Bawaslu Harus Batalkan SK KPU Yang Mendiskualifikasi Yusak dan Yakob

Dosen Hukum Universitas Surabaya, Marianus Gaharpung, SH;M.S/Istimewa

JAYAPURA,wartaplus.com - Badan  Pengawas Pemilu (Bawaslu) selain sebagai lembaga  pengawas pemilihan umum (Pemilu), juga berwenang sebagai lembaga “Peradilan  Pemilu” atau setidaknya, Bawaslu diberikan kewenangan untuk menjalankan fungsi-fungsi peradilan Pemilu agar dapat menyelesaikan persoalan  terkait SK KPU Nomor 584/PL.02.2-Kpt/06/KPU/XI/2020 tanggal 28 November 2020  yang membatalkan pasangan Yusak Yaluwo dan Yakob Weremba untuk ikut sebagi peserta Pilkada serentak 9 Desember mendatang.

Oleh karena itu, Bawaslau sebagai “Lembaga Peradilan”  Pemilu mempunyai wewenang sangat besar (absolut) dalam menangani dan memutus pelanggaran Pemilu termasuk pelanggaran Pemilu yang bersfat terstruktur, sistematis dan masif.

Hal itu disampaikan Lawyer sekaligus  Dosen Hukum Universitas Surabaya, Marianus Gaharpung, SH;M.S melalui siara pers dari  Surabaya, Rabu (2/12)/2020)malam, sehubungan dengan Pembaritahuan Bawaslu Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua tentang telah teregistrasinya Permohonan Penyelesaian Sengketa Pemilu yang diajukan Yusak Yaluwo dan Yakob Weremba. 

Menurut Marianus, konflik disusul kerusuhan massal yang terjadi di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua pada awal pekan ini  sudah  sangat mengerikan dan meluas,  sehingga jika tidak ditangani  secara arif-bijaksana dan adil maka hal  itu berarti,  KPU adalah satu-satunya institusi yang harus bertanggungjkawab. 
Pasangan Yusak dan Yakob sudah mendaftarkan kasusnya di Bawaslau hari ini dengan tahap verifikasi berkas yang sudah komplit artinya,  secara prosedur sudah bisa disidangkan oleh Bawaslu.

Pertanyaan mendasar dari semua persioalan ini  adalah,  kalau tahapan  seleksi administrasi pasangan Yusak dan Yakob itu  lolos,  maka berarti, semuanya tidak melanggar hukum.  Tetapi,  mengapa tinggal sembilan hari lagi  digelar perhelatan demokrasi Pilkada di Boven Digoel,  pasangan Yusak dan Yakob justru  seakan   diduga sengaja dihabisi  dengan keluarnya SK KPU RI itu. 

Menyadari akan hal itulah maka  bisa dimengarti bahwa siapa saja dan kelompok mana saja,  yang sudah habis uang,  habis waktu, dan habis tenaga serta  pikiran, akan langsung mengamuk dan  spontan melakukan tindakan kekerasan seperti membakar, merusak dan lain-lain.

Oleh karena itu, Majelsis Hakim Bawaslu harus memberikan keputusan berdasarkan peraturan,  demi menghasilkan keputusan yang memenuhi aspek kepastian dan keadilan,  agar pesta demokrasi di Boven Digoel dapat berjalan aman dan tertib.
KPU bertanggungjawab

Marianus mengakui bahwa begitu banyak orang tidak habis pikir,  ada apa dan mengapa KPU begitu terlambat mengambil keputusan atas pasangan calon bupati   dan calon wakil bupati  Boven Digoel yakni Yusak dan yakob. Biasanya di daerah lain, tidak fatal seperti  ini;  rasanya baru pertama terjadi di Republik ini, dimana  waktu tinggal sembilan hari Pilkada, keluarlah  keputusan pembatalan Yusak dan Yakob.

