Sengketa Pilkada Papua

Pengadilan Tinggi TUN Makassar Kandaskan Gugatan Lukmen

Majelis Hakim PTTUN Makassar yang dipimpin Arifin Marpaung membacakan hasil putusan sidang Sengketa Pilkada Gubenur dan Wakil Gubernur Papua, Rabu (4/4) pagi/Frida

MAKASSAR,- Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Makassar menolak gugatan pasangan Calon Gubernur Papua, Lukas Enembe-Klemen Tinal (Lukmen) yang menggugat KPU Papua karena meloloskan pasangan Calon Gubernur Papua Wempi Wetipo yang diduga menggunakan ijasah palsu.

Penolakan PTTUN ini disampaikan dalam putusan sidang, Rabu (4/4) pukul 10.00 WIT di ruang sidang utama, PTTUN Makassar, oleh majelis hakim Arifin Marpaung dan dua anggota majelis hakim lainnya. Sidang ini dihadiri oleh kuasa hukum Penggugat, Yance Salambauw, Roy Rening, Hendrik Dengah, dkk dan kuasa hukum Tergugat, Rahman Ramli, David Soumokil, dari Kantor Advokad Pieter Ell & Asossiates.

Di dalam amar putusan Perkara Nomor 24/G/Pilkada/2018/PT.TUN, Arifin Marpaung, hakim majelis hakim PTTUN menjelaskan panjang lebar hal-hal yang menjadi pertimbangan sebelum memutuskan perkara sengketa Pilkada di provinsi tertimur Indonesia itu.

Terhadap gugatan Lukmen yang mempersoalkan ijasah Wempi Wetipo, SH.MH yang diduga palsu, jelas Marpaung, Berdasarkan undang-undang, KPU dapat melakukan klarifikasi kepada instansi yang berwenang. Majelis juga menimbang bahwa dengan adanya masukan dan pengaduan masyarakat Forum Peduli Pembangunan Jayawijaya, tanggal 11 Januari 2018 sebagai barang bukti, serta dengan adanya bukti perbedaan tahun kelulusan Wempi Wetipo, SH.MH serta surat keterangan Rektor Uncen Jayapura, meskipun adalah fakta yag mengakibatkan keraguan mengenai keabsahan ijasah atas nama Wempi Wetipo SH MH, berdasarkan pasal 63 peraturan KPU Nomor 3 tahun 2017, penggugat dapat melakukan klarifikasi pada instansi yang berwenang.

Majelis juga menimbang bahwa meskipun tergugat dalam hal ini KPU Papua menyatakan bahwa pengaduan masyarakat tersebut tidak dilengkapi dengan identitas yang jelas, akan tetapi berdasarkan bukti P1, tergugat melakukan verifikasi dan klarifikasi terhadap keabsahan ijasah S1 dan S2 Wempi Wetipo SH MH kepada instansi yang berwenang yakni dengan cara mengirim surat kepada Rektor Uncen Jayapura tanggal 12 Januari 2018.

Terhadap klarifikasi tersebut, Rektor Uncen membalas pada tanggal 19 Januari 2018 bahwa ijasah S1 atas nama Wempi Wetipo adalah benar dan sah dikeluarkan oleh Uncen dengan keputusan Rektor nomor 0027-UN20-JYP-2012,  tahun 2012. Sedangkan ijasah S2 dikeluarkan tanggal 28 Maret tahun 2013.

Atas surat tersebut, tergugat telah mengeluarkan berita acara pada tanggal 20 Januari 2018. Dengan demikian, tergugat telah melakukan klarifikasi atas adanya keraguan dan pengaduan masyarakat sebagaimana disebutkan dalam pasal 63 peraturan KPU No 3 Tahun 2017.

“Menimbang bahwa tergugat telah meneliti kesesuain dengan syarat dokumen dan persyaratannya sesuai dengan tata cara dan prosedur yang telah ditentukan dalam pasal 43 DKPU nomor 3 tahun 2017, maka gugatan penggugat yang mempersoalkan klarifikasi dan verifikasi secara tidak baik dan benar, adalah tidak terbukti adanya. Oleh karena itu, dalil penggugat yang mempersoalkan pelaksanaan verifikasi dan legaliltas atas ketidaksesuaian riwayat pendidikan dengan ijasah atas nama Wempi Wetipo SH MH dengan surat keterangan Rektor Uncen tidak dapat dibenarkan karena pelaksanaan klarifikasi dan verifikasi yang dimaksud dalam pasal 48 DKPU nomor 3 tahun 2017 bukan dengan cara menguji kesesuaian terhadap riwayat pendidikan atau surat pengaduan masyarakat melainkan menguji sesuainya terhadap norma yang diatur dalam peraturan KPU nomor 3 tahun 2017,” terang Marpaung.

Dengan demikian, lanjutnya, keraguan terhadap riwayat pendidikan maupun pengaduan masyarakat bukanlah sebagai norma yang ditentukan tentang keabsahan ijasah dan juga bukan merupakan kelnngkapan dokumen yang perlu diverifikasi karena bukan sebagai  kelengkapan dokumen persyaratan calon yang ditentukan dalam peraturan KPU nomor 3 tahun 2017 melainkan hanya sebagai bahan atau masukan bagi KPU untuk mempertimbangkan apakah terdapat keraguan mengenai keabsahan ijasah dan apakah diperlukan klarifikasi pada instansi yang berwenang sebagaimana ditentukan dalam pasal 63 peraturan KPU nomor 3 tahun 2017.

Demikian pula soal ijasah yang diperoleh dari Stisipol Silas Papare yang diduga palsu karena terdapat duplikasi mengenai nomor induk registrasi mahasiswa, ungkap Marpaung kemudian, pengadilan berpendapat bahwa verifikasi dan klarifikasi atas ijasah tersebut tidak perlu dan tidak relevan karena ijasah tersebut tidak digunakan oleh Wempi Wetipo, SH.MH sebagai kelengkapan persyaratan calon dalam proses pendaftaran pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Hal ini, menurut majelis sesuai pendapat ahli yang menerangkan bahwa klarifikasi dan verifikasi hanya dilakukan terhadap dokumen yang diserahkan sebagai kelengkapan persyaratan.

Oleh karena itu, pengadilan berkesimpulan bahwa tergugat telah menggunakan wewenangnya untuk melakukan penelitian dan klarifikasi terhadap persyaratan calon, khususnya persyaratan ijasah atas nama Wempi Wetipo, SH.MH sesuai dengan prosedur yang ditentukan dalam peraturan KPU nomor 3 tahun 2017 serta penyelenggaran asas umum penyelenggara yang baik sehingga telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan sebagai penyelenggara yang baik. Dengan demikian, pengadilan mempertimbangkan gugatan tidak terbukti, dan harus dinyatakan ditolak.

“Menimbang bahwa karena gugatan penggugat telah ditolak, maka pihak penggugat harus dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan diwajibkan membayar biaya perkara yang timbul dalam pemeriksaan sengketa ini,” tegas Marpauang. Dengan demikian, pengadilan enolak eksekpsi tergugat untuk seluruhnya dalam pokok perkara, dan menyatakan menolak gugatan penggugat seluruhnya, serta menghukum pengugat untuk membayar biaya perkara Rp 378 ribu.

Terhadap hasil keputusan hakim ini, kedua belah pihak baik Penggugat maupun Tergugat belum mengambil sikap apakah akan mengajukan upaya hukum lain berupa kasasi ke Mahkamah Agung, atau menerima hasil putusan majelis hakim PTTUN Makassar. *