Tuntutan Ganti Rugi Lahan Suku Yahim 4,7 Ha di Sentani, Pj Sekda Papua Tanggapi Begini

Pj Sekda Papua, Derek Hegemur saat diwawancarai wartawan di Sentani, Selasa (28/11)/Andi Riri

JAYAPURA, wartaplus.com - Penjabat Sekda Provinsi Papua, Derek Hegemur  memberikan tanggapan terkait tuntutan ganti rugi lahan seluas 4,7 hektar milik masyarakat suku Yahim yang terletak  di Jalan Sosial RT/RW. 004/005, Kelurahan Hinekombe, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura.

Untuk diketahui lahan tersebut digunakan pemerintah Provinsi Papua sejak tahun 1967, dimana digunakan sebagai tempat penampungan warga transmigrasi dari pulau jawa.

Kini, areal yang dikenal sebagai Transito jawa itu masih menjadi aset pemerintah Provinsi Papua, dan digunakan sebagai tempat tinggal pegawai.

"Berkaitan dengan tuntutan ganti rugi itu, tentunya kita harus lihat dulu apakah benar itu merupakan aset pemerintah provinsi Papua atau bukan," ungkap Pj Sekda kepada wartaplus.com di Sentani, Selasa (28/11) pagi.

Menurut pria yang juga mantan Kepala Biro Hukum Provinsi Papua ini, pihaknya akan melihat dulu bukti baik berbentuk sertifikat kepemilikan tanah dan lainnya.

"Nanti kemudian baru kita jelaskan. Kalau memang itu aset Provinsi, tentunya ada alat bukti yang menguatkan. Namun jika ada yang menggugat, tentunya akan menjadi perhatian kita," tegasnya.

"Apakah gugatan itu berkaitan berkaitan dengan ganti rugi hak ulayat, ataupun konflik sosial yang berkepanjangan? Itu juga akan menjadi perhatian," terangnya.

Derek menegaskan, pastinya terkait tuntutan ini, pihaknya akan tetap mengacu pada landasan hukum yang dimiliki Pemerintah Provinsi Papua.

Ganti Rugi Rp10 Miliar

Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Suku Yahim, Obaja Felle melalui kuasa hukumnya Pieter Ell & Associates mengultimatum Pemprov Papua untuk segera menyelesaikan pembayaran ganti rugi lahan tersebut.

Pieter Ell menjelaskan, permohonan pembayaran atas pengunaan tanah tersebut telah diajukan sejak tahun 2008. Namun hingga kini belum ada realisasi pembayaran.

Advokat yang juga dikenal sebagai aktor layar lebar ini menguraikan, tahun 2014, Gubernur Papua Lukas Enembe mengeluarkan disposisi pertama agar pembayaran atas lahan itu diproses.

Disposisi ini pun mendapat dukungan dari DPR Papua, tahun 2018, yang merekomendasi Gubernur Papua mengalokasikan uang panjar ganti rugi tanah Transito Sentani tahap pertama sebesar Rp 10 milyar untuk dibayarkan kepada Kepala Suku Yahim sebagai pemilik tanah adat, namun tidak juga ada realisasinya.

"Surat Keterangan Kepala Distrik Sentani, pada April 2019, terkait sejumlah sarana yang berada di Transito Sentani sebagai aset Pemprov Papua, namun selama 54 tahun belum bersertifikat, memperkuat keabsahan lahan tersebut memang merupakan tanah ulayat," ungkap Pieter.

Pada Juli 2019, Sekda Provinsi Papua menyurati BPN Kabupaten Jayapura, untuk meminta dokumen Tanah Transito Sentani. Menanggapi surat tersebut, Kantor Pertanahan Kabupaten Jayapura dengan gamblang menyatakan bahwa lokasi yang dimaksud (Tanah Transito Sentani) itu masih merupakan tanah ulayat Obaja Felle dan belum ada sertifikat milik Pemprov Papua.

Menurut Pieter, dari surat jawaban Kantor Pertanahan Jayapura itu, harusnya sudah jelas bahwa memang histori tanah ini bukan milik Pemprov Papua, melainkan tanah adat Suku Yahim. Nampaknya, Pemprov Papua tak bergeming meski telah dijelaskan sedemikian rupa.

"Hingga kini, prosesnya masih menggantung. Kami mempertanyakan, apa alasan Pemprov Papua tidak memproses pembayaran ganti rugi penggunaan lahan tersebut," tegas Pieter Ell, aktor yang berduet dengan Samuel Rizal di film Satu Tungku Tiga Batu yang dalam waktu dekat akan rilis ini.

Diakuinya, proses dan tahapan yang dilalui sangat berbelit-belit. "Kami sebagai kuasa hukum Kepala Suku Yahim, Obaja Felle, meminta agar Pemprov Papua agar segera merealisaikan pembayaran panjar kompensasi sebesar Rp 7,2 miliar, dalam waktu yang tidak terlalu lama," tegas pintanya.

Bila tidak juga diproses, maka berpotensi masuk ranah hukum, dan bisa dikategorikan penyerobotan tanah. "Tidak kooperatifnya Pemprov Papua menyelesaikan persoalan ini menimbulkan tanda tanya besar dan dugaan ada pihak-pihak yang sengaja menahan agar tidak dilakukan pembayaran. Kami masih menanti itikad baik Pemprov Papua menyelesaikan masalah ini sebelum mengambil langkah hukum yang lebih jauh," tegasnya lagi.**