Sehingga dari aspek kemanusiaan, sangat beralasan orang-orang yang mendukung Yusak dan Yakob merasa sangat kecewa yang akhirnya meluapkan  rasa kecewanya dengan melakukan tindakan-tindakan pengrusakan fasilitas umum dan pribadi orang lain.
Pertanyaannya adalah,  selama beberapa bulan masa verifikasi adminsitrasi pasangan calon, mengapa KPU tidak secara serius, cepat dan bijaksana menuntaskan semua permasalahan  ini,   tinggal sembilan  hari pelaksanaan Pilkada, baru keputusan pembatalan dikeluarkan. 

“Apa sebenarnya yang mau dimaksudkan dan ingin dicapai KPU dengan keluarnya keputusan yang begitu dekat dengan hari pemungutan suara ini? Ini namanya, mau mematikan hak politik dari pasangan Yusak dan Yakob,” katanya. 

Oleh karena itu, KPU harus bertanggungjawab atas kerugian materiil dan immateril yang dialami Yusak dan  Yakob serta   orang-orang yang mendapat kerugian dari tindakan  kekerasan yang dilakukan para pendukung Yusak dan Yakob. 

Agar polemik dan konflik  ini dapat segera selesai, maka Menko Polhukam harus  mengambil keptusan yang  sungguh menyejukan seluruh  rakyat Boven Digoel yakni  memerintahkan KPU  dalam waktu yang sesingkat-singkatnya mencabut  SK Pembatalan bagi Yusak dan Yakob.

Tunda

“Ada prinsip dalam Hukum, jika ada konflik hukum yang melibatkan kepentingan umum, maka harus mengambil keputusan yang paling memberikan  rasa aman dan kebaikan  bersama,  yaitu Pilkada Boven Digoel ditunda dan  pasangan Yusak dan Yakob harus diikutkan. Biarlah rakyat yang memilih,” tegas Marianus.
Contrarius Actus

Marianus kembali mendesak  KPU RI agar segera mengeluarkan keputusan yang sangat tidak fair, tidak  adil  dan tidak mencerminkan rasa keadilan dan kepastian.

Karena suatu peraturan yang dibuat,  tidak saja harusd memenuhi aspek kepastian tetapi juga  keadilan. Atau dengan kata lain,  muara dari hukum itu,   tidak saja memenuhi aspek kepastian tetapi juga keadilan. 
Pertanyaannya,  apakah SK KPU RI yang membatalkan Yusak dan Yakob itu, telah  memenuhi aspek keadilan -  yang hanya tinggal sembilan hari saja sdh dilaksanakan Pemilukada?

Perlu dingat dari aspek hukum tata negara,  keberadaan KPU Pusat dan Daerah terkait  tugas dan kewenangan adalah  sama,  dalam arti keputusan KPU Daerah  otomatis adalah keputusan KPU RI. Sehingga ketika KPU Daerah meloloskan secara administratif,  mulai pendaftaran calon sampai kampanye tidak dipersoalkan tetapi baru sekarang dikeluarkan  SK membatalkan Yusak dan Yakob maka  itu adalah tindakan yang tidak adil. 

Mengapa tidak adil? Sebab pasangan ini sudah  menjalani semua prosedur dari persyaratan  pasangan calon bupati dan wakil bupati mengapa tinggal sembilan  hari saja, barulah KPU  keluarkan keputusan yang sangat fatal dan mematikan hak politik seseorang. Ini sangat tidak adil

“Siapa saja dan kelompok mana saja jika terkena keputusan seperti ini pasti marah dan ngamuk. KPU RI justru yang menyulut kerusuhan ini di Boven Digoel,” tegasnya. Dan, perlu diperhatikan yang bisa menghilangkan hak hidup, hak keperdataan dan hak politik seseorang adalah harus melalui putusan lembaga peradilan bukan KPU karena  KPU bukanlah  lembaga peradilan.

“Oleh karena itu, KPU RI harus menggunakan asas contrarius actus yaitu KPU yang mengeluarkan  keputusan pembatalan Yusak danYakob sebagai pasangan calon bupati dan wakil bupati Boven Diegoel,  maka KPU pulalah yang wajib mencabut SK tersebut karena tidak memenuhi aspek keadikan dari keputusan tersebut,” demikian Marianus gaharpun,SH.M.S.*