendidikan yang telah tiga kali dilakukan oleh Sekolah Adat Negeri Papua. Guru-guru yang telah menjalani pelatihan diharapkan bisa menerapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) di sekolah mereka masing-masing sehingga kelestarian bahasa daerah Sentani terus terjaga.

Selanjutnya, dari penerapan bahasa ibu akan dilanjutkan ke delapan wilayah adat lainnya di Kabupaten Jayapura yang juga memerlukan pembimbingan dalam penggunaan tata cara berbahasa daerah setempat. Wilayah adat Kabupaten Jayapura terbagi dalam sembilan wilayah adat meliputi Buyakha (Sentani), Demutru, Yokari, Djouwari, Tepra Yewena, Moy, Elseng, Oktim, dan Imbi Numbay.

Setiap sekolah di wilayah adat tersebut wajib memasukkan bahasa ibu atau daerah dalam kurikulum muatan lokal sehingga bahasa lokal tetap akan lestari. Pemerintah Kabupaten Jayapura memastikan bakal memberikan ruang seluas-luas kepada Sekolah Adat Negeri Papua dalam mengembangkan kurikulum bahasa daerah di semua jenjang pendidikan.

Menurut UNESCO, seperti yang tertuang dalam "Atlas of the World’s Language in Danger of Disappearing", di Indonesia terdapat lebih dari 640 bahasa daerah yang di dalamnya terdapat kurang lebih 154 bahasa yang harus diperhatikan karena sebanyak 139 bahasa  terancam punah dan 15 bahasa yang benar-benar telah mati.Bahasa yang terancam punah terdapat di Kalimantan (1 bahasa), Maluku (22 bahasa), Papua Barat dan Kepulauan Halmahera (67 bahasa), Sulawesi (36 bahasa), Sumatra (2 bahasa), serta Timor-Flores dan Bima-Sumbawa (11 bahasa).

Sementara itu, bahasa yang telah punah berada di Maluku (11 bahasa), Papua Barat dan Kepulauan Halmahera, Sulawesi, serta Sumatera (masing-masing 1 bahasa). Penjabat Bupati Jayapura Triwarno Purnomo mendukung penuh kurikulum muatan lokal di sekolah-sekolah di Sentani. Pada Pasal 32 ayat 2 UUD 1945 itu memang menegaskan bahwa negara memberi kesempatan dan keleluasaan kepada masyarakat untuk melestarikan dan mengembangkan bahasanya sebagai bagian dari kebudayaannya masing-masing.

Melalui jaminan konstitusi disertai kebijakan Kurikulum Merdeka yang memberi keleluasaan sekolah menerapkan kurikulum, termasuk muatan lokal bahasa daerah, hal itu menjadi modal penting bahwa bahasa ibu bakal tetap lestari, termasuk di Sentani, Papua.*