Dibesarkan Serigala, Pria ini Menyesal dengan Kehidupan Manusia

Net

WARTAPLUS - Seorang pria yang dikenal sebagai Mowgli-nya Spanyol karena mengaku dibesarkan oleh serigala itu menyesal mencoba kehidupan manusia.

Diwartakan BBC via Daily Mirror Jumat (6/4/2018), Marcos Rodriguez Pantoja ditinggal kedua orangtuanya, ibunya meninggal dan ayahnya tinggal bersama wanita lain, pada usia tiga tahun, saat dekade 1940-an.

Pantoja kecil kemudian dibawa ke kawasan Pegunungan Sierra Morena untuk dibesarkan sebagai penerus penggembala, dan mengawasi 300 ekor domba.

Oleh gembala tua, Pantoja sempat diajari teknik menggembalkan kawanan domba, cara menyalakan api maupun menggunakan perkakas.

Namun, ketika usia Pantoja menginjak tujuh tahun, gembala tersebut meninggal dunia, dan meninggalkannya sendirian.

Suatu hari, Pantoja pergi ke sebuah gua dan menemukan seekor anak serigala sedang tertidur. Dia bermain dengan anak serigala hingga induknya datang membawa makanan.

Induk itu kemudian merobek daging, dan mulai membagikan ke anak-anaknya. Pantoja yang lapar kemudian berusaha mengambil makanan anak serigala itu.

Induknya tiba-tiba mencakar Pantoja yang membuatnya mundur. Setelah memberi makan anaknya, serigala betina itu kemudian memberikan daging kepada Pantoja.

Awalnya, dia tidak mau menyentuhnya karena berpikir induk serigala itu bakal menyerangnya. "Namun, induk serigala itu terus menyorongkan daging tersebut dengan hidungnya," bebernya.

Ketika Pantoja mengambil dan memakannya, serigala itu datang mendekat. "Saya mengira dia bakal menggigit saya. Namun, tiba-tiba dia menjilati saya, dan kami pun menjadi keluarga," ungkapnya.

Pantoja pun menjadi "serigala" hingga pasukan Garda Sipil menemukannya 12 tahun kemudian, atau saat dia berusia 19 tahun.

Saat ditemukan, dilaporkan Pantoja setengah telanjang, dan menggeram ketika berusaha diajak berkomunikasi.

Kini, Pantoja telah berusia 72 tahun. Diberitakan El Pais, dia mengaku menyesal mengapa dibawa ke dunia manusia.

Dia mengaku telah ditipu dan dilecehkan oleh tetangga di sekitar tempatnya tinggal, serta diperlakukan tidak adil oleh atasannya.

"Saya berpikir mereka menertawakan saya karena saya tidak mengerti soal politik maupun sepak bola," kata Pantoja dengan kesal.

Selain itu, hiruk pikuk kehidupan manusia membuat Pantoja tidak nyaman. Dia mengaku pusing dengan kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan seperti mobil.

"Saya juga tidak suka orang berlalu lalang ke berbagai arah. Selama saya hidup di kota, saya begitu takut untuk sekadar menyeberang jalan," tutur Pantoja.

Dia kemudian mencoba untuk kembali ke gunung, tempatnya tinggal sebelum ditemukan otoritas keamanan.

Namun, Pantoja menuturkan, saat ini keadaan tidak lagi seperti dulu. Serigala-serigala itu seolah tidak mengenalinya.

"Jika saya memanggil, mereka bakal merespon. Namun, mereka tidak mendekati saya karena bau saya seperti orang pada umumnya. Mengenakan cologne," beber Pantoja.

Meski mengaku menyesal hidup dengan manusia, Pantoja merasa bahagia karena setidaknya masih ada yang bersedia menerimanya.

Saalh satunya adalah kelompok pemerhati lingkungan Amig@as das Arboes, yang menggalang dana untuk membelikan Pantoja pemanas guna persiapan menghadapi musim dingin 2018 ini.

Kelompok tersebut sering mengundangnya untuk berbicara di sekolah-sekolah, dan menceritakan mengenai kecintaannya terhadap binatang.

Sejauh ini, anak-anak merupakan manusia yang paling membuat Pantoja nyaman. "Sangat mengagumkan melihat caranya memikat anak-anak dengan pengalaman hidupnya," kata seorang anggota Amig@as, Xose Santos.

Saat ini, dia hidup di sebuah rumah kecil mirip gua, yang diisi dengan berbagai memorabilia serta gambar yang dibuatnya.

Selain itu, dia juga menanam berbagai tumbuhan dan bunga untuk membuatnya merasa berada di alam liar tempat dia dulu tumbuh.

Pada 2010, pernah muncul film berjudul Among Wolves yang diadaptasi dari kisah hidup Pantoja. Selain itu, sejumlah penelitian juga dilakukan terhadapnya.

[net]