Neraca Perdagangan Defisit, Mendag Salahkan Harga Minyak

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita

Wartaplus. Neraca perdagangan Indonesia pada Januari kembali defisit. Penyebabnya melonjaknya impor yang mencapai 26,44 persen. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, total ekspor Indonesia sepanjang Januari mencapai 14,45 miliar dolar AS. Sedangkan, impornya sebesar 15,13 miliar dolar AS. Alhasil, neraca perdagangan Indonesia defisit 670 juta dolar AS.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, penyebab neraca perdagangan Indonesia pada Januari mengalami defisit adalah kenaikan harga migas. Kenaikan harga menyebabkan nilai impornya tinggi.

“Kenaikan harga migas membuat nilai dari impor meningkat. Tapi secara tahunan kita masih terjadi kenaikan,” ujarnya di Jakarta, Kamis (15/2).

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengupayakan, defisit neraca perdagangan yang terjadi di Januari ini tak berkembang menjadi risiko bagi perekonomian Indonesia ke depan dan menggerus cadangan devisa negara. Pemerintah, akan menyiapkan sejumlah antisipasi dampak kemungkinan berlanjutnya peningkatan impor yang menjadi penyebab defisit perdagangan.

Menurut dia, pemerintah akan menggenjot kinerja ekspor dan meningkatkan arus modal yang masuk ke Indonesia. “Kemampuan Indonesia dalam ekspor dan meningkatkan capital inflow menjadi penting supaya defisit yang berasal dari impor ini tidak menimbulkan presepsi mengenai eksternal risk kita,” ujar Ani.

Namun, Ani menjelaskan, peningkatan impor yang menjadi sumber defisit neraca perdagangan tak selalu negatif. Kenaikan impor yang terutama terjadi pada barang modal dan bahan baku justru seharusnya menjadi indikator bahwa sektor manufaktur dan investasi dalam negeri sedang bergeliat.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, untuk menekan defisit perdagangan adalah dengan meningkatkan ekspor. Nah, untuk itu, dia menyarankan pemerintah memperluas tujuan negara ekspor. Jangan hanya pasar tradisional saja, seperti China, Amerika Serikat dan Jepang.

“Kita masih punya tantangan membuka pasar non tradisional,” katanya.

Menurut dia, pemerintah bisa memperluas ekspor ke negara non tradisional seperti Turki, Brasil, Mesir, dan Afrika Selatan. Apalagi, Presiden Jokowi juga meminta kita konsentrasi ke Asia Selatan seperti Pakistan, dan Bangladesh.

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengeluhkan, nilai ekspor Indonesia sampai saat ini kalah dengan negara tetangga seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia. “Saya sampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi kita ini kuncinya hanya ada dua, bagaimana kita bisa meningkatkan investasi, yang kedua meningkatkan ekspor. Hanya itu. Tidak ada yang lain,” kata Jokowi.

Nilai ekspor Indonesia sampai 2017, meski mengalami surplus namun hal tersebut masih kalah dengan negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam. Bahkan, jika dibiarkan saja maka Indonesia bisa disusul oleh Kamboja dan Laos.