Pangdam Cenderawasih Sebut Prajurit Terlibat Penjual Senpi dan Munisi, dari Organik Kodam juga Satgas

Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa/Pendam17

JAYAPURA, wartaplus.com - Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa membenarkan jika terjadi peningkatan kasus penjualan senjata api (senpi) dan munisi yang melibatkan prajurit TNI di Papua.

Kepada wartawan di Jayapura, Senin (15/05), Pangdam Saleh menyebut, ada sebanyak 22 kasus penjualan senpi dan munisi pada 2022 lalu. Jumlah ini meningkat siginifikan dibanding tahun sebelumnya yang hanya terdapat 1 kasus.

"Pada tahun 2022 itu terjadi peningkatan kasus. Mulai dari Januari hingga Juli 2022, dari catatan kami ada hampir 22 kasus. Lalu dari Agustus sampai Desember itu tidak ada," sebut Pangdam.

Lalu pada Februari 2023, lanjut Pangdam, ada tambahan 2 kasus. Sehingga total sampai saat ini ada 24 kasus.

"Jadi yang tadinya sudah tidak ada (Agustus hingga Desember 2022,red) tapi tiba tiba ada lagi kasusnya di Februari 2023 di Kodim Jayawijaya, sehingga ini menjadi warning dari Panglima TNI," terangnya.

Pangdam mengklaim, dari 24 kasus tersebut, tidak hanya melibatkan prajurit TNI tetapi juga masyarakat.

"(Untuk pelaku TNI,red) ada organik Kodam XVII/Cendrawasih seperti kejadian terakhir di Jayawijaya Februari lalu, namun ada juga beberapa kasus dimana pelakunya merupakan prajurit Satgas dari luar Papua (non organik,red) yang terjadi antara Januari hingga Juli 2022," ungkap Pangdam.

Pencegahan dan Pengawasan

Menyikapi hal itu, kata Pangdam, maka kebijakan dari Panglima TNI juga Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) untuk mengambil langkah pencegahan dan pengawasan.

"Karena ini sangat membahayakan, artinya perlu diatensi dan perlu diambil langkah-langkah pencegahan. Oleh karena itu kita selurh jajaran TNI khususnya TNI AD yang ada dibawa Kodam XVII/Cendrawasih, saya selalu tekankan untuk melakukan pengetatan dan pengawasan terhadap keluar masuknya amunisi dan senjata. Mudah-mudahan ini tidak ada lagi ke depannya," harapnya.

Selain pelaku dari prajurit TNI, diketahui ada masyarakat yang juga terlibat dalam praktik jual beli senjata dan munisi ini. 

"Jadi ada juga upaya-upaya masyarakat sipil, dalam tanda kutip berusaha memasukan amunisi dan senjata dari PNG, termasuk dari Nabire yang masuk dari Filipina dengan melewati jalur perairan maluku. Seperti kasus beberapa waktu lalu ada masyarakat yang ditangkap di Polres Boven Digoel karena menjual senjata dari PNG," ungkap Pangdam.

Munisi Menggiurkan

Menurut Pangdam, untuk penjualan amunisi memang sangat menggiurkan, karena perbutirnya dijual dengan harga kisaran Rp200.000 hingga Rp300.000.

Namun tentunya ini sangat disayangkan, apalagi kalau yang menjual adalah oknum prajurit. Karena diketahui munisi dan senjata api ini dijual kepada kepada kelompok bersenjata untuk melakukan aksi teror penembakan baik kepada masyarakat maupun aparat keamanan. 

"Terlepas dari motif dan latar belakang yang mempengaruhi oknum prajurit melakukan hal tersebut, apakah dia dijebak, apakah dia mungkin berkeluarga atau punya hubungan saudara dengan kelompok bersenjata, atau karena tergiur secara finasial tentunya itu sangat disayangkan, karena sama saja membunuh kawannya sendiri," kata Pangdam menyayangkan.

Ia mengimbau kepada masyarakat apabila menemukan adanya transaksi jual beli munisi maupun senjata api, agar disampaikan kepada aparat kepolisian atau aparat TNI yang bertugas di wilayahnya. Sehingga segera diambil langkah-langkah pencegahan.

"Jadi kesadaran masyarakat untuk sama-sama membangun keamanan itu, jangan hanya digantungkan ke aparat keamanan saja," imbau Pangdam.**