Hentikan Jalan Trans Papua, Ijinkan Jurnalis Asing Meliput

Isi Surat Terbuka TPNPB Organisasi Papua Merdeka Kepada Presiden Indonesia

Kepala Staf Umum Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) Mayjend Teryanus Satto (kiri) dan Juru Bicara TPNPB-OPM Seby Sambom (kanan)/Istimewa

JAYAPURA,-Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), Organisasi Papua Merdeka (OPM) mengirimankan surat terbuka  kepada Presiden Republik Indonesia. Surat dibacakan Juru Bicara TPNPB Seby Sambom  didampingi Panglima Tinggi Kepala Staf Umum TPNPB Mayjend Teryanus Satto. 

"Yang Terhormat, tuan Presiden Republik Indonesia Kami pimpinan Komando Nasional Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), Organisasi Papua Merdeka (OPM) menyampaikan dengan hati nurani kepada anda bahwa pembangunan infrastruktur di Papua Barat adalah bukan tujuan yang di inginkan rakyat bangsa Papua,"ujar Seby Sambom membacakan surat terbuka kepada Presiden Indonesia.

Rakyat Papua inginkan hak politik penentuan nasib sendiri (Self Determination) dan ingin pisah dari Indonesia untuk Merdeka Penuh dan Berdaulat dari penjajah Indonesia, penjajahan telah nyata sejak lama, hal ini tidak bisa di sembunyikan dari fakta Tuan Presiden Republik Indonesia, bahwa sesungguhnya Indonesia adalah negara demokrasi, namun sesungguhnya demokrasi itu berlaku di wilayah/propinsi lain di Indonesia sehingga di sebut demokrasi Indonesia.

Seutuhnya wilayah Papua dan Papua Barat adalah bukan bagian dari Indonesia, karena dengan alasan bahwa sejak Indonesia secara paksa menduduki wilayah Papua Barat dengan kekuatan militer di sertai operasi-operasi militer di Papua yang di dukung oleh Amerika Serikat dan menyelenggarakan jajak pendapat rakyat Papua di sebut PEPERA pada tahun 1969 adalah cacat hukum dan cacat moral, penjajahan atas Bangsa Papua suda di mulai sejak tahun 1963 sampai saat ini tahun 2018.

Oleh sebab itu tuan Presiden Republik Indonesia, kami sampaikan bahwa Kemerdekaan adalahhak segala bangsa, maka bangsa Papua mempunyai hak untuk merdeka dan menjadi sebuah negara yang berdaulat penuh. Dengan ini, dasar argument tuntutan, tawaran, dan penolakan kami adalah sebagai berikut.

“Berdasarkan Piagam PBB dan Resolusi Majelis Umum PBB 1514 tentang pemberian kemerdekaan bagi rakyat dan wilayah jajahan. Piagam atlantik artikel 73, Kovenan Internasional tentang hak sipil dan politik dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang termuat tentang Setiap bangsa berhak untuk menentukan nasib sendiri,”ujar Seby.

Dikatakan, bentuk perang pada Humaniter internasional yang mengatur tentang “War of NationalLiberation” (Perang Pembebasan Nasional). Mukadimah UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 alinea ke-dua “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa maka penjajahan di muka bumi harus di hapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan”

Manifesto politik Bangsa Papua pada 19 Nopember 1961 dan proklamasi kemerdekaan pemerintahan sementara Republik Papua Barat pada 1 Juli 1971. Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat adalah tentara pembebasan bangsa Papua dan Pertahanan Keamanan nasional Papua Barat sesuai Bab. V dari artikel 106 Konstitusi. Sementara Republik Papua Barat tahun 1971 dan di bentuk pada tanggal 23 Maret 1973.

Ditegaskannya, berdasarkan dasar argument yang rasional di atas maka,TPNPB mengeluarkan sikap sebagai berikut, Pertama tuntutan TPNPB, tarik keluar militer organik dan non organik Indonesia dari wilayah Papua Barat di gantikan dengan pasukan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pemerintah Indonesia wajib menyetujui pelaksanaan pemilihan bebas Penentuan Nasib Sendiri rakyat pribumi Papua Barat (Self Determination).

Pemerintahan Daerah Indonesia baik propinsi Papua dan Papua Barat harus dibekuhkan atau di berhentikan dari status Government dan sepenuhnya di serahkan kepada perwalian PBB

Juru runding dalam perjanjian ini adalah wakil militer Papua dari TPNPB, gerakan sipil dalam negeri dan diplomat OPM yang berjuang di luar negeri. “Penandatanganan perjanjian ini di mediasi oleh pihak ketiga yang netral yaitu PBB, bukan JDP ataupun Pemerintah Indonesia. Hal-hal lain menyangkut waktu pelaksanaan Referendum dan juru runding dapat di ajukan kemudian, apabila Indonesia menyetujui tuntutan ini,”ujarnya.

Lalu kedua permintaan TPNP, hentikan pembangunan jalan trans Papua, tarik gabungan militer Indonesia dari Nduga. Indonesia ijinkan jurnalis asing meliput di Nduga, Timika, Puncak Jaya, Paniai dan Lani Jaya.

Indonesia ijinkan United Nation Higher Commissioner for Refugee (UNHCR) masuk di Nduga untuk mengurus pengungsian warga sipil pribumi dan non pribumi di Nduga. Indonesia ijinkan Palang Merah Internasional masuk di Nduga guna mengevakuasi da perawatan bagi korban warga sipil di kabupaten Nduga.

Lanjut dia, TPNPB menolak permintaan Indonesia untuk menyerah kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). TPNPB menolak upaya Indonesia untuk berdamai dengan dialog Jakarta-Papua

Lanjutnya, keempat  sikap TPNPB, TPNPB tidak akan menyerah dengan alas an apapuan sebelum kemerderkaan Bangsa Papua terwujud dari penjajahan Indonesia. Perang tidak akan berhenti sampai pada sebelum tuntutan dan permintaan TPNPB di laksanakan oleh pemerintah Indonesia.

“Demikian isi tuntutan, tawaran dan penolakan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), untuk itu TPNPB menolak tawaran dalam bentuk apapun selain yang di cantumkan dalam surat ini. Apabila pemerintah Indonesia tidak menyetujui tuntutan dan tawaran ini maka, TPNPB tidak akan berhenti berperang. Perang melawan militer Indonesia di Papua akan di lakukan sampai pada puncak tuntutan TPNPB di laksanakan. Tertanda Panglima Tinggi Kepala Staf Umum TPNPB Mayjend Teryanus Satto,”ujar Seby.*