Polemik Dana Cadangan atau Dana Abadi? Ini Penjelasan Ketua Komisi III DPR Papua

Ketua Komisi III DPR Papua, Benyamin Arisoy SE,M,Si/Istimewa

JAYAPURA, wartaplus.com - Ketua Komisi III DPR Papua Bidang Anggaran dan Aset Daerah, Benyamin Arisoy SE.M,SI angkat bicara terkait pernyataan Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara di media, juga dalam rapat dengar pendapat dengan DPD RI, yang menyebut Dana Otonomi Khusus Papua sebesar Rp1,85 Triliun telah didepositokan oleh Pemerintah Provinsi Papua.

Pernyataan ini kemudian memicu banyak pendapat negatif di masyarakat, yang menganggap Pemerintah Papua tidak mengelola dana tersebut sesuai peruntukan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Papua.

Benyamin Arisoy menuturkan, istilah "deposito" memang tidak diatur dalam perundang undangan. Hanya saja, dirinya membenarkan ada dana otsus yang kemudian disebut sebagai "dana cadangan" yang disimpan di kas daerah pemerintah provinsi Papua.

Menyoal dana cadangan, menurut Arisoy telah diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Papua nomor 1 tahun 2010 tentang pembentukan dana cadangan. Inilah yang menjadi dasar pemerintah provinsi papua dalam pengelolaan dana cadangan.

"Sudah saatnya perlu dilakukan penyesuaian sesuai filosofi pembentukan dana cadangan. Keterbatasan dalam pengelolaan keuangan daerah, pasca otonomi daerah membuka ruang bagi pembuatan kebijakan oleh pemerintah daerah terkait pembiayaan program yang membutuhkan dana relatif besar," kata Arisoy dalam siaran persnya, Minggu (1/3).

Selain itu, lanjut dia, faktor periode anggaran yang terlalu singkat yakni 1 tahun fiskal ( 1 Januari hingga 31 Desember )menimbulkan persoalan atas kesinambungan fiskal daerah. Implikasi dari kondisi tersebut adalah diberikannya kewenangan kepada daerah untuk membentuk dana cadangan yang secara eksplisit diatur dalam pasal 122 Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan pasal 63 Permendagri nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang menyatakan bahwa pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan.

Dana Cadangan atau Dana Abadi?

Soal apakah beda dana cadangan dan dana abadi? Arisoy menjelaskan, pertama: konsep Dana Abadi hanya ada dalam undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus dan tidak ada di dalam perundang undangan keuangan negara atau daerah.

"Dalam undang undang hanya ada dana cadangan dan konsekuensinya saat mencadangkan dana tetap harus disebut dana cadangan," paparnya Itulah sebabnya Pemerintah Provinsi Papua menetapkan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) tentang Dana Cadangan dan bukan Dana Abadi

Kedua, konsep yang berbeda inilah yang perlu dibahas lagi bila tetap menggunakan Dana Abadi sesuai undang-undang Otonomi Khusus nomor 21, pasal 38 ayat 2 dan penjelasannya. Berarti, penggunaannya terutama untuk menjaga ketersediaan sumber PAD (pendapatan asli daerah) manakala Dana Otsus berakhir.

"Itulah pokok-pokok pikiran yang saya ingat dari diskusi perumus undang-undang otsus," ujar Arisoy Dana Abadi, seharusnya di investasikan dalam investasi permanen misalnya penyertaan modal PT Freeport dan PT Bank Papua.

"Namun investasi seperti ini sangat perlu berhati-hati, bila dana tersebut disamakan atau dimaknai sebagai dana cadangan, maka perlu mendiskusikan satu pernyataan istilah dana abadi dengan dana cadangan apakah sudah ada dalam Perda dana cadangan? Sekalipun ada perlu dibahas dengan BPK agar tidak muncul salah paham di kemudian hari," jelasnya

Rumusan kegiatan pendidikan atau kesehatan yang membutuhkan pembentukan dana cadangan perlu dipertegas dalam Perda Dana cadangan.

Untuk diketahui, penggunaan dana cadangan dalam neraca 31 Desember 2017 sebesar Rp1.098.034.927.308, dan neraca 31 Desember 2018 sebesar Rp966.280.889.220.

Dalam laporan keuangan tahun 2017 dan tahun 2018 telah diungkap dalam catatan atas laporan keuangan secara memadai oleh pemerintah provinsi Papua. Dimana terjadi penurunan pada 2018 karena adanya penggunaan dana tersebut

Sementara itu, apakah penempatan dana cadangan dalam deposito dibenarkan? Menurut Arisoy, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah menjelaskan, dalam pasal 123, dana cadangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat 1 ditempatkan pada rekening tersendiri yang dikelola oleh PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah). Dalam hal ini, dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, belum digunakan sesuai dengan peruntukannya. Maka dana tersebut dapat ditempatkan dalam portofolio yang memberikan hasil tetap dengan risiko rendah. Hasil dari penempatan dalam portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat 2, menambah dana cadangan.

"Posisi dana cadangan dilaporkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan pertanggungjawaban APBD," terangnya

Dalam penjelasan ayat 2 pasal 123 berbunyi, "salah satu contoh portofolio yang memberikan hasil tetap dengan risiko rendah adalah deposito pada bank pemerintah". "Tegas bahwa dana cadangan dapat deposito di bank pemerintah," tegas Arisoy.

Sementara itu menjawab pertanyaan warga soal mengapa pemerintah daerah menyimpan uang sementara masih banyak layanan publik pendidikan kesehatan yang tidak berjalan maksimal? Menurut Arisoy, masalah layanan pendidikan kesehatan tidak semata ditentukan oleh besaran alokasi anggaran.

"Fakta ini telah dibuktikan oleh penelitian di berbagai negara Asia. Selain alokasi anggaran, aspek lain yaitu perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan dan evaluasi kegiatan, secara bersama menentukan kinerja urusan pendidikan dan kesehatan untuk berhasil,"pungkas politisi Demokrat ini.

Sebelumnya, Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua, Paula Henry Simatupang mengaku masih akan menelusuri terkait pernyataan Wamenkeu

Kepada sejumlah awak pers di Jayapura, Kamis (27/2), Paula mengaku, memang pada pemeriksaan akhir 2019 ditemukan ada sejumlah dana milik Pemerintah Provinsi Papua yang didepositokan, namun, belum diketahui pasti karena dana yang tersimpan di Bank Papua dan Bank Mandiri itu tergabung dalam pengelolaan APBD Provinsi Papua

"Dari hasil pemeriksaan kami yang terakhir, 31 Desember 2019, itu ada Rp500 miliar lebih dan itu deposito," kata Paula.

Dia menjelaskan, SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) Provinsi Paoua per 31 Desember 2018 memang mencapai lebih dari Rp1 triliun. Sedangkan untuk 2019, pemeriksaan masih berjalan.**