Panen Melon di Tanah Tailing Untuk Kehidupan

Seorang pekerja sedang memanen buah melon yang tumbuh di atas lahan tailing seluas 400 m2 dengan sistem hidroponik/Istimewa

"Tempat pengendapan pasir sisa tambang yang identik dengan limbah yang tidak bermanfaat justru masih bisa ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman, baik dengan campur tangan manusia maupun secara alami tanpa campur tangan manusia"(Manajer Senior Departemen Lingkungan PT Freeport Indonesia, Gesang Setyadi)

TIMIKA,-Ketika membahas limbah pasir sisa tambang (tailing), bayangan masyarakat pada umumnya selalu berupa limbah kotor yang mencemari lingkungan dan tidak bisa dimanfaatkan kembali. Limbah pertambangan identik dengan wujudnya yang berwarna keruh dan dinilai dapat merusak lingkungan tempatnya berada. Bahkan tak banyak yang salah kaprah menilai tailing itu beracun.

Tentu pandangan ini perlu dijawab dengan langkah konkret yang menggambarkan bahwa tailing bisa diolah dan dimanfaatkan dengan baik. Usaha untuk memanfaatkan tailing ini secara serius dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Reklamasi dan Keanekaragaman Hayati PT Freeport Indonesia yang terletak di Timika, Kabupaten Mimika, Papua.

Berbagai hal dilakukan di pusat penelitian tersebut dengan tujuan memaksimalkan manfaat tailing. Salah satu usahanya adalah program penanaman berbagai jenis tanaman pangan dan buah-buahan.

Salah satu yang menjadi perhatian adalah penanaman 900 pohon melon di atas lahan tailing seluas 400 m2 dengan sistem hidroponik. Hasilnya sangat menggembirakan, karena pada bulan Oktober ini mampu menghasilkan 1,35 ton buah melon dalam sekali panen.

“Panen buah melon kali ini sangat bagus, setiap pohonnya menghasilkan buah seberat 1,5 kilogram. Jadi untuk panen buah melon hasil tanam hidroponik saat ini mencapai 1,35 ton sekali panen.”ujar General Superintendent Reklamasi dan Keanekaragaman Hayati Dataran Rendah PT Freeport Indonesia, Roberth Sarwom, Selasa (6/11).

Lelaki lulusan Universitas Negeri Papua dan Institut Teknologi Bandung ini juga menjelaskan bahwa berbagai jenis tumbuhan yang ditanam di Pusat Penelitian Reklamasi dan Keanekaragaman Hayati PT Freeport Indonesia, juga dikembangkan dengan teknik tanam hidroponik. Dan teknik ini merupakan salah satu metode budidaya tanaman dengan media tanamnya yang bukan berupa tanah.

“Teknik menanam yang satu ini biasanya menggunakan media tanam air (hidroponik) atau dapat juga menggunakan media lain seperti sekam padi, kertas koran, dan media lainnya selain tanah seperti pasir tailing. Ada beberapa jenis tanaman yang dapat tumbuh subur dengan menggunakan teknik menanam ini, ada pula yang tidak. Namun secara garis besar, penanaman secara hidroponik ini mampu menghasilkan tanaman yang sehat karena tidak memerlukan pestisida serta dapat diproduksi kapan saja. Tanpa terganggu dengan kondisi iklim. Sebagian orang mungkin masih sangat asing dengan tanaman hidroponik, namun sebenarnya sudah banyak orang yang menggunakan metode penanaman tanaman yang satu ini,”ujar Roberth.

Riset

Manajer Senior Departemen Lingkungan PT Freeport Indonesia, Gesang Setyadi menjelaskan bahwa pemanfaatan tailing sebagai media tanam adalah bagian dari riset yang dilakukan oleh Freeport Indonesia agar nantinya masyarakat bisa bercocok tanah di lahan tailing pada saat pasca tambang.

“Sebagai perusahaan tambang yang selalu mengutamakan aspek perlindungan dan pelestarian lingkungan, PT Freeport Indonesia berkomitmen agar keberadaan tailing ini bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh masyarakat, terutama pada daerah-daerah yang terkena dampak langsung oleh kegiatan pertambangan. Karena itulah, PT Freeport Indonesia kemudian mendirikan Pusat Penelitian Reklamasi dan Keanekaragaman Hayati yang salah satu tugasnya adalah meneliti pemanfaatan lahan bekas pengendapan dari tailing menjadi lahan yang produktif untuk kegiatna pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan,” ujar Gesang.

Gesang menjelaskan bahwa Pusat Penelitian Reklamasi dan Keanekaragaman Hayati ini telah berdiri sejak tahun 1995, dan telah menghasilkan berbagai jenis produk pertanian, peternakan dan perikanan yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu terobosannya adalah membuktikan bahwa meskipun merupakan hasil sisa olahan tambang, tailing terbukti mampu menghasilkan berbagai jenis tanaman pangan yang aman untuk dikonsumsi. Menurutnya hasil tersebut berdasarkan analisis laboratorium yang dilakukan secara rutin.

“Kedalaman dari tailing di sini sekitar tujuh meter dari permukaan tanah. Di tailing inilah ditanam berbagai jenis tanaman sebagai proyek percontohan. Ada sayur-sayuran seperti cabe, tomat, sayur kangkung, sayur bayam, terong dan buah seperti melon, buah merah, pepaya, pisang, nanas, dan buah-buah lainnya,”tutur Gesang.

Mengubah Persepsi

Gesang memaparkan bahwa kegiatan penanaman dan penghijauan lahan bekas endapan tailing ini merupakan bagian dari upaya Freeport Indonesia untuk mengubah persepsi yang beredar di masyarakat terkait tailing yang sering disebut mengandung bahan kimia dan merusak lingkungan.

Selain itu, program ini ini juga dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan kepada publik bahwa tempat pengendapan pasir sisa tambang yang identik dengan limbah yang tidak bermanfaat justru masih bisa ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman, baik dengan campur tangan manusia maupun secara alami tanpa campur tangan manusia.

“Karena ini adalah bagian dari showcase program, tanaman yang ditanami di sini tidak untuk dipasarkan keluar, namun untuk konsumsi internal. Ini adalah bagian dari uji coba untuk memastikan apakah berbagai jenis tanaman bisa tumbuh di area pengendapan tailing atau tidak, dan ternyata bisa tumbuh secara baik. Bahkan tingkat kesuburannya tidak jauh berbeda dengan yang ditanam di area bukan pasir sisa tambang,”ungkap Gesang.*