Tidak Punya Kedudukan Hukum, Gugatan LMA Mamteng juga Ikut Kandas di MK

Suasana sidang putusan sengketa Pilkada Bupati-Wakil Bupati Mamteng di MK, Jumat (10/8)/Frida

JAKARTA,- Mahkamah Konstitusi menolak gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati-Wakil Bupati Mamberamo Tengah yang diajukan enam orang warga Mamberamo Tengah, di mana satu di antaranya ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Mamteng, karena para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan aquo, Jumat (10/8) pukul 11.17 WIB.

Sembilan Hakim Konstitusi yang diketuai Anwar Usman pada Mahkamah Konstitusi (MK), menyatakan permohonan para pemohon di antaranya Simeon Wenda dari LMA Mamberamo Tengah bersama  Saul Mabel, Terpius Wenda, Onny B Pagawak, Itaman Tago, Semi Mabel sebagai perorangan yang memberikan kuasa kepada Ferry Djunaedi dkk dengan nomor perkara No. 59/PHP.BUP-XVI/2018.

“Para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan aquo,” terang hakim ketua Anwar Usman. Berdasarkan UU Nomor 1 tahun 2015, dalam amar putusan  majelis hakim MK menjelaskan, para pemohon ini mengajukan gugatan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mamberamo Tengah yang diwakili kuasa hukum Rahman Ramli, David Soumokil, dkk dari kantor Advokad Pieter Ell & Assosiates. Sidang juga dihadiri kuasa hukum pihak terkait Bupati Wakil Bupati terpilih,  Ricky Ham Pagawak dan Yonas Kenelak yakni Stefanus Budiman.

Dalam pertimbangannya Hakim MK menjelaskan bahwa eksepsi Termohon dan pihak terkait berkenaan dengan para pemohon, bukan merupakan pemantau pemilihan dalam negeri yang terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPU, KIP Kabupaten untuk pemilihan bupati dan wakil bupati sebagaimana ditentukan dan Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan MK No. 6 tahun 2017 tentang pedoman beracara dalam perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati dan walikota dengan satu pasangan calon atau Putusan Mahkamah Konstitusi (PMK) No. 6 tahun 2017.

Usman menjelaskan, Mahkamah dalam putusannya Nomor 100 tahun 2015 per tanggal 29 September 2015 telah memutuskan bahwa pemilihan kepala daerah dapat dilaksanakan dengan satu pasangan calon. Substansi putusan mahkamah telah dilakukan diadopsi menjadi noma undang – undang yaitu dalam Pasal 54 C UU No.10 tahun 2016, selanjutnya berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 ayat 1 PMK No. 6 tahun 2017 menyatakan bahwa pemohon adalah pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, pasangan calon bupati dan wakil bupati, pasangan calon walikota dan wakil walikota, pemantau pemilihan dalam negeri yang terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPU atau KIP Provinsi untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur.

Hakim menjelaskan, pemantau pemilihan dalam negeri adalah yang terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPU atau KIP Kabupaten untuk pemilihan bupati dan wakil bupati. “Bahwa pemohon I mendalilkan sebagai Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Mamberamo Tengah. Sedangkan pemohon II sampai dengan VI adalah perorangan warga negara Indonesia yang memiliki hak untuk menggunakan hak pilihnya sebagai pemilih yang terdaftar dalam pemilihan bupati dan wakil bupati Kabupaten Tengah tahun 2018,” terang Usman.

 

Selain itu juga para pemohon merasa memiliki kepentingan untuk mengajukan permohonan aquo, karena pemohon adalah masyarakat Kabupaten Mamberamo Tengah yang akan merasakan dampaknya secara langsung atas kebijakan dari bupati dan wakil bupati terpilih.

Berdasarkan uraian tersebut, Mahkamah berpendapat bahwa Pasal 3 ayat 1 PMK No. 6 tahun 2017 telah secara tegas menentukan persyaratan untuk menjadi pemohon dalam perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati dan walikota dengan satu pasangan calon adalah pasangan calon dan pemantau pemilihan dalam negeri yang terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPU Provinsi, kabupaten atau kota.

Sesuai dengan bukti dan fakta di persidangan pada hari Kamis 26 Juli 2018, Pemohon I adalah ketua LMA Mamteng, sedangkan pemohon II hingga VI enam adalah warga negara Indonesia, bukan pemantau pemilihan dalam negeri yang terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPU Mamberamo Tengah.

Karena itu, menurut mahkamah, para pemohon bukan para pemantau pemilihan dalam negeri yang mendaftar dan memperoleh akreditasi dari KPU Mamteng sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 3 ayat 1 PMK No. 6 tahun 2017. Dengan demikian para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan  dalam perkara a quo.

Menurut mahkamah, eksepsi termohon dan pihak terkait berkenaan dengan para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum adalah beralasan menurut hukum. Karena itu, tenggang waktu mengajukan permohonan eksepsi lain termohon dan pihak terkait serta pokok perkara tidak dipertimbangkan.  

Yang tak kalah penting, perolehan suara pasangan tunggal Calon Bupati-Wakil Bupati Mamteng, Ricky Ham Pagawak dan Yonas Kenelak adalah sebanyak 28.845 suara, sementara suara yang  diperoleh kotak kosong sebanyak 4.426 suara. Artinya terdapat selisih suara sebanyak 24.419 suara dari total 33.271 suara atau selisih sebesar 73,39%. *