Praktek Internal Neokolonialisme Dilakukan Negara Terhadap Rakyat Papua

Wajar Gubernur Papua Lukas Enembe Marah Inalum

Marinus Yaung/Istimewa

JAYAPURA,-Sikap tegas Gubernur Papua Lukas Enembe menolak proposal PT. Inalum patut diapresiasi. “Memang tidak sopan Inalum mengutus  Kepala komunikasi Korporat dan Hubungan Antar lembaga Holding Industri Pertambangan Wendi Witular yang bukan Dirut Inalum Budi G. Sadiki untuk membicarakan saham 10 persen Papua diserahkan dulu ke PT. Indocopper Investama,“ujar Pengamat Papua Marinus Yaung yang juga dosen Universitas Cenderawasih, Sabtu (24/11) pagi.

Dikatakannnya, Papua patut protes karena orang Papua korban dan kelihatan ingin dikorbankan dalam divestasi saham. “Karena itu pikiran saya ini untuk dipertimbangkan karena sekarang ini menurut hemat saya bola panas divestasi saham Feeport sudah ada di tangan Bapak Gubernur.

Kata dia, Pak Gubernur Lukas Enembe, mohon ijin, kenapa PT. Indocopper Investama dipilih ( tanpa Bapak Gubernur dan kami orang Papua diberitu ) karena beberapa poin yang bisa saya sampaikan dimana  divestasi saham Freeport adalah bussiness to bussiness, campur tangan negara/pemerintah dibatasi ( liberalism theory ). Saham 10 persen unuk Papua bukan gratis, tapi harus dibeli oleh Pemda Papua. Dengan catatan pembelian tidak boleh menggunakan APBD Papua. Karena ini pemerintah berkesimpulan Pemda Papua tidak mampu membeli sahamnya, dan ditawarkan kepada PT. Indocopper Investama.

Kemudian PT. Inalum sebagai holding BUMN perusahan tambang dan mineral di Indonesia, dengan membawahi tiga perusaham tambang BUMN Indonesia, pada awalnya tidak melibatkan PT. Indocopper investama didalamnya karena perusahan ini terkenal 'nakal' dan terlibat dalam kasus 'Papa minta saham'Freeport 2015.

Kata dia, memang kurang ajar sebenarnya pemerintah melibatkan perusahan Aburisal Bakrie dan 'piring makan' Golkar ini untuk mengambil saham 10 persen Papua dari Freeport McMoran. Tetapi PT. Inalum tidak punya uang untuk membayar tunggakan Freeport atas temuan BPK sebesar Rp 185 trilyun akibat kerusakan ekosistem di sekitar areal pertambangan Freeport di Timika.

Lanjutnya, oleh DPR RI, Freeport McMoran harus selesaikan dulu putusan hukum yang mewajibkan pelunasan Rp 185 trilyun oleh Freeport sebelum divestasi saham 51 persen dilaksanakan. Pemerintah Indonesia menyanggupi membayar warisan utang Freeport ini karena sesuai dengan isi kesepakatan hitam di atas putih yang sudah di tanda tangani oleh direktur PT. Inalum Budi Gunadi Sadikin dan CEO Freeport McMoran Richard Adkerson.

“Pertanyaannya dari mana uang Rp 185 trilyun di dapat PT. Inalum tanpa gunakan APBN ?. Meminta pinjaman trilyunan rupiah kepada PT. Indocopper Investama dengan jaminan mendapat saham 10 persen Pemda Papua dan kepemilikan saham 15 persen tambahan.  Ini perjanjian bisnis dan investasi yang terjadi dibelakang meja dan bapak Gubernur dan kita orang Papua tidak tau.

