Wagub Papua Soroti Maraknya Pembangunan Perumahan di Kawasan Hutan Sagu Sentani

Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal/Andi Riri

JAYAPURA - Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal meminta pemerintah kabupaten Jayapura tidak lagi mengeluarkan ijin pembangunan perumahan di kawasan hutan sagu. Sebab menurutnya, maraknya pembukaan lahan baru untuk perumahan dan pembukaan jalan baru, menyebabkan lahan sagu alam terancam hilang. Padahal seperti diketahui, sagu merupakan makanan pokok masyarakat Papua yang kaya akan gizi. Selain itu pohon sagu juga merupakan penghasil oksigen terbesar dibandingkan tumbuhan lainnya. Dimana hampir sebagian masyarakat Papua terutama di wilayah dataran rendah menggantungkan hidupnya dari bertanam sagu.

"Tidak usah  bikin perumahan di daerah lahan sagu. Kalau ada orang yang sudah beli, itu akan menjadi hak dia. Tetapi ingat belum tentu bisa membangun, karena tentunya ada aturannya dari pemerintah," tegas Klemen di Jayapura, Rabu (24/4).

Dia mencontohkan, seperti pembangunan perumahan yang terletak di samping Hotel Sentani, Kabupaten Jayapura

"Saya minta pemerintah (kabupaten Jayapura) harus cabut ijin perumahan itu, karena itu daerah lahan sagu," serunya.

Menurutnya, meski ondoafi maupun ondofolo (pemilik ulayat/tanah) telah menjual tanahnya, bukan berarti mereka (pembeli) serta merta bisa membangun. 

"Disinilah peran pemerintah hadir harus memastikan daerah lahan tersebut sesuai tata ruang, apakah merupakan kawasan yang bisa untuk membangun atau merupakan daerah hijau (tidak boleh membangun)," katanya.

Berdasarkan data pemerintah kabupaten Jayapura luas lahan sagu yang teridentifikasi di enam distrik seluas 3.302,9 hektar dan hampir 90 persen, lahan sagu tersebut terancam hilang.

Di kesempatan itu, Wagub juga menyoroti wajah ibukota Provinsi Papua terutama di wilayah Sentani Kabupaten Jayapura yang menurutnya terlihat semrawut dari segi tata kota /tata ruang

"Ini ada kesan ibukota Provinsi Papua, Jayapura berantakan. Kalau jayapura aja berantakan, nanti semua di Papua dikira berantakan. Tidak boleh lagi ada yang mengeruk gunung untuk mengambil material batu dan pasir untuk dijual, walaupun pemilik tanah mengijinkan. Disini pemerintah kabupaten harus tegas," sorotnya.

Dia menambahkan, pemerintah sejatinya harus selektif dalam memberikan ijin.

"Kadang tidak ada ijin dari pemerintah tapi ondo sudah beri. Ingat pemerintah itu bicara soal tata administrasi di daerah ini. Jangan karena keinginan pengusaha bangun perumahan, tapi banyak orang mati (belajar dari kasus banjir bandang)," katanya.

Seperti diketahui pada 16 Maret 2019 lalu terjadi banjir bandang di sejumlah wilayah di kabupaten Jayapura menyebabkan 98 orang meninggal dunia (78 jenazah terindetifikasi dan 20 jenazah belum teridentifikasi dan dikubur massal), puluhan orang masih dilaporkan hilang. Ribuan rumah rusak termasuk  fasilitas umum seperti sekolah, masjid, gereja, jalan dan jembatan. Dan lebih dari empat ribu orang mengungsi.

Penyebab banjir bandang ditengarai akibat curah hujan yang tinggi menyebabkan longsor dibagian hulu yakni di kawasan cagar alam gunung cyclop. Longsor terjadi akibat penebangan pohon secara liar di kawasan tersebut serta dialihfungsikan menjadi lahan berkebun oleh masyarakat setempat.