Ketua Barisan Merah Putih Sebut Gubernur Boleh Berobat ke Luar Negeri tapi Letakan Jabatan

Max Abner Ohee/Istimewa

JAYAPURA,wartaplus.com - Permintaan tim kuasa hukum tersangka kasus korupsi Lukas Enembe, agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengizinkan orang nomor satu di Papua itu kembali berobat ke Singapura, ditanggapi beragam oleh tokoh masyarakat Papua. Salah satunya adalah Ketua Barisan Merah Putih, Max Abner Ohee.

Putera kandung pelaku sejarah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Ramses Ohee ini setuju jika KPK mengijinkan Gubernur Papua Lukas Enembe berobat ke luar negeri, namun Lukas harus terlebih dahulu melepaskan jabatannya sebagai Gubernur. 

“Kalau beliau (Lukas Enembe) mau pergi (berobat) kemana saja terserah, tapi letakan jabatan di situ,” kata Max di Jayapura, Selasa (6/12/2022).

Kalau Lukas Enembe sudah melepaskan jabatannya sebagai Gubernur, lanjut Max, maka Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dapat mengangkat orang lain menjadi penjabat Gubernur Papua menggantikan Lukas. 

“Mendagri segera menunjuk orang yang lain, mengganti dulu, baru beliau (Lukas Enembe) bisa jalan pergi berobat kemana saja terserah. Kalau belum ada yang ganti, tidak boleh jalan, kan tanggung jawab dia (Lukas Enembe) kan di sini (Papua), tidak boleh pergi,” tegas Max.

Max Abner Ohee juga menyebut, ada keuntungan lain bagi masyarakat Papua jika Lukas pergi berobat ke luar negeri dalam kapasitasnya bukan sebagai Gubernur Papua, yakni biaya berobat Lukas tidak lagi dibebankan kepada APBD Provinsi.  

“Harta kekayaan Pak Lukas kan banyak, pakai itu untuk rawat kesehatan pribadinya, jangan ambil lagi dari APBD. Pemimpin itu berkorban untuk rakyat, bukan sebaliknya,” imbuh Max.

Lebih jauh Max menilai, pelaksanaan program-program Otonomi Khusus (Otsus) Papua jilid satu, lebih-lebih selama masa kepemimpinan Lukas Enembe sebagai Gubernur, tidak berjalan sesuai harapan.  Salah satu penyebabnya adalah lemahnya pengawasan dan tidak ada evaluasi yang dilakukan secara sistematis. Akibatnya, banyak terjadi penyimpangan penggunaan dana Otsus oleh para pengelolanya.

“Kita semua tahu bahwa pengawasan yang lemah membuat Otsus Jilid I selama 20 tahun terbuang sia-sia. Tidak ada perubahan yang berarti dari penggunaan dana Otsus Jilid I, itu karena pengawasan yang lemah,” ungkap Max.

Karena itu, pada era Otsus Jilid II, Max berharap sistem pengawasan agar dibenahi secara sungguh-sungguh. Jika diperlukan, Pemerintah dapat melibatkan komponen-komponen masyarakat Papua yang dinilai berkompeten untuk ikut mengawasi melalui mekanisme evaluasi yang dilakukan secara berkala.

“Evaluasi itu memang bagian dari pengawasan. Mungkin (evaluasi dilakukan) setiap 4 bulan sekali, bisa. Kalau tidak perlu, mungkin setiap tahun ada evaluasi terkait dana Otsus supaya tidak terjadi seperti Otsus Jilid I yang begitu banyak duit dipakai untuk hal-hal yang tidak sesuai peruntukannya,” harap Max Abner Ohee.*