Perkaya Keanekaragaman Hayati Papua

Ditemukan 2 Spesies Kepiting Baru di Area Kerja PT Freeport Indonesia

Buku-buku terkait penemuan spesies dari hasil penelitian telah dipublikasikan dan menambah khazanah literatur keanekaragaman hayati di Papua/Istimewa

TIMIKA,wartaplus.com - Papua kembali menunjukkan keanekaragaman hayatinya melalui penemuan dua spesies kepiting baru bernama Typhlocarcinops robustus dan Typhlocarcinops raouli di kawasan muara Sungai Ajkwa di area kerja PT Freeport Indonesia (PTFI), Kabupaten Mimika.

Penemuan ini menambah daftar panjang penemuan spesies baru di area kerja PTFI yang terbentang dari kawasan pesisir hingga hutan alpin berketinggian lebih dari 4.000 meter di atas permukaan laut menjadi 29 flora dan 101 fauna, terdiri dari 50 spesies serangga, 2 spesies mamalia, 26 spesies reptil, 2 jenis ikan, 21 jenis kepiting, dan jenis-jenis lainnya.

Dua spesies kepiting baru subfilum Crustaceans ini ditemukan saat PTFI dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan pemantauan rutin. Tim peneliti yang mendapati keunikan ciri fisik kedua spesies tersebut lantas melakukan penelitian lebih lanjut. Setelah melalui proses pengkajian selama hampir 4 tahun, kedua spesies tersebut pun dinyatakan sebagai spesies baru.

Adapun kekhasan ciri fisik utama keduanya terletak pada bentuk tubuh dan capitnya. Typhlocarcinops robustus mempunyai bentuk tubuh dan capit yang terlihat kokoh dan kuat, seperti namanya robustus, yang dalam Bahasa Latin berarti kokoh.

Sementara itu, Typhlocarcinops raouli mempunyai tubuh berbentuk persegi panjang dengan capit yang langsing dan berbulu halus. Nama yang diberikan adalah bentuk penghormatan terhadap Raoul Serène, seorang ahli kepiting dari Perancis yang mempelajari kepiting dari kelompok ini.

Profesor Dwi Listyo Rahayu, pakar oseanografi LIPI yang terlibat dalam penelitian ini menyatakan bahwa pemantauan lingkungan dilakukan untuk mendapatkan informasi dasar mengenai keanekaragaman hayati yang ada di area kerja PTFI. “Sungai di Mimika beserta keanekaragaman hayati di dalamnya merupakan suatu ekosistem yang amat kaya, terutama karena menjadi habitat bagi banyak spesies seperti kepiting. Kerja sama PTFI dan LIPI menjadi penting dilakukan agar fungsi penelitian dan monitoring dapat dilakukan secara maksimal,” kata Profesor Dwi yang juga merupakan satu-satunya taksonom kelomang di Indonesia.

Sejak penelitian dilakukan PTFI pada tahun 2001 di kawasan muara sungai (estuari) dan mangrove, setidaknya 103 spesies dari subfilum Crustaceans ditemukan di kawasan ini, di mana 21 di antaranya merupakan jenis spesies baru bagi ilmu pengetahuan.

Kegiatan pemantauan dan penelitian di muara Sungai Ajkwa adalah hal yang rutin dilakukan oleh PTFI setiap enam bulan sekali sebagai bentuk kepatuhan perusahaan terhadap AMDAL 300K tahun 1997. Tidak hanya di muara sungai, aktivitas pelestarian lingkungan ini juga dilakukan di seluruh area kerja PTFI, baik di dataran tinggi, maupun di dataran rendah.

“Hasil analisis dari setiap penelitian lingkungan yang kami lakukan, termasuk informasi dasar mengenai keanekaragaman hayati di area kerja PTFI, senantiasa menjadi bahan pertimbangan manajemen PTFI dalam mengambil keputusan operasional, sehingga kami dapat senantiasa meminimalisasi dampak operasi terhadap lingkungan. Kami juga secara rutin melaporkan hasil penelitian ini kepada pemerintah,”kata Environmental Senior Manager PTFI Gesang Setyadi dalam rilisnya yang diterima, Selasa (20/10).

Dikatakannya, pelestarian lingkungan di muara Sungai Ajkwa menjadi sangat penting dilakukan mengingat area ini merupakan wilayah yang terdampak aliran tailing PTFI. Setelah dilakukan penelitian selama bertahun-tahun, diketahui bahwa lahan baru yang terbentuk di muara sebagai bentuk sedimentasi, turut membentuk kolonisasi hutan mangrove secara alami yang menjadi habitat bagi banyak jenis binatang laut seperti kepiting, udang, siput, kerang, ikan, dan cacing laut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh spesies tersebut dapat hidup dengan baik dan membentuk ekosistem baru. Temuan tersebut juga menunjukkan bahwa muara di hilir daerah pengendapan tailing merupakan sebuah ekosistem yang berfungsi. Selain melalui kolonisasi alami, ekosistem di muara Sungai Ajkwa juga terbentuk melalui kegiatan reklamasi yang dilakukan PTFI. Sejak tahun 2013, PTFI terus mereklamasi muara Sungai Ajkwa dengan menanam tumbuhan mangrove di lahan seluas kurang lebih 300 hektar.

Selain dengan LIPI, monitoring dan penelitian kawasan muara sungai juga dilakukan PTFI dengan melibatkan berbagai pihak, seperti Pemerintah Kabupaten Mimika, Universitas Diponegoro, dan Institut Pertanian Bogor. Sejumlah buku terkait dengan penemuan spesies dari hasil penelitian tersebut telah dipublikasikan dan menambah khazanah literatur keanekaragaman hayati di Papua.

“Kolaborasi yang senantiasa PTFI lakukan dengan berbagai pihak, seperti pemerintah dan lembaga akademis di dalam dan luar negeri, mampu mendukung agar kegiatan yang kami lakukan dapat semakin optimal bermanfaat bagi pelestarian lingkungan serta kemajuan dunia penelitian,” tutup Gesang.