Wakil Ketua DPRD Nduga : Sila Kelima Pancasila Tidak Berlaku di Nduga

Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Nduga, Ronal Kelnea/ Andy

KENYAM - Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Nduga, Ronal Kelnea menyebut bahwa masyarakat Kabupaten Nduga tidak pernah merasakan keadilan sebagaimana bunyi sila ke lima pancasila " Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia".

Hal ini disampaikan menyusul konflik yang terjadi di Nduga sejak Desember 2018 hingga kini belum pernah selesai, bahkan terbaru salah satu warga Nduga, Hendrik Lokbere meninggal karena ditembak.

“ Permintaan rakyat Nduga adalah keadilan. Kami minta agar pemerintah menarik pasukan non organik dari Nduga, namun permintaan tersebut tidak digubris pemerintah pusat, akibatnya masyarakat Nduga tidak merasakan damai, yang ada hanya ketakutan akibat konflik yang terjadi. Sehingga menurut saya keadilan itu tidak berlaku bagi kami masyarakat Nduga,” katanya kepada Wartaplus.com di Kenyam, Selasa (24/12) malam.

“ Karena keadilan itu tidak dirasakan, maka pantas kalau hari banyak rakyat yang teriak merdeka. Ini akibat perlakuan negara yang tidak pernah adil,” tambahnya.

Menurutnya, permintaan untuk menarik pasukan dari Nduga bukan tanpa alasan, sebab kehadiran pasukan non organik di Nduga membuat ribuan masyarakat ketakutan dan meninggalkan kampung-kampung di Nduga.

“ Yang kami minta adalah penarikan pasukan non organik yang banyak dikirim ke Nduga. Sementara pasukan organik silahkan tinggal karena kami juga membutuhkan aparat untuk menjaga keamanan di kabupaten ini,” terangnya.

Dikatakan, pasukan organik yang ada di Nduga sudah dikenal dan dekat dengan masyarakat dan sering membantu masyarakat setempat.

“ Pasukan organik yang ada sudah dikenal dan sering membantu warga, sehingga warga kita yang dikampung tidak takut dengan pasukan organik. Yang ditakutkan warga adalah pasukan non organik karena mereka tidak mengenal adat dan budaya orang Nduga,” bebernya.

Ronal mengaku, sejak tahun 1961 Irian Barat bergabung dengan Indonesia status Kabupaten Nduga ini sudah dua kali menjadi Daerah Operasi Militer (DOM) sehingga membuat masyarakat Nduga mengalami trauma yang berkepanjangan.

“ Hingga saat ini Kabupaten Nduga sudah dua kali menjadi Daerah Operasi Militer (DOM) yakni tahun 1996 dan 2019. Tahun 1996 itu banyak rakyat Nduga yang menjadi korban, namun hingga saat ini tidak pernah ada proses hukum terhadap pelaku pembunuhan rakyat nduga saat ini. Tahun ini juga sama, banyak rakyat nduga yang meninggal, namun belum ada pelaku yang diungkap,”  jelasnya.

Untuk itu, Ronal meminta agar operasi militer yang sementara berlangsung di Nduga dihentikan dan seluruh pasukan non organik ditarik agar masyarakat Nduga yang mengungsi bisa kembali.

“ Satu-satunya menyelesaikan masalah Nduga adalah pemerintah pusat menarik kembali pasukan non organik dengan begitu maka rakyat akan kembali ke kampungnya dan beraktivitas seperti biasa,” tandasnya.**