79 Persen Bayi 0-6 Bulan di Kabupaten Jayapura Tidak Mendapatkan ASI Eksklusif

Ilustrasi ibu meyusui/Istimewa

JAYAPURA, wartaplus.com - Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura,  Papua mencatat pada 2021, sebanyak 79 persen bayi umur 0- 6 bulan tidak mendapatkan ASI (Air Susu Ibu) eksklusif dari ibunya.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura, Khairul Lie menuturkan, pemberian ASI eksklusif presentasenya masih sangat rendah hanya 21 persen. Padahal diketahui pemberian ASI secara rutin pada bayi, bisa memberikan banyak manfaat bagi ibu dan anaknya.  

“Data yang kami terima tahun 2021, ada sekitar 79 persen bayi tak diberi ASI eksklusif di Kabupaten Jayapura. Bayi tersebut sudah dimulai dengan makanan yang tidak boleh diberikan pada usia pertama. Ini sangat memprihatinkan ya, bayi yang tidak menyusu ASI eksklusif sampai 6 bulan hingga menyebabkan kurang gizi,” ungkap Khairul Lie kepada wartawan usai mengikuti peringatan Hari Gizi Nasional, Rabu (26/01) lalu.

Menurut ia, rendahnya pemberian ASI merupakan ancaman bagi tubuh kembang anak yang akan berpengaruh pada pertumbuhan dari perkembangan kualitas anak secara umum.

"Jika bayi tidak diberikan ASI eksklusif akan berdampak pada status gizi anak yang tidak banyak dimengerti ibu-ibu menyusui dan ada juga dipengaruhi budaya dengan memberikan makan karena cengeng atau lapar," tuturnya.

Padahal, lanjut Khairul, bayi usia 0-6 bulan itu seharusnya tidak boleh diberikan makanan lain selain ASI yang bisa menyebabkan persoalan gizi atau mengalami gangguan pencernaan.

“Jadi kalau tidak diberikannya ASI eksklusif pada bayi 6 bulan bisa menyebabkan persoalan gizi dan terjadi stanting. Kalau anak diberi makanan, ususnya belum siap yang dapat menyebabkan diare dan menimbulkan penyakit lain,”terangnya.

Khairul Lie menambahkan, pemberian makanan pendamping pada bayi tepat setelah mendapatkan ASI eksklusif atau 6 bulan keatas bisa dilakukan secara teratur sehingga bisa mengurangi kekurangan gizi. 

“Pemberian ASI juga diketahui bisa mencegah kematian bayi.Bahkan, bayi tersebut tidak tumbuh dengan baik,” terangnya lagi.

Lanjut Khairul, tentunya persoalan ini menjadi tangggung jawab bersama pemerintah dan ibu-ibu menyusui bertanggung jawab apalagi saat ini di kampung telah banyak dana dari pemerintah untuk mendukung program-program di masyarakat agar tidak ada anak kurang gizi.

“Masalah gizi ini tidak hanya terdapat pada ASI saja, tetapi juga masalah kebersihan, kesehatan dan ketersediaan makanan. Saat ini, kita sudah bisa deteksi masalah gizi yaitu ketika ibu itu sedang hamil.  Ketika dilakukan deteksi pada ibu hamil kurang energi kronis, itu sudah diketahui ada masalah dan anak yang akan lahir tidak normal,” tandasnya.**