Sidang Sengketa Pilkada Papua

KPU Papua Tegaskan Dalam Sidang, Ijasah Wempi Wetipo Sah Menurut Hukum

Tim Kuasa Hukum KPU Papua bersama komisioner KPU Papua Izak Hikoyabi sebelum sidang sengketa Pilgub di PT TUN Makassar/Istimewa

JAYAPURA,- KPU Papua menanggapi gugatan Lukmen dalam sidang sengketa Pilkada Papua di PT TUN Makassar, Senin (19/3) siang. Menjawab keberatan Lukmen yang mempersoalkan keabsahan ijasah Wempi Wetipo, KPU Papua menegaskan, ijasah Wempi Wetipo sah, karena dikuatkan dengan legalisir dan surat dari Rektor Uncen sebagai pejabat yang berwenang.

Kuasa Hukum KPU Papua, Heru Widodo, Pieter Ell, dkk, dalam sidang dengan agenda jawaban Tergugat, di hadapan majelis hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN), mengemukakan, pertama, putusan Bawaslu Papua yang dijadikan dasar keberatan oleh Lukmen, menurut Tergugat sudah tepat dan benar, karena putusan Bawaslu yang mengatakan bahwa terkait ijasah palsu Wempi Wetipo dari Stisipol Silas Papare, belum mendapat keputusan dari pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Putusan Bawaslu ini sesuai dengan keputusan PT TUN Makassar di dalam perkara nomor 17 tahun 2016 Sengketa Pilkada Kabupaten Boalemo yang mempersoalkan ijasah palsu tanpa adanya proses pidana terlebih dahulu. Putusan PT TUN Makassar ini dikuatkan oleh putusan Mahkamah Agung dalam Perkara Kasasi Nomor 571 yang mempertimbangkan bahwa belum ada putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ijasah itu palsu, sehingga harus dinyatakan sah menurut hukum.

“Yang kedua, dengan adanya legalisir ijasah dari Uncen dan adanya surat Rektor Uncen itu menunjukkan bahwa kekuatan pembuktian atas legalisir ijasah Wempi dan surat Rektor Uncen yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, sesuai dengan asas akta publika probant se ipsa. Maksudnya bahwa suatu akta dalam hal ini legalisir ijasah yang dikuatkan dengan surat Rektor Uncen, yang lahirnya tampak sebagai akta autentik serta memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan maka akta itu berlaku sebagai akta autentik sampai dibuktikan,” terang Heru Widodo.

Oleh karenanya, berdasarkan asas praduga sah, kata Heru, beralasan menurut hukum bagi KPU untuk menerima keabsahan dan kebenaran dari legalisir ijasah tersebut, sepanjang tidak dicabut oleh Rektor Uncen selaku pejabat yang mengeluarkan surat tersebut berdasarkan asas contrarius actus.

Kemudian, berkaitan dengan surat dari Forum Pembangunan Masyarakat Jayawijaya (FPMJ), Tergugat pun menanggapi. Pertama, Tergugat telah mengklarifikasi ijasah yang digunakan oleh Wempi Wetipo yang mendaftar ke KPU, yaitu ijasah S1 dan S2 Hukum Uncen tetapi terhadap ijasah lain yang didalilkan oleh Penggugat, tidak pernah ada legalisir ijasah S1 selain dari Hukum Uncen yang  diterima Tergugat dan tidak ada kewajiban hukum bagi KPU untuk melakukan verifikasi atau pengesahan legalisir fotocopy atas dokumen yang tidak pernah diajukan kepada Tergugat selaku KPU.

Kedua, FPMJ tidak pernah menyerahkan atau menyertakan legalisir fotocopy ijasah S1 Stisipol Silas Papare kepada KPU. Yang ketiga, surat FPMJ tidak dilampiri identitas yang jelas tentang legalitas kedudukan forum pembuat surat dan legalitas penandatanganan pembuat surat sehingga tidak dapat memenuhi kategori sebagai masukan dan tanggapan masyarakat sebagaimana diatur dalam pasal 91 ayat 3 Kep KPU tahun 2017.

Tergugat juga mengatakan, pada saat pleno terbuka penetapan pasangan calon tanggal 20 Februari Penggugat tidak mengajukan keberatan kepada KPU pada saat dibacakan riwayat pendidikan bakal calon Wempi Wetipo. “Sikap diam dari Penggugat itu menunjukkan bahwa sebenarnya Penggugat itu ragu terhadap bukti yang dimiliki. Karena bukti yang dimaksud hanya copy dari copy yang mustahil untuk dapat dicocokkan dengan aslinya. Sehingga cara memperoleh alat bukti yang copy di atas copy itu, dapat dikategorikan sebagai illegal secured efidence atau tidak sah,” terang Heru.

Di dalam sidang itu, Tergugat juga menjelaskan panjang lebar semua keberatan yang diajukan LUKMEN sebagai Penggugat seperti Penggugat dalam dalil gugatannya mempermasalahkan tentang verifikasi factual yang tidak secara baik dan benar terhadap keabsahan ijasah calon gubernur Papua Wempi Wetipo SH.MH yang menurut Penggugat terdapat banyak kejanggalan atau diperoleh dengan cara-cara yang tidak benar, atau dugaan menggunakan ijasah palsu.

Dalam membangun argumentasinya, Penggugat menggunakan dokumen yang tidak ada pada Tergugat karena Wempi Wetipo, SH.MH tidak pernah melampirkan ijasah yang disebut-sebut palsu pada saat didaftarkan oleh dukungan partai pengusung (Gerindra dan PDIP) sebagai bakal calon gubernur di KPU Provinsi Papua pada 10 Januari 2018.

Dalam hal Penggugat keberatan atas keabsahan ijazah legalisir S1 dan S2 Fakultas Hukum Uncen, yang didaftarkan sebagai syarat calon dan setelah adanya surat Rektor Uncen, yang menyatakan sah dan benar, maka berdasarkan hukum administrasi dapat menggugat pejabat dan/pejabat badan tata usaha Negara yang mengeluarkan surat atau pun legalisir ijazah di Peradilan Tata Usaha Negara, bukan menuntut kepada Tergugat agar melakukan tindakan-tindakan yang oleh undang-undang tidak diberikan wewenang untuk itu.

Terhadap hal-hal yang berkaitan dengan cara bagaimana mendapatkan ijazah tersebut, terlebih yang mengarah pada dugaan pemalsuan, sesuai dengan system hukum Indonesia, memerlukan pembuktian materiil, bukan pembuktian administrasi yang penegakan hukumnya berada di ranah hukum pidana. Sidang dilanjutkan Selasa (20/3) besok dengan agenda pembuktian surat dari Penggugat dan Tergugat. *