Pentingnya Arsitektur Baru untuk Papua Sebelum 2021

Velix Wanggai/Dok.Pribadi

Oleh: Velix Wanggai

Kita memahami bahwa membedah otonomi khusus Papua ini dapat dilihat dari berbagai kerangka kebijakan, baik di level makro, meso dan mikro. 

Sebenarnya, perjalanan 17 tahun ini, telah memberikan banyak hikmah untuk perbaikan desain besar dan kerangka instrumen kebijakan, di sejumlah dimensi: (1) desain kewenangan Pusat - Papua yang diperluas; (2) skenario hubungan fiskal yang asimetris; (3)  kerangka regulasi sektor yang kontekstual lokal; (4) desain pembangunan sektoral-wilayah yang "rasa Papua"; (5) kerangka kelembagaan pemerintahan di Papua yang responsif dan innovatif;  (6) kerangka SDM Papua yang berkualitas dan daya saing; maupun (7) kerangka politik, hukum dan HAM yang humanis, inklusif dan partisipatif.

Kita lebih jauh dapat membedah satu per satu dari berbagai kerangka dari desain besar otonomi khusus ini. Review yang mendalam dan menyeluruh menjadi acuan kita untuk "deepening" kualitas sebuah desain baru otonomi khusus menjelang tahun 2021.

Saat ini Negara (DPR, Pemerintah, KPU dan institusi terkait lainnya) perlu bermusyawarah dalam merancang terobosan baru bagi masa depan otonomi khusus Papua. 

Sejumlah skenario perlu digali lebih mendalam perihal arsitektur, peta jalan dan tata kelola kebijakan, yang terjabar ke 3 skenario besar, yakni;  (1) skenario realistik; (2) skenario moderat,  dan (3) skenario ideal. Masing-masing skenario memiliki asumsi, model, kerangka dasar solusi, persyaratan kebijakan, peta jalan,  skenario pencapaian dan tahapan waktu menjelang 2021 dan pasca tahun 2021.

Setiap skenario memiliki korelasi terhadap regulasi-regulasi nasional yang membutuhkan energi tambahan untuk structural adjustment lintas regulasi dan kelembagaan di tingkat nasional dan di daerah (Papua dan Papua Barat).

Perubahan adalah sebuah keniscayaan. Skenario-skenario baru yang dibangun ke depan dapat berangkat dari substansi *"RUU Pemerintahan Otonomi Khusus bagi Provinsi di Tanah Papua"*, yang pernah disusun beberapa waktu lalu, yang telah masuk dalam  Prolegnas 2015-2019.

Tentu saja, ada konteks dan tantangan yang semakin kompleks di era Revolusi Industri 4.0 ini, ditambah lagi dengan paradigma global baru terkait Sustainable Developement Goals (SDGs) 2030, green growth, digital dan open governance, dan diversity governance maupun megatrend global lainnya yang akan bermakna bagi arsitektur baru Papua pasca 2021.

Akhirnya, menarik menggarisbawahi pesan Gubernur Lukas Enembe, pada 21 November 2018 di GOR Cenderawasih, yang menekankan bahwa gubernur demi gubernur di Tanah Papua telah meletakkan fondasi dengan segala kelebihan dan kekurangan. Demikian pula, Presiden Joko Widodo telah meletakkan fondasi untuk Papua yang lebih baik. Di akhir sambutannya, Gubernur Enembe berpesan kiranya daya saing menjadi kunci bagi generasi baru Papua dalam mengelola Papua di tengah-tengah tantangan yang semakin kompleks dan dinamis.

Kita yakin, desentralisasi asimetris dalam payung kebijakan Otonomi Khusus Papua merupakan pilihan terbaik dari Negara untuk rakyat Papua. Tugas kolektif kita untuk  membuat Otonomi Khusus bermakna, bermuara bagi hadirnya kepercayaan (trust) dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.