Dana Otsus Infrastruktur Belum Berpihak Kepada Pengusaha Asli Papua

Panglima Parlemen Jalanan (Parjal) Papua Barat Ronald Mambieuw/Albert

MANOKWARI- Dana otonomi khusus untuk Papua dan Papua Barat begitu besar, terutama di bidang infrastruktur. Hanya saja, pengusaha asli Papua (PAP) belum dibina oleh perusahan skala Nasional yang beroperasi di Papua maupun Papua Barat. Termasuk keberpihakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi, kabupaten, kota-Se Papua Barat, terhadap PAP.

Padahal hadirnya Undang-undang otsus di tanah Papua tentu diharapkan memberikan kesejateraan bagi orang asli Papua, termasuk pengusaha asli Papua.

Panglima Parlemen Jalanan Ronald Mambieuw di Manokwari Papua Barat mengatakan, UU Otsus menurunkan banyak dana otsus untuk infrastruktur di tanah Papua, khusus di Papua Barat. Namun keberpihakan SKPD terhadap pengusaha asli Papua belum serius.

Ronald mengaku bahwa tidak dipungkiri ada pembagian paket proyek dengan penunjukan langsung kepada pengusaha Papua, namun jumlahnya jauh lebih kecil bagi mereka. Berbeda hal dengan non pengusaha Papua yang diberikan nilai paket proyek yang begitu fantastik.

Tak hanya itu, dia juga menuding ada oknum SKPD yang penanya masih abaikan keberpihakan bagi pengusaha Papua, dan menguntungkan pengusaha non Papua dengan jumlah paket yang begitu besar.

Oleh karena itu, Ronald menyarankan kepada pemerintah Papua Barat untuk mengevaluasi cara pembagian proyek di daerah khusus Papua Barat.

"Kami akan pasang orang-orang kami untuk pantau langsung pembagian proyek nantinya, baik penunjukan maupun lelang. Nah, terkait paket lelang  yang ada di instansi vertikal seperti Balai Sungai, Pengairan, Jalan dan Jembatan kami minta tiap-tiap kepala Balai, PPK jangan hanya berpihak kepada pengusaha berduit atau bermodal agar kelak menerima fee," ungkap Ronald, Selasa (12/3/2019).

Dia menjelaskan bahwa pengusaha berkomitmen bagi-bagi fee proyek, tetapi juga harus mempertimbangkan pencapaian pengusaha lokal yang ingin bersaing dalam pelelangan.

Katanya, ke depan jika keberpihakan pada pengusaha lokal yang mengikuti lelang tidak di akomodir, maka tak segan-segan menghimpun semua pengusaha dan duduki tiap balai wujud mosi tak percaya tentang keberpihakan.

"Kami juga minta agar nilai paket yang di berikan kepada Subkon haruslah manusiawi dan membangun, jangan seperti tahun tahun kemarin yang perhitungan pembagian paket per CV yang diusul asosiasi lokal berbunyi Rp 12.000, kami punya bukti dari hasil ini membuat sehingga kebijakan asosiasi menunjukkan satu di antara CV yang diusulkan untuk kerja dan hasilnya dibagi semua CV," katanya.

Menurutnya, ini pelecehan, sebab bukan berpihak dan membangun melainkan mengajarkan pengusaha lokal untuk tidak merasah memiliki dan jusru kebijakan SKPD serupa ini yang turut memuluskan kegagalan pemerintah di Tanah Papua. *