Kuasa Hukum Plt Bupati Mimika Tegaskan Kliennya Belum Terima Surat Pemberhentian dari Mendagri

Kuasa Hukum Plt Bupati Mimika, Victor Santoso Tandiasa saat memberikan keterangan pers/istimewa

JAYAPURA, wartaplus.com - Menanggapi pemberitaan di sejumlah media online pada Rabu, 07 Juni 2023 terkait pemberhentian jabatan Johanes Rettob sebagai Plt Bupati Mimika oleh Mendagri, melalui Kuasa Hukumnya, Victor Santoso Tandiasa menegaskan, sampai saat ini kliennya belum menerima surat pemberhentian tersebut.

"Kami selaku kuasa hukum Plt. Bupati Mimika, Johanes Rettob ingin menegaskan bahwa klien kami sampai saat ini belum menerima surat tersebut. Bahwa klien kami sampai saat ini pun masih aktif menjabat sebagai Plt. Bupati Mimika dan tetap melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya seperti biasanya," tegas Victor dalam keterangan tertulisnya yang diterima semuwaberita.com, Kamis, 08 Juni 2023.

Ia menjelaskan, berita yang beredar di media online bahwa Mendagri telah mencopot Johannes Retob dari jabatan sebagai Plt. Bupati Mimika, sebagaimana keterangan Kapuspen Mendagri, Benny Irawan dengan mengatakan bahwa SK Nonaktif Plt.Bupati Mimika sudah di tandatangani Mendagri. Bahkan dikabarkan Sk Nonaktif tersebut sudah sampai ke Pemda Mimika. Pj. Sekda Mimika Petrus Yumte.

"Namun setelah kami konfirmasi dengan Pemda Mimika, dalam hal ini Sekda Petrus Yumte juga tidak pernah menerima, dari informasi secara lisan tentang surat tersebut, Pemda Mimika mengatakan tidak pernah terima," ungkap Victor.

Menurut ia, seharusnya pihak Kemendagri  mengirim surat  pemberitahuan pemberhentian tersebut ditujukan langsung ke Plt. Bupati Mimika.

Janggal 

Victor mempertanyakan jika pernyataan Kapuspen Mendagri terkait SK Non Aktif benar adanya, terlihat janggal dan aneh. Pasalnya, kenapa harus di non aktifkan disaat kliennya sudah lepas dari tuntutan hukum.

"Menurut kami hal tersebut terlihat aneh aneh, karena pertanyaannya adalah kenapa pemberhentian sementara tersebut baru dilakukan saat ini. Kenapa tidak dilakukan pada saat klien kami dijadikan terdakwa oleh Kejati papua pada dakwaan pertama yang oleh pengadilan Tipikor pada PN Jayapura. berdasarkan Putusan Nomor 2/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Jap. telah menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum No. Reg. Perkara: PDS-02/TMK/02/2023, tertanggal 01 Maret 2023 adalah batal demi hukum," herannya.

Perlu diketahui bahwa upaya pemberhentian sementara sangat tendensius ini dilakukan oleh Kajati Papua dengan melakukan tindakan berupa pnyampaian usulan Pemberhentian Sementara Johannes Rettob, S.Sos,. M.M.  sebagai Plt. Bupati Mimika kepada Pj. Gubernur Papua Tengah untuk disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri R.I.

"Padahal tindakan tersebut adalah diluar dari kewenangan/melampaui kewenangannya sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Papua)," kata Victor.

Sebab menurutnya, berdasarkan Pasal 124 ayat (3) PP No. 6 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan PP No. 78 Tahun 2012 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah, yang berwenang mengusulkan pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah kepada Menteri Dalam Negeri adalah Gubernur.

"Artinya tidak ada kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Papua untuk mengusulkan pemberhentian sementara dalam hal ini kepada klien kami Plt. Bupati Mimika," herannya lagi.

Upaya Keberatan 

Oleh karena itu, lanjut Victor, selaku kuasa hukum Plt Bupati Mimika, pihaknya akan menempuh upaya keberatan administratif kepada Kajati Papua atas tindakannya tersebut. "Surat keberatan tersebut telah kami tembuskan kepada Presiden RI, Mendagri, Jaksa Agung dan JAMWAS Kejagung," tegasnya.

Selain itu pihaknya juga sedang menempuh upaya ke Mahkamah Konstitusi dan sudah diregistrasi dengan nomor Perkara 60/PUU-XXI/2023 tentang Pengujian Materiil Pasal 83 ayat (1) UU Pemda yang berbunyi: “Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Terhadap ketentuan Pasal 83 ayat (1) UU Pemda tersebut bertentangan dengan jaminan kepastian hukum yang adil serta tidak memberikan perlindungan atas harkat dan martabat klien kami serta tidak memberikan perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 28G ayat (2) UUD 1945, apabila tidak dimaknai: “Dikecualikan bagi Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah yang tidak dilakukan Penahanan”.

"Upaya ini menjadi sangat penting bagi hak konstitusional klien kami, karena dalam menjalankan proses hukumnya, klien kami tidak dilakukan penahanan, baik pada proses dakwaan pertama yang telah diputus oleh Pengadilan Tipikor pada PN Jayapura dan telah dinyatakan dakwaan batal demi hukum. Juga pada dakwaan kedua (dakwaan baru) yang Kembali dilakukan oleh Kajati papua," jelasnya.

Artinya dengan tidak ditahannya Johannes Rettob dalam 2 (dua) kali dakwaan atas dugaan melakukan tindak pidana korupsi ini, berdasarkan penalaran yang wajar menunjukkan tidak ada keyakinan yang kuat dari aparat penegak hukum atau majelis hakim bahwa pemohon telah diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup.**