Penumpang Gelap

PT. Indocopper Investama adalah " penumpang gelap " dalam proses divestasi saham Freeport oleh PT. Inalum. Untuk membeli 51 saham Freeport, PT. Inalum sudah mendapat pinjam dari 10 Bank Asing karena tidak mungkin bisa mendapat pinjaman trilyunan rupiah dari bank dalam negeri karena bisa melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

“Tidak mungkin lagi bagi PT. Inalum cari pinjam atau meminta bantu Pemda Papua atau Pemda Mimika untuk bersama-sama menyelesaikan utang Freeport Rp 185 trilyun yang wajib diselesaikan sebelum traksaksi pembelian saham 51 persen terjadi. Maka agar Presiden Jokowi tidak di buat kecewa dan bisa mempengaruhi elektabilitasnya menjelang Pilpres 2019, investor - investor nakal yang terlibat selama ini dalam mengeruk perut bumi Papua bersama Freeport selama 50 tahun Freeport beroperasi di bumi Amungsa, dilibatkan untuk menyelesaikan utang Freeport Rp 185 trilyun. Karena PT. Indocopper Investama sudah terkenal nakalnya, proposal persyaratan yang diajukan atau kemungkinan ditawarkan PT. Inalum kepadanya adalah kepemilikan saham 10 persen milik Papua. Dengan perkiraan ke depan, nantinya PT. Indocopper Investama yg langsung berurusan denga Pemda Papua dan Pemda Mimika soal mekanisme pembagian hasil dari saham 10 persen. Karena sekali lagi PT. Indocopper Investama tidak mungkin memberikan 10 saham kepada Papua gratis,”ujarnya.

Dikatakan, dari sini terlihat bahwa betapa ‘jahat’ dan tidak adilnya negara ini memperlakukan orang Papua seakan-akan orang Papua bukan manusia atau tanah Amungsa itu tanah tak bertuan. Kata dia, dengan melibatkan PT. Indocopper Investama, ada tujuan bisnis untuk memulai operasi pertambangan di areal tanah Amungsa pasca Kontrak Karya tahun 2021. Pasca Kontra Karya kedua, Freeport akan menutup operasi tambang terbuka Grassberg dan memulai operasi tambang tertutup atau tambang bawah tanah.

“Karena sudah terjadi peralihan kepemilikan saham mayoritas ke PT. Inalum, maka operasi tambang bawah tanah akan dilakuan Inalum. Apakah PT. Inalum siap memulai tambang bawah tanah dengan kebutuhan biaya ratusan trilyun? PT. Inalum tidak mungkin bisa sendiri memulai operasi tambang bawah tanah. Sudah pasti akan menggandeng PT. Indocopper Investama dan perusahan korporasi nasional dan internasional lainya. Karena tambang bawah tanah akan dikerjakan oleh mesin-mesin robot yang didukung dgn alat-alat teknologi yang modern dan mutakhir. Karena itu sulit untuk tidak melibatkan PT. Indocopper investama dan para investor besar lainnya,”ujarnya.

Presiden Tolong Jelaskan

Lanjutnya, persoalannya adalah orang Papua sama sekali tidak dilibatkan dalam memikirkan solusi bersama membantu proses inkuisisi saham Freeport oleh PT. Inalum. “Wajar Gubernur Papua marah karena saham 10 persen Papua dikuasai dulu oleh PT. indocopper Investama dan mekanisme pembagian saham dengan Papua tidak dijelaskan mekanismenya ke depan seperti apa.

“Kalau memang Presiden Jokowi merasa berat memberikan saham 10 persen kepada Papua karena sudah tau Papua tidak punya uang untuk membeli saham tersebut, kenapa harus janji seperti itu ? Presiden Joko Widodo tolong jelaskan secara jujur buat kami orang Papua, jangan biarkan anak buah bapak menipu bapak dan juga menipu kami orang Papua,”ujarnya.

“Ini pun  catatan saya buat bapak Papua Gubernur Lukas Enembe.Terimakasih untuk sikap tegas Bapak Gubernur Papua Lukas Enembe menolak praktek internal neokolonialisme yang dilakukan negara terhadap rakyat Papua,”ujarnya.