CI Gelar Pelatihan Perspektif Gender Dalam Pengelolaan SDA Hayati di BLKB

Foto bersama peserta, trainer usai kegiatan pelatihan gender dalam pengelolaan SDA di Sorong/Istimewa

 

SORONG-Conservation International (CI) Indonesia bersama dengan Institut Lingkar Pendidikan Alternatif (KAPAL) menggelar pelatihan Perspektif Gender dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) hayati di kawasan Bentang Laut Kepala Burung (BLKB).

Dengan mengusung tema "Perempuan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati" pelatihan yang digelar selama tiga hari di hotel City View Kota Sorong, Papua Barat, sejak Senin, tanggal 26 hingga Kamis, 28 Februari 2019 ini menghadirkan dua pemateri dan diikuti sebanyak 21 perwakilan dari entitas penerima hibah BAF dan satu perwakilan dari Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Papua Barat.

Deputi Program Lembaga Swadaya Masyarakat, Budhis Utami mengatakan, di Papua penerapan prinsip keadilan gender adalah sesuatu yang esensial, dimana akses dan segala manfaat dari kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) hayati yang keberagaman budayanya dapat dirasakan oleh banyak orang dalam suatu masyarakat yang Netralitas Gender. 

“Dengan melihat sikap dan keseriusan peserta, saya optimis dan berharap kesetaraan gender bisa diterapkan sepenuhnya di Papua. Semua peserta dapat menindaklanjuti dengan memasukkan perspektif keadilan gender tidak hanya melalui program kerja, namun juga melalui manajemen organisasinya,"kata Budhis.

Sementara itu, Eddy Sahputra dari Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI), Institusi Administrator BAF menyampaikan, kesetaraan gender merupakan bagian dari rencana strategis. “Pelatihan gender ini merupakan perwujudan dari strategi plan lima tahunan BAF dan kesetaraan gender adalah bagian dari program utama,”kata Eddy, pria yang juga menjabat sebagai Sorong Office Coordinator di Yayasan KEHATI.

Ditambahkan oleh Direktur Program Bentang Laut Kepala Burung (BLKB) dari CI Indonesia, Meity Ursula Mongdong, bahwa tujuan dari pelatihan ini untuk menginspirasi dan mengajak lebih banyak perempuan Indonesia dan kelompok-kelompok perempuan yang ada untuk ikut dalam mengembangkan program konservasi. Selain itu, juga dapat mengakses dana hibah yang tersedia.

Lanjut Meity, Blue Abadi Fund adalah dana untuk memastikan (sumber daya alam hayati) di Bentang Laut ini terkelola selama-lamanya karena SDA yang ada bisa mendukung kehidupan manusia ke depan dan dapat dimanfaatkan oleh anak, cucu, dan generasi seterusnya. "Tentunya kita berharap, SDA ini akan ada selamanya untuk kelangsungan hidup generasi mendatang,"tutur wanita berambut panjang berparas cantik ini.

Disisi lain, anggota DPR Provinsi Papua Barat Bidang Otsus, Frida Klasin yang hadir sebagai Narasumber membahas lebih dalam mengenai posisi perempuan dalam pengelolaan SDA dalam konteks masyarakat adat di Papua.

Menurutnya, meski di Papua masih kental dengan budaya Patriarki yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama yang mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, hak sosial dan penguasaan lain-lain namun, perempuan dalam masyarakat adat dan lingkungan adalah satu kesatuan diibaratkan dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan.

“Meskipun konstruksi masyarakat luas terhadap perempuan terbatas, namun pada kenyataannya perempuanlah yang paling banyak bersentuhan langsung dengan alam. Perempuan adalah perawat alam. Idealnya, laki-laki juga harus mendengar keputusan dari perempuan dalam mengelola SDA," tandasnya.

Peserta yang terdiri dari 13 perempuan dan 9 laki-laki ini menyampaikan lebih dari 12 topik materi yang disampaikan dengan metode-metode beragam yang menitikberatkan pada pelibatan peserta melalui diskusi, presentasi, hingga permainan.

Selama tiga hari, peserta dibekali dengan berbagai alat analisis gender dari Universitas Harvard, latihan mengintegrasikan perspektif gender ke dalam program, mulai dari pemetaan masalah perempuan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam, bentuk ketidakadilan gender dan faktor-faktor penyebabnya.*