Kekerasan Yang Terjadi di Papua Disorot Internasional

Freddy Numberi/Istimewa

Oleh: Ambassador Freddy Number Founder Numberi Center

Beberapa waktu lalu Komisionir Tinggi HAM PBB Michelle Bachelet, dalam pernyataan resmi pada hari rabu tanggal 4 September 2019 menegaskan dirinya terganggu dengan meningkatnya kekerasan terhadap rakyat Papua dan Papua Barat dalam dua pekan terakhir.

Selanjutnya Kantor Komisi Tinggi PBB untuk HAM (OHCHR) terus mengamati dan memantau situasi keamanan di Papua sejak 2018.

Pada bulan April tahun 2021, Amerika Serikat (AS) merilis berita setebal 38 (tiga puluh delapan) halaman tentang Pelanggaran HAM di Indonesia termasuk di Papua selama tahun 2020.

Dalam 2020 Country Reports on Human Rights Practices: Indonesia, secara gambling menggambarkan pelanggaran-pelanggaran HAM di Indonesia sejak Januari sampai dengan Desember 2020.

Gedung Putih (AS) menyoroti masalah Pembunuhan Diluar Hukum; Penyiksaan dan Perlakuan Hukum yang Kejam; Penangkapan Sewenang-wenang; Ancaman Terhadap Kebebasan Berekspresi dan lain-lain. 

Ada 3 (tiga) Rapporteur dari UNHCR yang ingin mengklarifikasi sesuai tanggung jawab masing-masing, yaitu:

(1) Mr. Morris Tidball-Binz, Special Rapporteur on extra judicial, summary or arbitrary executions;

(2) Mr. Jose Fransisco Cali Tazy, Special Rapporteur on the rights of indigenous peoples;

(3) Mrs. Cecilia Jimenez-Damary, Special Rapporteur on the humanrights of internally displaced persons.

UNHCR memiliki laporan rinci tentang pelanggaran HAM di Papua, apalagi setelah dikompilasi dengan laporan Gedung Putih April 2021 yang baru lalu.

Pacific Island Forum (PIF) yang dilaksanakan pada 13-16 Agustus 2019 di Funafuti, Tuvalu dimana hadir juga anggota negara-negara Forum Dialog Partner (FDP), diantaranya Inggris, AS dan lain-lain. Hasil keputusan komunike bersama saat itu pada butir 37:

Leaders welcomed the invitation by Indonesia for mission to West Papua (Papua) by the UN High Commissioner for Human Rights, and strongly encouraged both sides to finalise the timing of the visit and evidence-based, informed report on the situation be provided before the next Pasific Island Forum Leaders meeting in 2020.

Ini tidak pernah ditanggapi dengan serius oleh Pemerintah Indonesia. Harapan kita sebagai bangsa Indonesia, agar pemerintah bukan hanya dengan jujur dan serius menjawab sesuai harapan para Rapporteurs tersebut, namun yang lebih penting dan utama adalah upaya komprehensif Pemerintah Indonesia sebagai salah satu negara anggota PBB untuk memutuskan mata rantai kekerasan di Nusantara, lebih khusus lagi di Tanah Papua. Dibutuhkan suatu Road Map yang jelas untuk memutus mata rantai kekerasan tersebut, jangan sampai kita kehilangan Papua seperti Timor Timur karena Intervensi Kemanusiaan oleh PBB (UN Human Intervention).