Peran MRP Dinilai Belum Maksimal

Joni Biri Gwijangge selaku Sekretaris Petisi Rakyat Papua/Istimewa

JAYAPURA ,wartaplus.com - Peran Majelis Rakyat Papua atau MRP sebagai lembaga kultural masyarakat yang dipimpin oleh Timotius Murib dinilai belum maksimal oleh sebagian besar masyarakat yang ada di Bumi Cenderawasih itu.

Salah satu penilaian itu datang dari Joni Biri Gwijangge selaku Sekretaris Petisi Rakyat Papua. Kata dia, MRP hanyalah sebuah lembaga yang lebih dari kesukuan dan hanya bekerja dalam bentuk pencitraan saja.

"Pada kesempatan ini kami juga ingin menjelaskan yang terjadi di Provinsi Papua, terlebih dahulu kinerja khusus dari lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua," katanya dalam rilis yang diterima, Minggu (28/08/2022).

Banyak aspirasi dari berbagai masyarakat adat, tokoh agama maupun mama-mama Papua belum terakomodir secara baik. Selain itu program-program pemerintah yang baik belum dikenal dan disampaikan kepada masyarakat Papua secara luas, dimana dukungan sosialiasi kurang terlihat.

"Yang pertama kami, rakyat Papua tahu nama MRP saja. Dan MRP (pimpinan Timotius Murib) semoga hanya sukuisme dan margaisme, semua kebijakan yang diambil alih oleh MRP tidak pada (dukungan) sasaran pembangunan," ujarnya.

MRP selalu menghasut di antara organisasi untuk mencari popularitas, dan hasil dari apa yang rakyat sampaikan melalui aspirasi, tidak pernah termasuk (masuk) satu program apapun hanya demi mata depan masyarakat, namun setelah mendapatkan dukungan, tidak pernah turun di hadapan masyarakat Papua. Itu yang pertama," sambungnya.

"Yang kedua, kalau boleh MRP diambil alih oleh pusat jangan berikan kewenangan kepada pemerintah daerah  atau provinsi. Karena pemerintah daerah ini mengambil alih MRP dengan kebijakan terbatas, karena kepentingan dan didorong dan hari ini pun, program dari MRP tidak ada realiasi di rakyat, itu yang kedua," tambahnya.

Joni juga juga mengatakan seharusnya MRP mempunyai program yang baik dan dapat dirasakan oleh masyarakat Papua seperti Program Dana Desa yang menyentuh pembangunan hingga lapisan paling bawah.

"Yang ketiga, beliau (Timotius Murib) tidak pernah mengabdi (memberikan contoh yang baik dan sejalan) di provinsi, hanya jalan dan terbang saja," kata Joni mengkritisi.

Sejalan dengan itu, menurut Agus Rawa Kogoya yang merupakan Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) wilayah La Pago mengatakan program MRP (Pimpinan Timotius Murib) banyak sekali meninggalkan adat dan lebih kepada kepentingan kelompok saja sehingga pembangunan masyarakat adat menjadi terabaikan. 

"Di Papua ini ada lima wilayah adat, maka pemerintah (lewat MRP) harusnya memperhatikan wilayah adat. Jika pemerintah memperhatikan wilayah adat, maka pembangunan cepat selesai tapi yang sudah lalu dan basi tidak perlu disinggung. Hanya untuk kedepan agar lebih baik dan ada pembangunan yang berjalan sehingga  masyarakat bisa merasakan," ujarnya.

Untuk itu, Agus menyarankan Pemerintah Pusat harus mengambil alih tugas penempatan orang-orang yang berada dalam tubuh MRP sehingga Adat, Agama dan kelompok Perempuan atau mama-mama Papua dapat digambarkan oleh MRP.